Up berdiri di depan pintu masuk pemakaman umum, menunggu dengan gelisah seraya terus mematap arloji dan smartphone-nya secara bergantian.
Sudah hampir dua puluh menit sejak Mew masuk ke dalam sana untuk menemui Win, dan hingga saat ini Tuannya itu belum jua kembali atau memberi kabar.
"Aku akan menemui Tuan Mew, bersiap jika aku memberi aba-aba," ucap Up sebelum meninggalkan beberapa orang yang juga diberi perintah untuk menemukan Win.
Sementara itu, Mew masih membentangkan tangannya dan mengatakan pada sang putra bahwa apa yang terjadi sekarang sama sekali bukan mimpi.
"Tapi kenapa?" Win berhenti melangkah mundur setelah memberi jarak antara dirinya dan Mew.
"Daddy tau Win tidak percaya ini, tapi daddy baik-baik saja. Win tidak ingin memeluk daddy?" tanya Mew seraya tersenyum menahan air mata.
Win melirik gundukan tanah yang berjarak paling dekat dengannya, kuburan siapa yang ia tangisi selama ini? Nama yang ditulis di batu nisan, kenapa ada nama Mew di sana?
"Win, terlalu panjang untuk dijelaskan di sini. Daddy tau Win marah dan bertanya-tanya, dan daddy punya alasan," ucap Mew pelan.
Win menggelengkan kepala, kenyataan gila apa yang ia alami sekarang? Tidakkah ia berhak pergi dari tempatnya sekarang demi menjaga kewarasannya? Tapi kehadiran sosok Up di belakang seolah tak mengijinkan Win untuk berpindah.
"Aku pasti sudah gila," jika bisa, mata Win mungkin menjeritkan keluhan betapa lelah melepaskan air mata terus-menerus.
"Tidak, Win, ini benar-benar daddy."
"Kalau begitu siapa yang Win tangisi selama ini?!" Win menyeka air mata sialan yang lagi-lagi menetes.
"Kecelakaan itu sungguh terjadi, Win. Tapi bukan daddy yang meninggal, daddy minta maaf, daddy benar-benar perlu sesuatu untuk melindungi Win, kan? Daddy tidak ingin meninggalkan Win, daddy mengusahakan beberapa hal agar bisa membawa Win bersama daddy dengan tenang nantinya."
"Jadi ini sungguhan? Daddy benar-benar masih hidup?" Win kembali menatap kaki Mew, mereka menapak di tanah yang sama.
"Kenapa daddy melakukan ini pada Win?" Win menatap Mew. "Kenapa daddy membiarkan Win menangisi orang lain bertahun-tahun?"
"Daddy minta maaf, nak."
"Win merasa kehilangan selama bertahun-tahun, merasa bersalah, kesepian. Kenapa daddy melakukan itu?" tanya Win lagi.
"Win, daddy tidak berharap Win mengerti, tapi keadaannya sangat sulit untuk daddy. Daddy tidak punya apa-apa untuk membahagiakan Win, keadaannya tidak akan baik-baik saja kalau daddy membawa Win begitu saja-."
"Lalu daddy pikir meninggalkan Win bersama papa adalah keputusan terbaik?" tanya Win pelan. Win sangat perlu jawaban atas pertanyaannya, apa yang membuat Mew yakin kalau meninggalkan Win bersama Gulf adalah yang terbaik dibandingkan hidup susah bersama Mew?
"Daddy tidak meninggalkan Win," Mew menatap putranya dengan penuh penyesalan. Sesuai dengan apa yang Up takutkan dengan kemunculan Mew yang tiba-tiba, Win benar-benar tidak bisa mengerti keadaannya.
"Apa daddy tau betapa sulitnya untuk Win bertahan hingga sekarang bersama keputusan yang daddy ambil? Win pikir Win akan benar-benar mati tercekik tangan Win sendiri. Win membenci semuanya, tapi Win tidak bisa pergi karena Win ingat janji Win pada daddy."
"Daddy tidak tau, daddy minta maaf karena membuat Win merasa ditinggalkan, tapi daddy juga ingat janji daddy, daddy tidak akan meninggalkan Win." ucap Mew.
Win menatap kaki Mew yang melangkah mendekatinya, dan kakinya turut melakukan hal yang sama dengan gerakan yang lebih cepat. Win menuju depakan Mew dan memeluk sang daddy dengan sangat erat. Apa yang Win pikirkan? Kenapa ia membuat benteng diantara mereka sementara inilah harapan yang ia kira mustahil.
KAMU SEDANG MEMBACA
ENNUI 2 : PERFECT
Fanfiction"Kau selalu terobsesi dengan kesempurnaan, aku akan menunjukkan padamu apa itu sempurna." Kehidupan terkadang membuat manusia kalap, ambisi mereka untuk meraih kata sempurna membangkitkan keegoisan dalam jiwa. Tak akan ada kata sesal dalam hidup si...