ENNUI 2: PERFECT BAGIAN LXXII

464 101 60
                                    

Gulf baru saja menerima kunci kamar hotel. Seluruh kesendirian dalam diri Gulf ia tampakkan pada wajahnya.

Berbaring dibatas kasur berwarna putih hanya membuat Gulf merasa lebih kotor. Sepanjang perjalanan, setiap langkah kaki Gulf terasa ringan. Mulai hari ini, tidak ada lagi yang menahan langkah Gulf, karena bahkan kepingan kecil dari kenangannya bersama dengan Win telah berubah menjadi abu.

Gulf menatap langit-langit. Tak terasa air mengalir dan membuat noda basah. Rasanya baru saja ia merayakan pernikahannya dengan Mew, dan mereka menyambut kehadiran Win dengan suka cita. Penghianatan yang ia buat? Mereka baru bertengkar kemarin. Tiba-tiba Win tumbuh dewasa dan berani menentangnya. Juga, menandatangani surat perceraian dengan Mew hanya terasa seperti mimpi.

Gulf mulai memejamkan mata, mencoba mengingat seluruh kenangan indah agar tidak hilang dari ingatannya. Namun, kehangatan tiba-tiba menyentuh pergelangan tangannya.

"Papa? Pa?" Gulf mengernyitkan kening ketika suara lembut memanggil namanya. Senyuman manis menyambut Gulf ketika matanya pertama kali terbuka. "Kenapa papa belum bangun? Daddy akan pulang hari ini. Ayo siap-siap!"

Gulf menatap putra kecilnya yang mengenakan seragam sekolah menengah pertama, Win berlari melewati pintu setelah memastikan Gulf bangun dari tidurnya.

"Pa! Ayo!" teriak Win dari luar.

Gulf menyusul Win. Putranya tersenyum begitu manis ketika menggandeng lengannya untuk pergi ke dapur.

"Kejutan!"

Win tertawa bahagia setelah Mew menarik tali party popper.

Kue coklat menunggu di atas meja, dengan wajah bahagia Mew mempersembahkan perayaan kecil yang ia dan Win siapkan.

"Maaf karena kembali tanpa memberitahumu. Aku hanya menyiapkan hal sederhana untuk hari ulang tahun pernikahan kita," ujar Mew sembari memeluk Gulf.

Perlahan tangan Gulf terangkat untuk membalas pelukan Mew. Kehangatan begitu nyata membuat air mata Gulf tak terbendung.

"Kenapa Papa menangis?"

Mendengar ucapan sang putra, Mew lantas melepaskan pelukannya dan menatap wajah Gulf. "Kenapa?" tanya Mew, "Aku minta maaf karena terlambat. Aku seharusnya pulang kemarin, tapi penerbangannya ditunda karena ada-."

"Terima kasih karena telah kembali," Gulf berucap pelan sembari mengusap wajah Mew dan Win.

"Kenapa papa menangis?" tanya Win lagi.

"Papa baru saja mimpi buruk. Mimpi yang sangat-sangat buruk."

"Karena papa tidur sendirian? Ini salah daddy!" Win memukul lengan Mew.

"Maaf," ujar Mew menatap Win yang tiba-tiba kesal padanya.

"Jika daddy bilang akan pulang, daddy harus segera pulang. Benar, kan, Pa?"

Gulf menganggu seraya tersenyum haru. Perdebatan kecil antara Win dan Mew membuatnya kembali merasakan hangatnya suasana. Genggaman tangan kecil Win, dan hangatnya tangan Mew ketika memperebutkan dirinya mengembalikan makna dalam kehidupan Gulf.

Sayangnya, makna tersebut tidaklah berarti setelah getaran smartphone menyadarkan Gulf. Mimpi tentang masa lalu yang hangat itu membuat Gulf jauh lebih tersiksa ketika ia terbangun.

Pesan beruntun Gulf terima dari berbagai pihak. Notifikasi terakhir berasal dari pengadilan yang memberitahukan bahwa persidangan akan dilakukan di minggu ketiga bulan ini.

Gulf tersenyum pedih. Berhadapan dengan sebuah akhir tidak selalu menyenangkan. Namun, apa yang Gulf tuai adalah buah dari kesalahannya sendiri.

Gulf mulai merenungi apa yang pernah ia lakukan di masa lalu. Betapa bodoh dirinya karena menyia-nyiakan kesempurnaan yang sejatinya telah menyertai langkahnya selama ini.  Gulf kembali terisak, seandainya saja Gulf sadar sebelum seterlambat ini.

ENNUI 2 : PERFECTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang