Win mengaduk minumannya sejak pertama kali pesanannya disajikan.
"Win tidak suka minumannya?" tanya Gulf memecah keheningan diantara keduanya sekaligus menghentikan gerakan tangan Win.
Gulf menjemput Win tepat waktu. Meskipun sudah tau keadaan Alice, Gulf tetap membawa Win makan di luar seperti hari-hari sebelumnya. Win mungkin tidak tau apapun dari tindakan yang Gulf lakukan, tapi Win tau kalau Alice pasti sudah bicara banyak dengan mulutnya, seperti biasanya.
"Kalau Win tidak suka makanan di sini, ayo kita cari tempat lain," ajak Gulf pada sang putra.
"Papa mau tanya tentang Alice? Tanya saja langsung," ujar Win tanpa basa-basi. Win tidak perlu membuang banyak waktu memikirkan tempat strategis hanya untuk membahas soal Alice.
"Tidak. Papa ingin makan dengan Win," jawab Gulf. Namun, itu tidak berarti untuk Win.
"Gara-gara aku, Alice seperti itu karena kami bertengkar di kantin."
"Papa tau, staff kesehatan sekolah sudah memberitahu papa," ujar Gulf. Tapi jawaban santai itu membuat Win semakin bingung.
"Kalian hanya remaja, terkadang tidak apa-apa berkelahi, lagipula kau tidak menyakiti Alice, kan? Dokter juga mengatakan kalau Alice baik-baik saja, hanya sakit kepala biasa," jelas Gulf berusaha memudarkan pikiran buruk Win.
Win mungkin sudah terbiasa disalahkan karena Gulf selalu memihak Alice tanpa pernah mendengarkan oembelaan dari sisi putra kandungnya, Gulf tau itu.
"Alice tidak memberi tahu apa-apa?" tanya Win.
Gulf mengangkat kedua pundaknya, Gulf tidak akan pedulikan aduan putri Kao lagi. Sekarang Gulf hanya akan mendengarkan putranya sendiri, satu-satunya yang sedang Gulf usahakan.
"Biarkan saja dia, daddynya akan mengurusnya. Jadi, bisakah kita kembali makan?"
"Papa tidak bisa berpisah dengan Kao, kan?" tanya Win.
"Tidak. Papa sudah urus surat-suratnya, papa hanya akan hidup bahagia dengan Win, papa ingin menebus kesalahan papa pada Win. Mungkin tidak bisa, tapi papa akan usahakan."
"Kenapa?" tahya Win kemudian.
"Karena Win putra papa, sudah seharusnya papa peduli pada Win saja," jawab Gulf menatap hangat sang putra.
"Bukan. Kenapa papa dan Kao bercerai?"
"Hanya karena sudah waktunya," jawab Gulf pelan.
"Karena papa sudah bosan lagi? Papa bersama Kao saat papa bosan dengan daddy, sekarang papa bersama siapa?" tanya Win.
Gulf menarik napas panjang, tentu ia paham dengan ucapan putranya yang sekarang bukan anak kecil lagi.
"Papa punya orang baru lagi? Sampai kapan papa akan bermain-main seperti ini? Memulai yang baru, berdalih mencari kesempurnaan, lalu bosan-."
"Tidak ada siapapun. Karena Kao tidak bisa diajak hidup. Bagi papa sekarang yang terpenting adalah Win, entah Win percaya atau tidak, papa benar-benar ingin menebus kesalahan papa pada Win."
"Jadi murni karena Kao selingkuh?" tanya Win tersenyum tipis.
"Win ingin mengatakan kalau ini karma untuk papa? Baiklah, papa terima," ujar Gulf santai.
"Aku menyayangkannya," ujar Win, kalimat yang tidak Gulf sangka.
"Sayang sekali pertengkaran kalian tidak sehebat saat papa bersama daddy, sayang sekali durasi yang kalian alami sangat singkat hingga sampai ke tahap perceraian," sambung Win.
"Yang terjadi pada kami belum cukup untuk menebus kesalahan di masa lalu, kan?" tanya Gulf menatap sendu remaja laki-laki yang duduk di hadapannya.
"Yang terjadi pada papa tidak sebanding dengan yang dialami daddy, yang terjadi pada Alice belum sebanding dengan yang dialami Win," Gulf melanjutkan dengan tatapan yang terarah ke makanan di hadapan mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
ENNUI 2 : PERFECT
Fanfiction"Kau selalu terobsesi dengan kesempurnaan, aku akan menunjukkan padamu apa itu sempurna." Kehidupan terkadang membuat manusia kalap, ambisi mereka untuk meraih kata sempurna membangkitkan keegoisan dalam jiwa. Tak akan ada kata sesal dalam hidup si...