"Makasih, Ken!" Ayyara turun dari mobil.
"Sama-sama. Besok, lo mau gue jemput?" Tanya Kenzie.
"Nggak usah, gue diantar sama Pak Saiful. Lo mau masuk dulu?" Tawar Ayyara.
"Kapan-kapan! Gue pulang dulu ya, Aya! Dahh..."
"Dahhhh..."
Ayyara melambaikan tangannya pada Kenzie. Setidaknya dia memiliki teman akrab di dunia ini nantinya. Dia juga satu kesukaan dengannya. Ini cukup membuat Ayyara bahagia. Akhirnya dia memiliki hal yang membuatnya bisa hidup di dunia ini. Ayyara berjalan masuk ke rumahnya dengan hati riang gembira. Besok dia akan membeli banyak album untuk dipajang di dalam kamarnya.
Dari ini dan itu, semuanya!
"Siapa itu?" Tanya Dirga menyilangkan kedua tangannya.
"Temen!"
"Temen? Lo punya teman? Hahaha... Nggak mungkin, cewek kaya lo nggak mungkin punya!"
"Emang gue cewek kayak gimana sih kak? Apa gue salah punya temen? Iya? Lo aja punya temen masa gue nggak? Jangan ganggu gue, gue juga nggak akan ganggu lo! Gue capek mau istirahat!" Ayyara menatap tajam Dirga.
"Gue denger lo ganggu Jihan lagi. Sekarang apa? Bukannya gue udah bilang jangan ganggu dia lagi?" Dirga mencekal lengan Ayyara.
Ayyara menarik napasnya dan menatap wajah Dirga. Apa kakaknya juga menyukai Jihan? Benar! Mungkin iya. Ayyara tersenyum dan menarik tangannya dari Dirga.
"Sorry, kak! Gue nggak mau ganggu Jihan lagi atau ngejar-ngejar Zidan lagi. Kakak tahu kenapa? Soalnya gue udah punya calon pacar! Jadi jangan bahas-bahas Jihan lagi! Gue nggak akan ganggu mereka lagi mulai sekarang!"
"Lo apa? Calon pacar?"
"Iya? Kenapa? Dia lebih ganteng dari Zidan terus dia baik, perhatian, pokoknya dia lebih baik dari pada Zidan! Gue nggak suka sama Zidan!" Teriak Ayyara kencang.
Heesung Oppa nya lebih tampan berkali-kali lipat!
Jadi untuk apa mengejar cinta Zidan? Lebih baik mengejar cinta Heesung Oppa disana! Ayyara berjalan pergi meninggalkan Dirga tapi langkahnya berhenti saat melihat Zidan dan beberapa orang berada di ruang tamunya. Mereka sedang melihat Ayyara yang baru saja datang. Jadi apakah Zidan juga teman kakaknya?
"Permisi, silahkan dilanjutkan!" Ayyara menunduk dan berlari ke kamarnya.
Kenapa banyak orang dirumahnya?
💝💝💝
"Kenapa hatiku cenat-cenut tiap ada kamu! Selalu diriku malu tiap kau puji aku?"
"Non! Non nggak makan?" Tanya Bibi Lisa membuka pintu kamar Ayyara.
Ayyara menari-nari dan bernyanyi merapikan baju-bajunya sendiri. Dia sedang memilah dan memilih baju yang cocok untuknya sendiri. Dia bukan Ayyara yang suka memakai baju feminim. Dia juga tidak suka itu. Dia lebih suka celana training dan kaos besar. Ayyara tersenyum bangga dan melihat Bibi Lisa.
"Temannya Kak Dirga udah pulang?" Tanya Ayyara.
"Belum! Mereka masih disini!"
Ayyara menghembuskan napasnya, dia mau turun ke bawah dan bertemu teman-teman kakaknya lagi. Apalagi Zidan!
"Bawa kesini aja! Aku mau makan di kamar!"
"Tapi Den Dirga minta non turun buat makan sama-sama."
"Kakak? Kok bisa?"
"Saya mana tahu non. Sejak pulang non belum makan apa-apa. Ini juga udah malam!"
Malam? Ayyara melihat ke arah jendela yang terbuka lebar. Sejak kapan dia berada di dalam kamarnya? Dia bahkan tidak tahu jika hari telah menjadi malam. Ayyara mengangguk dan segera turun bersama Bibi Lisa.
Beberapa laki-laki sudah berada di meja makan menunggunya. Mereka tampak melihat Ayyara yang datang dan duduk di kursi paling pojok.
"Kenapa disitu?" Tanya Dirga melihat Ayyara.
"Ini kosong!"
"Hah... Lo mau apa lagi sih Ay? Mau narik perhatian? Tempat duduk lo disini!" Tunjuk Dirga pada kursi di dekatnya.
"Masa? Sejak kapan kita deket? Udah aku disini aja! Bi, aku mau ayam, sambal, sama lalapan!" Pinta Ayyara pada Bibi Lisa yang mengambilkan makanan untuknya.
"Siap non!" Bibi Lisa mengambilkan apa yang Ayyara pinta dan menaruhnya di depan Ayyara.
"Terima kasih Lisa Blackcard! Aku mau cuci tangan dulu!" Ayyara pergi dan mencuci tangannya.
Untuk apa menggunakan sendok jika dia memiliki tangan untuk merasakan kenikmatan ayam dan nasi? Ayyara tersenyum dan bersiap untuk makan malam yang nikmat ini.
"Lo pakai tangan?" Tanya Zidan tidak percaya Ayyara melakukannya.
"Hah... Udah makan aja! Makan tinggal makan nggak usah banyak tanya!" Ayyara menaikkan satu kakinya dan memakan makanannya sembari melihat video Heesung Oppa yang sedang menari.
Dia tersenyum dan memasukan makanannya dengan begitu bersemangat. Ini baru namanya makan!
"Ayyara! Kaki lo!" Dirga menatap tajam Ayyara yang tidak seperti biasanya.
"Apa sih? Udah makan aja! Biasanya juga gitu kan? Sejak kapan kakak perhatian kayak gini? Nggak usah peduliin aku. Aku juga nggak akan lama-lama disini!" Ayyara menyantap makanannya tanpa minat lagi.
Dia menghabiskan semuanya secepat mungkin. Dia tidak mau berlama-lama dengan teman-teman kakaknya. Apa salahnya dia seperti ini? Ini kan rumahnya? Ayyara melihat mereka yang masih diam dan memperhatikannya. Pantas saja sejak tadi dia tidak bisa menelan makanannya dengan mudah.
Mungkin mereka kurang tontonan sampai melihatnya seperti topeng monyet.
"Selesai! Aku udah makan!" Ayyara mengambil piring dan handphonenya pergi.
Dirga menatap Ayyara dari dapur dan sampai pergi dari pandangannya dengan raut wajah kesal. Sejak kapan dia berubah menjadi adik yang tidak memiliki sopan santun seperti itu? Sejak kapan juga dia banyak bicara panjang lebar seperti ini?
Apakah dia benar-benar lupa ingatan?
"Adik lo kenapa?" Tanya laki-laki bertindik.
"Aneh banget! Dia kesurupan?" Tanya laki-laki memakai hoodie.
"Kayaknya nih, adik lo emang ketempelan makhluk halus! Fix, kita harus panggil ustadz!" Seorang laki-laki bersiap menghubungi seseorang.
Dirga menggeram marah dan mengepalkan tangannya. Tidak mungkin Ayyara kesurupan atau apapun itu. Dia tidak percaya hal-hal seperti itu.
Zidan menatap kepergian Ayyara dan memilih melanjutkan acara makannya. Harusnya dia senang akhirnya Ayyara tidak mengganggunya! Bukankah seperti itu? Tapi kenapa hatinya seperti tidak rela?
Apa yang salah pada dirinya?
Perubahan Ayyara begitu tiba-tiba!
💝💝💝
Salam ThunderCalp!🤗
Kisah klise transmigrasi tapi lama-lama kalian bakalan tahu ada yang beda dari cerita ini!
Jangan lupa like, komen, dan share!
See you...
KAMU SEDANG MEMBACA
Masuk Ke Dalam Novel ( END )
Teen FictionBagaimana jika harapanmu menjadi kenyataan? Itulah yang dirasakan Sekar, dia harus menelan pil pahit saat terbangun dari tidurnya. Bukan lagi kamar sempitnya tapi sebuah tempat yang begitu luas serta orang-orang asing baginya. Tapi dimana dia sekara...