Ma'am?

38 3 2
                                    


.

.

.

Mereka masih melanjutkan berbelanja, Arin mengambil tiga kotak besar susu. Tadi pagi tak ada susu di kulkas Evans jadi ia membelinya.

Mereka berdua berpencar tapi tidak terlalu jauh. Arin sedang memilih pasta gigi sedangkan Evans berdiri sambil melihat-lihat perlengkapan mandi di sampingnya. Entahlah ia tidak tahu kenapa bisa berdiri di rak itu.

Seorang pria melewatinya dan berhenti di sampingnya, Evans sekedar melirik ketika pria asing itu mengulurkan tangannya untuk mengambil produk pengaman.

'Wah beruntung sekali dia'
Batin Evans, ia lantas melirik punggung Arin, andaikan wanita itu tau betapa tersiksanya dia.

Arin akan mendapatkan penghargaan wanita terkejam jika ada sebuah acara penentuan wanita paling tega.
Mana mungkin bisa pria di suruh menahan gairahnya.

"Apa mungkin ku paksa saja dia"
Gumamnya masih menatap Arin.
Evans menghela nafas, mungkin setelahnya ia akan di usir jika benar-benar melakukan hal itu.

Ia sudah menganalisis laporan tentang percintaan Arin. Wanita itu payah dalam hal percintaan sayang sekali, istrinya pasti sangat kesepian dulu.
Tidak ada pria, tidak ada kencan. Seluruh hidupnya hanya di penuhi kerja keras, Caya pun terlihat tidak berbeda jauh. Sungguh ikatan persahabatan yang kuat, Evans sampai mengelengkan kepala.

Mereka akhirnya selesai pada kegiatan baru ini.
Sempat saja ia membeli pisang, Arin masih mengingat Evans menyukai pisang goreng. Pria blasteran yang menggemaskan, ia merasa ikut senang jika bisa membuat dia merasa bahagia dengan hal tentu saja.

"Apa bulan Maret kita bisa melihat hujan meteor? Aku ingat ada yang menawarkan ku hal itu"

"Kamu tertarik ternyata, aku selalu bisa melakukannya. Berdoa saja saat itu cerah dan tidak mendung"

Arin melihat ada banyak kemasan permen di dalam troli mereka. Membuat wanita itu mengambil salah satu kemasan dan menatapnya heran.

"Agar aku bisa membuat sakau ku lebih baik"
Evans menjelaskan karena tau pertanyaan di pikiran Arin.

"Tapi apakah perlu sebanyak ini?"

"Andai kau tau berapa sering aku mengalaminya. Dan aku yakin kamu pasti keberatan jika aku terus meminta kiss"

"Oke oke beli saja yang banyak"

Keberatan? Sebenarnya tidak, tapi...ya Arin sedikit merasa malu saja. Cukup menjelaskan kenapa ia terlihat kaku dan tegas padahal sebenarnya tidak.

Baiklah belanjaan mereka mungkin sudah cukup, hanya beberapa makanan pokok dan Snack juga detergen.

Evans yang membayar semuanya, senang rasanya punya ATM berjalan saat ini. Andai saja ia bertemu Evans sejak awal.

"Berbelanja benda-benda ini ternyata murah"
Evans sejenak menatap nota pembayaran saat bicara begitu.

Murah? Sebenarnya itu tarif normal untuk kalangan menengah ke atas. Banyak orang yang mempertimbangkan untuk berbelanja di supermarket karena harga.
Tapi untuk pria kaya, suka suka dia saja itu uang Evans.

"Memang kau bisanya berbelanja apa?"

"Peluru ... dan beberapa senjata, ah dan baju anti peluru"

Arin menampilkan raut aneh. Pria ini memang sedikit aneh. Mana mungkin peluru adalah bahan belanjaan. Pria mengerikan.

Mereka pulang ke rumah, terlihat Riko dan satria berada di lobi. Mereka berdua menyapa begitu sopan.

Satria langsung bicara pada Evans tentang sesuatu sedangkan Riko mengambil barang belanjaan dari tangan Arin.

On Business 21+ [ Arin & Evans ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang