Win kembali ke meja makan sendirian setelah tak menemukan Gulf di sekitarnya, kembalinya Win tanpa Gulf tentu membuat Kao bertanya-tanya tentang kemana perginya Gulf hingga membiarkan Win berjalan sendirian.
Win duduk di kurainya dan bersiap untuk meraih gelas tempat minuman disajikan, hingga Kao membuka suara dan menanyakan dimana Gulf. Win memberi jawaban bahwa ia tidak tau, lagipula bukankah mereka sudah dewasa? Gulf tidak akan tersesat di tempat seperti ini.
"Daddy, bagaimana daddy mengenal pemilik tempat ini? Bukankah dia keren?" tanya Alice pada Kao, berharap obrolan kecil ini membuat hubunga pertemanannya dengan New direstui oleh Kao.
"Hanya sebuah kebetulan, lagipula bisnisnya gagal, produknya tidak bisa dipasarkan." jawab Kao singkat. Alice mengangguk paham sebab Kao tak terlihat tertarik pada obrolan mereka.
Menit berlalu, dan Gulf belum kembali ke meja mereka, itu membuat Kao semakin gelisah sampai Kao memutuskan untuk mencari pasangannya. "Daddy mau ke mana?" tanya Alice sebelum Kao pergi.
"Mencari Papa, kalian tunggu di sini sampai daddy kembali, oke?" ujar Kao sebelum bergegas.
Alice menatap kepergian Kao yang terburu-buru, seolah Gulf tengah berada dalam bahaya. Win menyandarkan punggungnya, berusaha menikmati apa yang tak bisa ia rasakan.
"Win, kau suka tempatnya?" tanya Alice mematap wajah saudaranya.
"Iya," balas Win.
"Tapi kau tidak terlihat tertarik, ini hari ulang tahunmu, tersenyumlah sedikit." pinta Alice.
"Aku tidak mengharapkan hari ini dirayakan, kalau dipikir-pikir kenapa aku harus tersenyum?"
"Karena ini seharusnya menjadi hari yang berkesan untukmu."
"Sudah, dan memang sangat berkesan." balas Win setelah menghela napas berat. "Aku tidak bercanda saat mengatakan kalau ujianku sangat penting, kelas tambahan ku berharga, tapi aku kehilangan itu demi hari ini. Kesan yang besar, tentu saja."
Alice ikut menghela napas mendengar jawaban dari Win. Apa Win pikir Alice tidak menggunakan upaya untuk mencapai hari ini? Tidak bisakah Win menghargai hari ini walau hanya sebatas berpura-pura. "Kau tau betapa egoisnya dirimu? Kau selalu membuat ekspresi seperti itu selama ini, wajar saja orang kesal denganmu. Bukan hanya kau yang lelah, Win, aku juga. Aku belajar untuk bersikap baik padamu. Bukan hanya kau yang berusaha, aku juga tidak bisa melakukan kesukaanku, tapi aku tidak terlalu banyak mengeluh sepertimu."
Alice menatap wajah Win, jika saja mereka tidak berada di tempat ramai, Alice mungkin sudah melemparkan piring ke wajah Win. "Apa kau tau apa yang keluarga alami karena sikapmu ini? Papa dan daddy sering berdebat membahas kebebasanmu, tapi apa kau pernah sadar? Apa yang papa pernah katakan benar, kau tidak berguna, pembangkang. Jika tidak ada kau, papa dan daddy mungkin akan lebih akur."
Win tersneyum miring, tidak seorangpun bisa akur dengan Gulf, jika Alice tau. "Maka dari itu, jangan ganggu kelas tambahan ku, aku akan mewujudkan keinginanmu, aku akan pergi jauh sampai kau tidak bisa mendengar ucapan orang tentangku. Aku kasihan padamu, mengharapankan ketenangan pada orang yang mengejar kesempurnaan."
"Untuk apa mengasihani aku? Belajarlah yang giat, dapatkan beasiswamu dan jangan pernah muncul, aku benar-benar muak. Ikhlaskan saja papamu, pergilah yang jauh."
"Apa kau tau siapa orang yang kau panggil Papa itu?" tanya Win pada Alice, Win tulus kasihan pada gadis yang tak tau dimana ia menaruh sebuah ingin, dan Win sedikitpun tak keberatan kalau Alice ingin menyingkirkannya dari keluarga ini.
"Kau akan terus berada di posisi ini? Kau tidak akan muncul di hadapan Win dengan aku sebagai bagian dari kalian?" tanya Gulf pada Mew, pria itu enggan bergeming, berharap satu kata impiannya keluar dari mulut Mew.
KAMU SEDANG MEMBACA
ENNUI 2 : PERFECT
Fanfiction"Kau selalu terobsesi dengan kesempurnaan, aku akan menunjukkan padamu apa itu sempurna." Kehidupan terkadang membuat manusia kalap, ambisi mereka untuk meraih kata sempurna membangkitkan keegoisan dalam jiwa. Tak akan ada kata sesal dalam hidup si...