Loceng berbunyi ketika Win melewati pintu kaca. Pria yang ia kenal melemparkan senyuman setelah melihat kehadiran Win.
"Bagaimana kabar paman?" tanya Win menyapa Art.
Art mengejek Win dengan pura-pura berpikir. Ia kemudian menoleh ke kanan dan ke kiri, memeriksa keadaan toko yang sekarang ia kelola sebelum akhirnya tersenyum.
"Paman baru saja bersikap sombong?" gurau Win.
"Aku hanya bercanda," Art tertawa kecil, "Kau hanya ingin berkunjung atau ingin membeli bunga?"
"Berkunjung. Apa sebaiknya aku pulang saja?" ujar Win.
Art kembali tertawa dan meletakkan gunting di atas meja, "Hm, kau sebaiknya pulang dan mengganti seragammu sebelum berkunjung ke suatu tempat setelah sekolah. Paman tidak harus memberimu nasihat, bukan? Kau sudah tumbuh besar," Art menepuk pelan pundak Win saat Win menghampirinya.
"Paman seperti papaku ketika aku masih kecil," ejek Win.
"Benarkah? Ngomong-ngomong soal papamu, bagaimana kabarnya?" Art menarik sebuah kursi dan mempersilakan Win untuk duduk.
"Papa sehat, dia juga lebih baik."
"Syukur lah, aku turut senang mendengar itu."
Win tersenyum sembari memperhatikan sekitar, "Ada banyak bunga. Stok baru?"
Art ikut menatap seisi ruangan sebelum mengangguk pelan, "Aku pikir aku akan lembur, tapi aku menyelesaikannya lebih cepat dari dugaanku."
"Ada bunga matahari juga," ujar Win yang dengan semangat menghampiri bunga berwarna kuning di rak bagian kanan toko.
"Kau mau memberikannya pada papamu?" tanya Art menyusul Win.
Win hampir menyentuh bunga matahari yang segar itu, tapi ia menarik kembali tangannya sebelum jarinya bertaut dengan mahkota bunga yang mengagumkan.
"Tidak," jawab Win seraya menyimpan tangannya di belakang punggung. Gulf memberi Win kenangan buruk ketika Win berencana memberinya seikat bunga kala itu, Win tidak akan mengulanginya.
"Kenapa?" tanya Art.
Win masih tersenyum, "Aku tidak mau menukar keadaan saat ini dengan seikat bunga lagi."
"Ada apa?" tanya Art pelan. Bukan bermaksud memancing luka lama ditengah-tengah pulihnya hubungan baik Win dan Gulf, Art hanya khawatir dengan hal buruk dalam pikiran Win.
"Haruskah ku ceritakan pada paman?" tanya Win ragu.
"Kau bisa cerita jika kau mau."
"Paman, sebenarnya aku berpikir bahwa aku membenci bunga."
"Alasannya?"
Win diam dengan mata yang disipitkan ketika menatap Art. Bagaimana Win menjelaskan, bahwa bunga itu memberi Win kenangan buruk. Dimulai ketika Win melihat seikat bunga untuk Art dari Mew, kelopak yang harus ditaburkan di atas makam, dan sikat bunga dari Win yang dibalas dengan hal mengerikan oleh Gulf. Entahlah, meskipun tidak semuanya nyata, bunga agak sedikit menyeramkan.
"Kau membenci bunga, tapi kau mampir ke toko seperti ini? Ku harap aku salah, kau baru saja bersemangat menghampiri bunga ini," Art melirik bunga matahari di dekat mereka.
"Ada beberapa hal tidak menyenangkan yang kau alami bertepatan ketika kau melihat bunga, atau menyentuh bunga. Kau membenci kejadiannya, dan kau melampiaskan pada bunga? Kenapa tidak perjelas dengan mengatakan kalau kau benci keadaannya?"
Win menatap Art dengan lebih santai. Tentu saja Win bisa, dan sudah berkali-kali Win ungkapkan perasaannya tentang kejadian-kejadian itu. Tangis, amarah, hingga putus asa. Win sudah menggunakan semua emosi untuk mengungkapkan kebenciannya pada kejadian itu, tapi membenci keadaan itu juga membuat Win kasihani pada dirinya sendiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
ENNUI 2 : PERFECT
Fanfiction"Kau selalu terobsesi dengan kesempurnaan, aku akan menunjukkan padamu apa itu sempurna." Kehidupan terkadang membuat manusia kalap, ambisi mereka untuk meraih kata sempurna membangkitkan keegoisan dalam jiwa. Tak akan ada kata sesal dalam hidup si...