Bagian Dua

10.6K 493 7
                                        

Suasana belakang panggung malam itu sedikit heboh akibat kehadiran Devan. Beberapa panitia gigs yang rata-rata mengidolakan Devan dibuat salah fokus dengan kehadiran Saskia yang datang membawa sahabatnya.

"Seneng kalian?" Tanya Saskia sambil membenarkan posisi ear monitor di telinga kanannya.

"Kok tiba-tiba ada kak Devan?" tanya salah satu panitia yang kemungkinan usianya tiga tahun di bawah Saskia.

"Aku jadi body guard malam ini," sahut Devan sambil memberikan air minum ke arah Saskia. "Habisin dulu biar gak seret."

"Jangan lah, nanti gue pengen pipis di atas panggung kan gak lucu," sahut Saskia. Ia menerima botol minum dari Devan namun tidak ia minum.

Suara riuh penonton yang tidak pernah berubah antusiasnya saat melihat Saskia di atas panggung membangkitkan semangat Saskia. Suara riuh dan antusias itu selalu menjadi alasan Saskia bisa bahagia dan bertahan sampai sejauh ini. Yang selalu membuat gadis itu semangat melahirkan karya-karyanya. Malam itu, Saskia mengisi acara di Jakarta. Enam lagu miliknya ia nyanyikan di atas panggung dengan rasa bahagia dan haru yang masih sama setiap kali ia berdiri di atas panggung.

"Ini adalah lagu terakhir dari saya untuk malam ini," ucap Saskia di atas panggung.

Sorak penonton yang menyayangkan itu lagu terakhir terdengar jelas. Saskia hanya menanggapinya dengan senyuman. Kemudian kembali bernyanyi. Suara merdunya mengalun indah menyatu dengan musik yang dimainkan para anggota bandnya.

Saskia meneguk minuman dari tumbler yang baru saja Devan serahkan padanya. Kebiasaan Saskia sebelum dan setelah bernyanyi adalah meminum air hangat untuk menjaga tenggorokannya.

"Udah ngalahin Dinda aja, lo," seru Saskia menyebut nama asistennya pribadinya itu.

"Makasi, ke," protes Devan.

"Makasi, Van."

Setelah acara selesai, Saskia memberitahu teamnya bahwa ia akan pergi bersama Devan malam itu. Ia juga menyuruh Dinda langsung pulang saja, tidak perlu kembali ke rumah Saskia. Ada urusan pribadi yang harus ia selesaikan. Saskia rasa tidak perlu banyak orang membersamainya. Devan saja cukup setidaknya ada teman yang bisa ia ajak mengobrol di jalan.

"Gimana sama Aisha, Van?" tanya Saskia mengingat hubungan Devan dengan pujaan hatinya itu juga sempat tidak berjalan lancar.

"Bisa fokus ke Rony aja dulu nggak?" Protes Devan sambil sibuk menyetir. Seperti biasa, pemilihan kata dalam kalimat Devan yang kadang terbalik membuat Saskia tekekeh sejenak.

"Kan gue juga mau tau keadaan lo, Van."

"Aishajuga sering cerita kan? Jadi buat apa lo nanyain lagi?"

"Aisha block gue, Van," sahut Saskia yang membuat Devan menoleh sejenak kemudian kembali menatap jalanan di depannya.

Saskia merapikan kerudungnya sejenak kemudian membuka ponselnya karena merasa Devan sudah tidak menanggapinya lagi.

"Rony udah di lokasi," ucap Saskia.

Mobil Devan melaju, membelah jalanan ibu kota yang cukup padat malam itu. Melaju ke satu tempat yang sudah mereka janjikan. Saskia menyetujui untuk bertemu dengan Rony setelah perang batin yang lumayan panjang. Tidak ada salahnya bertemu teman lama. Itu yang ada dalam benaknya ketika ia memutuskan menyetujui ajakan Rony. Gadis itu memilih datang bersama Devan, sebab laki-laki itu juga merupakan sahabat Rony. Setidaknya mereka bisa reunian dan ia bisa meminimalisir percakapan soal perasaan dengan Rony. Maafkan Saskia, Devan, kali ini kamu yang ditumbalkan.

Pukul sebelas lewat dua menit ketika mobil Devan berhenti di sebuah cafe di daerah Kemang. Saskia melangkah memasuki tempat itu sambil merapikan kerudungnya. Ada degup jantung tak biasa yang ia rasakan, namun sesegera mungkin otaknya ia paksa bekerja untuk tetap waras. Devan berjalan di sebelahnya sambil menatap sekeliling. Mencari sosok teman lamanya.

"Ron," sapa Devan ketika matanya berhasil menangkap sosok yang ia cari.

Rony mendongakkan kepalanya. Kemudian berdiri dan memeluk singkat tubuh Devan. Matanya beralih ke gadis berkerudung coklat di sebelah Devan.

"Apa kabar kalian?" tanya Rony setelah ia berjabat tangan dengan Saskia.

Saskia membisu. Kecanggungan antara ia dan Rony terasa begitu mencekam. Dan Saskia selalu benci ada dalam situasi seperti itu. Beruntung ia mengajak Devan. Laki-laki itu berperan sangat penting untuk memecahkan kecanggungan malam itu. Tidak terbayang oleh Saskia bagaimana jadinya kalau Devan tidak datang bersamanya. Bagaimana jadinya kalau hanya ia dan Rony yang bertemu malam itu.

"Habis konser kita langsung ke sini, untung gak macet, sih," tutur Devan yang entah bagaimana dimulainya. Saskia sama sekali tidak bisa menyimak. Ia terlalu disibukkan dengan isi kepalanya.

"Kalian makin keren aja," puji Rony.

"Lo gimana, Ron? Bakal netap di Indo atau balik lagi ke Aussie?" tanya Devan sambil menyuapkan spagetinya.

"Pendidikan gue udah kelar di sana, Van. Gue mau menetap di sini sekarang. Mau bermusik lagi," sahut Rony.

"Bagus itu. Beberapa minggu lalu Mbak Olivia sempet nanyain lo. Lo ada ketemu sama dia?"

Rony meneguk minumannya sejenak sambil sesekali melirik Saskia yang tampak fokus dengan makanannya. "Ada. Dua hari lalu gue ketemu MbakOliv. Dia ngajakin gue gabung ke labelnya lagi."

"Wah, bagus dong. Gue sama Saskia juga ada di labelyang sama. Siapa tahu nanti kita bisa kerja bareng lagi. Ya kan, Ki?" Devan menyikut lengan Saskia yang sedari tadi hanya diam.

"Ya, Ron. Gak sabar nunggu rockmantic comeback," sahut Saskia.

Rony menanggapinya dengan senyuman. Semenjak memilih beristirahat sejenak dari dunia hiburan, Rony merasa benar-benar tidak sabar untuk kembali berkarya lagi. Ia merindukan moment paling melelahkan sekaligus menyenangkan dalam hidupnya itu.

"Lo udah nonton filmnya Devan belum, Ron?" Tanya Saskia sambil menatap Rony.

"Devan manin film?" Rony terlihat terkejut mendengar perkembangan sahabatnya yang pesat itu.

"Pemeran utama, lagi," sahut Saskia. Gadis itu selalu merasa bangga membahas karir Devan.

"Mencoba menjajaki hal baru aja Ron. Sambil melebarkan sayap," ucap Devan.

"Wah, gue bangga banget. Kalian hebat banget. Boleh gak Ki temenin gue nonton filmnya Devan?"

Pertanyaan Rony membuat Saskia terdiam. Namun berbeda dengan Devan. Ia mengerti Rony hanya ingin punya waktu untuk mengobrol berdua dengan Saskia.

"Boleh, dong," Devan membuka suara membuat Saskia mendelik ke arahnya.

"Kan yang ditanya gue, Van," Protes Saskia.

"Jawabannya juga sama. Jadi gue wakilin."

Pertemuan ketiganya berjalan dengan lancar malam itu. Pertemuan pertama setelah tiga tahun Rony menghilang tanpa kabar. Gelak tawa masih menghiasi ketiganya. Obrolan random mereka ternyata tidak pernah berubah meski mereka telah beranjak dewasa. Tidak lupa pembahasan tentang kejadian-kejadian menggelikan di masa lalu yang mampu mengundang tawa mereka.

"Besok sore gue manggung di PIM, kalau ada waktu datang aja. Gue manggung sama Starla," ucap Saskia menyebut nama salah satu temannya di ajang pencarian bakat dulu.

"Habis manggung, nonton gimana Kia? Tapi jangan ajak Starla. Ada yang pengen gue omongin."

Saskia mengangguk dan Devan tersenyum penuh arti. Menghilangnya Rony selama tiga tahun ternyata mampu mengikis dinding gengsi laki-laki itu. Devan terkekeh sejenak.

*****

Thank you for reading.

**tinggalin vote dan komen jangan lupa ya**

Terimakasih

Masih AdaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang