Win duduk di halte bus, menatap kosong permukaan aspal yang kasar. Win mencoba melakukan yang terbaik setiap hari, tapi keadaan justru semakin buruk untuknya.
Win tersenyum tipis dalam kesendiriannya, Win membodohi dirinya dengan melakukan segala hal demi kebaikan masa depan, katanya. Lihat sekarang? Win bahkan tidak bisa belajar dengan tangannya, Win melewatkan kelas tambahannya. Sebenarnya yang Win sedang perjuangkan ini apa?
Klakson membuyarkan lamunan Win. Remaja laki-laki itu tidak membuat ekspresi ketika sebuah mobil berhenti di depannya, orang dengan wajah tertutup masker itu menghampirinya lagi.
"Pasti kau belum dapat taksi, ayo, aku akan mengantarmu."
Win bangkit dari duduknya dan menghampiri Mew tanpa menjawab sepatah katapun.
"Kau tidak menolak ku kali ini?" gurau Mew ketika Win baru menutup pintu mobil.
"Tidak," jawab Win singkat.
"Baiklah," balas Mew lambat. "Cepat pasang sabuk pengaman, aku akan segera menginjak pedal gas."
"Aku tidak akan memakai sabuk pengaman, tolong menyetir hati-hati." Mew yang tadinya tak sabaran kini menoleh ke belakang, matanya terhenti pada kasa putih yang membalut tangan Win.
"Ada apa dengan tanganmu?" dada Mew sesak, pikirannya berkecamuk melihat keadaan sang putra. Darimana Win mendapatkan lukanya? Win tidak mungkin menyakiti dirinya sendiri lagi, bukan? Apa benar-benar tidak ada yang memeluk putranya sampai Win harus mengalihkan sakitnya?
"Hanya luka kecil, tidak masalah."
"Mau ke rumah sakit?"
"Tidak perlu, perawat baru saja mengobatinya tadi siang."
Mew berusaha mengangguk dan memenangkan diri, "kau tetap sekolah walaupun terluka seperti itu?"
"Benar, aku tidak bisa menggunakan tanganku untuk belajar, pasti itu yng anda maksud, kan? Aku hanya harus pergi ke sekolah, jika tidak bisa mengikuti pelajaran dengan baik, setidaknya harus memiliki catatan kehadiran yang baik."
"Tidak apa-apa mengambil izin jika itu sangat menyakitkan, Win."
Win menatap orang yang baru saja menyebut namanya, "iya?"
"W-Win, namamu Win, kan? Aku membacanya di seragammu." ucap Mew gelagapan.
"Oh," jawab Win pelan.
"Kau belajar begitu giat, apa yang kau tuju? Universitas terbaik?" tanya Mew setelah berdehem kecil.
Win menghela napas. "Entahlah, hanya mengikuti arus." sejauh ini, apa yang Win tuju bukanlah tujuannya, seperti mencari yang tidak diperlukan.
"Hanya ikan mati yang mengikuti arus, kan?" gurau Mew.
Win menatap kearah luar jendela ketika mobil yang ia tumpangi memasuki wilayah perkotaan, "ikan hidup yang berjuang melawan arus juga akan mati kehabisan tenaga, pada akhirnya mereka harus mengikuti arus. Justru lebih buruk bagi mereka, mereka harus hanyut lagi ke tempat yang mereka coba lewati mati-matian, hingga mati sungguhan."
Mew tak menjawab perkataan putranya, tapi matanya bisa menangkap rasa lelah yang ada ada wajah Win. Putranya sudah dewasa, sangat dewasa, Mew percaya Win akan menghadapi semuanya dengan mudah, apapun yang Win rasakan Mew percaya putranya mampu bertahan sampai ia dapat secara terang-terangan memeluknya.
••• • •••
Pagar tinggi dan suram, Win merasa lucu setiap kali dirinya pulang. Kaki Win selalu terhenti didepan pintu, tempat tinggalnya sudah tidak layak ditinggali, entah kapan ia bisa menggunakan haknya untuk pergi dan membebaskan diri.
KAMU SEDANG MEMBACA
ENNUI 2 : PERFECT
Fanfiction"Kau selalu terobsesi dengan kesempurnaan, aku akan menunjukkan padamu apa itu sempurna." Kehidupan terkadang membuat manusia kalap, ambisi mereka untuk meraih kata sempurna membangkitkan keegoisan dalam jiwa. Tak akan ada kata sesal dalam hidup si...