Berbagai menu sarapan tersaji di atas meja makan, bau lezat menyapa hidung remaja laki-laki yang berjalan perlahan menuruni anak tangga.
"Selamat pagi, Win," Kao tersenyum ramah walaupun tau Win ta akan membalas sapaannya.
"Win, ayo sarapan bersama," Gulf melepaskan celemek yang ia kenakan, menghentikan langkah kaki Win dengan kalimat yang ia ucapkan dengan santai.
Win menoleh ke arah meja makan, Alice terlihat tak peduli, sementara Kao menatapnya penuh harapan, dan yang paling memuakkan adalah senyuman yang Gulf berikan. Gulf melirik kursi kosong yang biasa Win duduki, mengingatkan Win tentang janjinya untuk bersikap baik.
Sial, Win tak punya perlawanan. Win melangkah berat menuju meja, bertahun-tahun asing di keluarga sendiri, akhirnya Win terpaksa bergabung dengan orang asing yang menjadikannya turut asing.
"Papa memasak makanan kesukaan Win, makan yang banyak," Win mengangkat tangan, tanpa ekspresi ia mulai meraih sendok dengan tangan kirinya yang tak terbalut perban dan mulai menyantap makanan "hambar" yang disuguhkan untuknya.
"Kenapa dengan tanganmu?" tanya Gulf.
Kao melirik Alice yang asik bersarap dan tak mengeluarkan sepatah katapun, putrinya itu benar-benar egois, bahkan tak mendengarkan ucapan Kao sebagai daddynya.
"Kemarin saat aku pulang kerja, Alice-"
"Aku menjatuhkan piring, aku minta maaf." Win menyela ucapan Kao, sementara Alice memperlambat aktivitasnya mengunyah.
"Apa lukanya parah? Bagaimana kau akan belajar jika tanganmu diperban seperti itu?" tanya Gulf yang langsung memegang tangan Win untuk melihat seberapa parah Win terluka.
"Aku tidak akan berhenti belajar apapun keadaannya, jangan khawatir." jawab Win menarik tangannya dari sentuhan Gulf.
"Pergilah ke sekolah bersama Alice, paman Kao akan memgantar kalian."
"Baiklah. Aku sudah selesai makan, aku akan tunggu di luar." Win segera menyelesaikan suapan terakhirnya dan meninggalkan ruang makan setelah menenggak habis jus buatan Gulf.
"Aku juga akan menunggu di luar," Alice turut meninggalkan ruang makan dan menyusul langkah Win yang belum jauh.
"Alice, minum jusnya, sayang."
Kao menahan lengan Gulf dan menggeleng pelan, mencegah Gulf menyusul anak-anak mereka untuk membicarakan satu hal yang menurutnya penting untuk di bahas.
"Kenapa?" tanya Gulf pada Kao.
"Alice menjatuhkan piring, aku tidak sengaja menarik pecahan kaca yang Win pegang, dan itu membuatnya terluka. Aku senang Win akhirnya mau ku antar ke sekolah, tapi apa kau tau alasan Win berubah sikap?"
Gulf melepaskan genggaman Kao pada lengannya, "mungkin memang sudah saatnya Win sadar."
"Kau yakin tidak ada alasan lain dibalik semua ini?" tanya Kao lagi seraya menatap Gulf penasaran.
"Kalau dipikir-pikir, kenapa kau terlihat seperti menginterogasi ku belakangan ini?" Gulf balik bertanya. "Jika kau begitu penasaran, daripada terus bertanya seolah menuduhku, coba katakan alasan yang menurutmu mungkin." Gulf menyilangkan tangan di dada, menatap Kao dengan tatapan kesal.
"Aku hanya bertanya, karena Win bersikap aneh."
"Kau tidak bertanya, kau menuduhku."
Kao menghela napas pelan seraya menundukkan kepala, emosi Gulf sangat cepat berubah belakangan ini, dan Kao tidak mengerti mana alasan yang menjadi penyebabnya, apakah kesalahpahaman Gulf pada Kao dan Up, atau kesalahpahaman pada Mew dan Gulf.
KAMU SEDANG MEMBACA
ENNUI 2 : PERFECT
Fanfiction"Kau selalu terobsesi dengan kesempurnaan, aku akan menunjukkan padamu apa itu sempurna." Kehidupan terkadang membuat manusia kalap, ambisi mereka untuk meraih kata sempurna membangkitkan keegoisan dalam jiwa. Tak akan ada kata sesal dalam hidup si...