"Daddy minta maaf," sesal Mew saat Win menatapnya.
"Daddy belum menjelaskan apapun," ujar Win pelan. Ia terlihat sabar tanpa menunjukkan sedikitpun raut kesal.
"Win tau daddy sedang berusaha untuk membuat Win tinggal dengan daddy, kan?"
"Papa dan daddy melakukan hal yang sama," jawab Win.
Mew mendekati Win dan memilih untuk duduk tepat di samping putranya demi menghindari kesalah pahaman dalam percakapan mereka. Sudah sejauh ini, Mew tidak bisa membiarkan Win berpindah haluan karena Gulf.
"Daddy tau apa yang daddy lakukan itu salah. Daddy hanya berpikir kalau papa akan marah jika tau Win ada di sini malam itu. Papa sedang memperbaiki hubungan kalian, kan? Daddy hanya tidak ingin kalian renggang lagi. Selain itu, papa selalu menemui daddy ketika larut dalam keadaan yang panik. Apa yang bisa papa lakukan dalam keadaan itu? Papa hanya akan membahayakan dirinya sendiri, bukan? Daddy hanya memintanya menenangkan diri selagi berusaha menemukan Win," Mew menarik napas panjang untuk menjeda penjelasannya tanpa mengalihkan pandangannya dari Win.
"Lalu, kenapa daddy tidak memberitahu Win ...? Win, daddy tidak pernah bermaksud begitu jahat. Win selalu terlihat sangat marah ketika pergi dari rumah, jika daddy mengatakan pada Win bahwa papa mencari Win, apa Win tidak akan kesal pada daddy?" Mew tertunduk beberapa detik setelah menyelesaikan ucapannya. Sadar Win tidak kunjung memberi tanggapan, Mew lantas memalingkan wajah ke arah televisi.
"Waktu yang daddy habiskan bersama Win tidak sampai setengah waktu yang papa habiskan untuk Win," ucap Mew pelan, "Sebenarnya, daddy tidak mengerti bagaimana menghadapi Win di emosi tertentu, daddy takut keliru. Ketika daddy memutuskan untuk menunda satu hal dengan alasan memikirkan cara yang tepat, daddy justru melupakan hal itu. Itu salah daddy, daddy minta maaf."
Win masih tak bicara, tapi tetap memperhatikan wajah Mew yang tak lagi menghadap ke arahnya.
Tidak tau harus berbuat apa, rasanya marah juga tidak pantas, tapi baguslah jika keduanya mengakui perasaan masing-masing. Baik Mew ataupun Gulf, ini adalah pertama kalinya mereka menjalani hidup. Sebelum menjadi orang dewasa yang memiliki tanggung jawab, keduanya hanya anak-anak yang penuh keceriaan, lalu menjadi remaja yang saling jatuh cinta sebelum akhirnya menikah dan memiliki putra.
Keadaan memaksa mereka berubah. Mereka harus memenuhi tanggungjawab masing-masing, dan hanya fokus pada itu selama belasan tahun. Namun, keadaan tidak bisa memaksa sesuatu dari diri kedua orang itu, bahwa pada awalnya mereka adalah dua orang yang saling memerlukan cinta dan komunikasi seperti manusia kebanyakan.
Keadaan menyita apa yang Mew dan Gulf putuskan untuk digabungkan setelah janji pernikahan, komunikasi diantara keduanya. Siapa yang bisa Win tuntut jika kedua orang tuanya juga merupakan korban?
"Win bisa marah pada daddy, karena daddy memang salah."
Win tersenyum tipis, "Kalian benar-benar orang payah," Win seolah mengejek dengan menahan tawa.
Giliran Mew yang menatap Win tak mengerti.
"Daddy, bisakah Win minta bantuan daddy?" tanya Win kemudian.
"Tentu," jawab Mew cepat.
"Sebenarnya kehidupan papa juga sulit terlepas dari apa yang kita tau tentang papa yang bersikap egois. Jadi, ceraikan saja papa dan semuanya selesai. Win tidak tau apa-apa, tapi Win tidak setuju jika daddy membalas papa berlebihan."
Mew diam, tak tau harus memberi tanggapan seperti apa untuk menjawab bantuan yang Win minta. Jujur saja, apa Mew perlu persetujuan Win untuk membalas rasa sakit mereka? Maksud Mew adalah mereka berada di sisi yang sama, Mew dan Win sama-sama dikhianati oleh Gulf. Lantas kenapa tidak boleh dibalas? Toh, Mew bukannya membalas Gulf dengan cara balik berselingkuh.
KAMU SEDANG MEMBACA
ENNUI 2 : PERFECT
Fanfiction"Kau selalu terobsesi dengan kesempurnaan, aku akan menunjukkan padamu apa itu sempurna." Kehidupan terkadang membuat manusia kalap, ambisi mereka untuk meraih kata sempurna membangkitkan keegoisan dalam jiwa. Tak akan ada kata sesal dalam hidup si...