Bang Bang

29 2 2
                                    

11.26

Dini hari yang gelap, Evans berusaha berkali-kali mencoba mencari tahu di mana keberadaan Arin tapi wanita itu seakan tak terdeteksi.

Rasa khawatirnya sampai membuat Evans terus menggertakkan gigi.
Ia juga sudah mengerahkan seluruh anak buahnya untuk menyusuri setiap selah yang memungkinkan istrinya ada.
Dan sampai detik ini dirinya masih menunggu.

Dari pintu Satria berlari terburu-buru dengan raut muka panik. Dia memegang telpon dan memberikannya pada Evans tanpa bicara apapun.

"Guillox, datanglah dalam sepuluh menit atau wanita ini lenyap"

Binar matanya berubah dan dia tahu ini sebuah keterkejutan paling mengguncang, ia segera berdiri dan berlari menuju ke bawah.

Dia yang menyupir dan kecepatan yang di tempuh benar-benar gila. Bahkan yang lain tidak bisa mengejar mobilnya.

Dia di perintahkan untuk datang ke sebuah jembatan kosong di dekat kota yang aliran airnya mengarah ke laut.

Suara mobilnya yang menderum keras apalagi saat mengerem ketika ia sampai di lokasi, menjadi sebuah peringatan jika ia sedang terburu-buru dan marah.

Ia sudah mengisi penuh kaliber dan turun untuk menemui dia yang seharusnya sudah meninggal dua bulan lalu. Bahkan Evans tidak mematikan mesin mobilnya terlebih dahulu saat itu.

Di hadapannya, melihat Arin di cekal oleh seorang pria tua yang kepalanya nampak berdarah.

Evans menatap Arin, wajah istrinya menatap ke arahnya dengan raut ketakutan, sudut bibirnya terluka dan berdarah, pipinya basah dan merah satu sisi.

Ali menunjukkan sebuah earpiece dan alat pelacak sebelum membanting dan menghancurkannya dengan di injak dengan keras.

"Jadi bukan kau yang mati saat itu, benar?" Tebak Evans.

Evans sudah bersiap-siap jikalau pria ini hendak melukai Arin dengan pistol di belakang tubuhnya.

"Kau yang membunuhnya, jangan bersikap sok benar dengan mengatakan dia mati"

Ali menyodorkannya pistolnya pada Arin di sampingnya.

"Letakkan pistol mu, tangan di atas kepala"

Arin menggeleng, jika Evans melakukan itu dia yang akan di habisi. Evans diam sejenak, melihat raut istrinya yang penuh dengan permohonan ia harus kuat menyiapkan tubuh demi Arin. Dia sudah berjanji tidak akan kehilangan lagi kali ini, melihat pistol itu dekat dengan istrinya membuat dirinya gentar.

Dia, dengan seluruh rasa percaya jika hubungan mereka adalah hubungan paling menyenangkan selama dirinya hidup.

Evans meletakkan pistolnya dan mulai mengangkat tangannya, belum lama saat tiba-tiba Ali menembak kaki Evans.

"EVANS!" Teriaknya histeris berusaha melepaskan diri dari Ali tapi kedua tangannya telah lebam karena perkelahian sebelum ini.

Kepala Ali yang terluka? Ia adalah penyebabnya tapi balasan yang ia dapat lebih dari itu, Arin harus bersyukur karena dirinya wanita.

Evans berusaha melawan di saat itu. Namun, dua pria berbadan menahan dirinya dan satu terus menyerang dirinya. Sebuah pukulan terlayangkan padanya. Dia di paksa untuk berdiri meskipun kesakitan.

"Tolong lepaskan dia, tolong lepaskan, dia tolong lepaskan dia" Minta Arin dengan air mata yang terus menerus keluar.

"Evaaannnss!"

Setiap kali penganiayaan yang mereka orang jahat lakukan Arin selalu meminta pengampunan.

Ali Sadikin hanya tertawa senang, dia malah menikmati hal ini. Dan masih terus menyodorkan pistol padanya.
"Tolong jangan bunuh dia, jangan bunuh dia, aku aja jangan dia, jangan bunuh diaaa, tolong ja, jangan bunuh dia"

On Business 21+ [ Arin & Evans ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang