Lampu yang menyorot silau redup setelah mesin mobil mati, belum sempat Gulf mengetuk, Kao terlebih dahulu membukakan pintu.
"Kau baru pulang?" tanya Kao.
"Iya, aku lelah." jawab Gulf melewati Kao dan langsung menuju ke kamar.
"Gulf, ada yang ingin kau ceritakan padaku?" tanya Kao.
Gulf menghentikan langkahnya, "acaranya berjalan lancar, aku akan cerita besok. Biarkan aku istirahat untuk saat ini." jawab Gulf pelan.
"Ceritakan sekarang, kau bertemu Mew?" tanya Kao menahan langkah Gulf dengan memegang lengan pria manis itu.
Gulf menatap wajah Kao, Gulf ingin menghindari pembicaraan ini, tapi Kao bertanya, apa Kao pernah bertemu Mew tanpa memberikannya pada Gulf?
Kekesalan Kao sirna setelah melihat tatapan yang diberikan Gulf padanya, seharusnya Kao tak perlu menyebutkan nama Mew, mungkin saja Kao salah mengira.
"Kau bertemu Mew?" Gulf balik bertahan.
"T-tidak, aku hanya ...."
"Lepaskan aku, aku lelah." Gulf menepis tangan Kao dan kembali melanjutkan langkahnya. Dibalik pintu kamar, Alice mengernyitkan dahi saat melihat interaksi tak biasa antara daddy dan papa tirinya.
Pukul dua dini hari. Lampu yang bertugas menerangi ruangan diistirahatkan setelah penghuni ruangan memutuskan untuk tidur. Namun, dalam keterbatasan cahaya itu sepasang mata justru sukar tertutup.
Gulf yang terjaga memilih untuk duduk di kursi kerja yang dulunya adalah milik Mew, sesekali ia melirik ke arah kasur, tempat dimana Kao terlelap pulas.
Gulf terus menggigit ujung kukunya, keresahan tak jua meninggalkannya meski isi kepala mencoba mengosongkan pikiran. Gulf tak bisa mengusir bayangan Mew, lama tak bersua, entah kenapa Gulf merasa hangat ketika Mew tersenyum kepadanya. Bahkan, Kao yang tertidur mengingatkan Gulf pada Mew.
Namun, itu juga mengingatkan Gulf pada hal yang ia tak pernah ingin lihat, ketika Mew menciun orang lain, kenapa begitu menyakitkan? Gulf benar-benar terganggu, tidak terima.
Lalu, Gulf mengingat halusinasi saat ia mengira Mew memintanya menyerahkan Win.
Gulf mengusap wajahnya dengan gusar, "sial."
Gulf bangkit dari tempat duduknya, perlahan ia membuka laci untuk mengambil sebuah kunci, lalu kakinya melangkah meninggalkan kamar.
Ceklek.
Dengan sangat perlahan Gulf membuka pintu kamar putranya, ia dapatin Win tengah tertidur dimeja belajar dengan lampu kamar yang masih menyala dan horden yang terbuka, remaja laki-laki itu bahkan masih memegang pulpen ditangannya.
"Kenapa kau tidur seperti ini?" gumam Gulf menarik horden sebelum menyelimuti Win yang tampak kelelahan.
Gulf tertunduk saat ingin mengusap rambut putranya, jangankan menyentuh, menatap wajah Win pun Gulf tak berani. Gulf terlalu takut untuk membayangkan. Dari dulu bahkan hingga sekarang yang Win kasihi hanyalah Mew, seakan Gulf tak berpengaruh bagi hidupnya, Win hanya menganggap Mew sebagai satu-satunya.
Gulf masih ingat bagaimana manjanya Win pada Mew. Setelah berpisah selama empat tahun, Gulf tak tau sebesar apa kerinduan Win pada Mew. Gulf mungkin bukan orang tua yang baik bagi Win, tapi Gulf tak ingin Win berlari ke arah Mew dan meninggalkannya.
Gulf menutup mulutnya saat akan terisak, ia tak ingin membangunkan Win.
"Maaf, Win. Papa benar-benar tidak akan membiarkanmu pergi ke manapun, papa tidak ingin."
Gulf menutup kembali pintu kalmar Win, setelah menyeka air mata, Gulf memutuskan untuk membuat secangkir teh untuk menenangkan perasaannya sendiri.
Namun, satu hal yang ia lakukan membuatnya kembali mengingat Mew. Inilah awalnya, serbuk kopi yang seharusnya tak ada di dapur.
KAMU SEDANG MEMBACA
ENNUI 2 : PERFECT
Fanfiction"Kau selalu terobsesi dengan kesempurnaan, aku akan menunjukkan padamu apa itu sempurna." Kehidupan terkadang membuat manusia kalap, ambisi mereka untuk meraih kata sempurna membangkitkan keegoisan dalam jiwa. Tak akan ada kata sesal dalam hidup si...