"Ron," panggil Saskia.
Saat itu mereka sedang duduk berhadapan di sebuah coffee shop dekat studio Saskia. Tempat yang tiba-tiba mereka temukan saat perjalanan pulang selepas latihan band.
"Sebenarnya ada yang ganggu pikiran gue belakangan ini," ucap Saskia.
Rony yang sedari tadi menatap wajah gadis itu sembari menyesap americano miliknya kini mamasang wajah lebih serius. Ia benarkan posisi duduknya kemudian melipat tangan di atas meja mengisyaratkan ia antusias menanti lanjutan cerita Saskia.
"Gue takut ceritain ini," ucap Saskia lagi yang membuat Rony mendengus kesal. Namun segera ia redam.
"Apa yang lo takutin?"
"Soal tanggapan lo setelah dengerin cerita gue."
"Tanggapan kaya apa yang lo takutin?"
Saskia menghembuskan nafas berat sembari memainkan sedotan dari lemon tea yang dipesannya.
"Gue takut lo jauhin gue."
Rony meraih tangan Saskia. Mengelus punggung tangan gadis itu dengan ibu jarinya. Matanya menatap kedua mata Saskia dalam.
"Lo segitu gak percayanya ya, Ki kalau gue gak akan ninggalin lo?"
"Bukan gitu Ron," tukas Saskia. Ia bingung harus mulai bercerita dari mana.
"Gue cuma ngerasa udah gak utuh aja. I am not that worth enough for you."
"Jangan ngomong aneh-aneh. Gak utuh? Apanya gak utuh? Tangan, kaki, mata, hidung, telinga, semua anggota tubuh lo masih utuh."
Saskia menundukkan kepalanya. Ada keraguan dalam dirinya untuk bercerita, namun ceritanya sudah diujung lidah. Rony pasti menunggunya bercerita. Ia menyesap lemon tea yang entah mengapa rasanya jadi hambar. Menarik nafas kemudian menghembuskannya kasar.
"Ada yang videoin gue pas lagi ganti baju," ucap Saskia sembari memejamkan mata. Takut melihat reaksi Rony.
Seperti petir yang menyambar, Rony kaget bukan main dengan apa yang ia dengar. Tangannya mengepal di atas meja. Rahangnya mengeras. Umpatan demi umpatan terlontar dalam hatinya. Kemudian meremas rambutnya kasar. Ia menatap Saskia yang tertunduk. Dadanya nyeri. Ternyata Saskia kembali berhadapan dengan masalah berat.
Rony memejamkan matanya. Menahan amarah yang ingin meluap. Tangannya terus mengepal, ingin meninju apapun yang bisa ditinju. Namun, Rony bukan orang yang implusif. Ia pandai mengolah emosi. Ia menarik nafas berkali-kali, berusaha tenang dan mengambil alih dirinya dari emosi itu segera.
"Kenapa baru cerita?" tanya Rony lirih.
"Gue takut Ron," sahut Saskia.
Rony mengajak Saskia beranjak dari tempat itu. Sebuah cafe dengan banyak pengunjung yang berlalu-lalang sepertinya bukan tempat yang tepat untuk membahas masalah yang lumaian sensitif tersebut. Ditambah mereka adalah publik figur, banyak dikenal orang. Jadi lebih baik mencari tempat yang bisa mengamankan privasi mereka.
Rony tidak menjalankan mobilnya. Ia memilih memandang wajah Saskia yang menatap lurus ke depan. Ia merapikan sedikit kerudung Saskia, menurunkannya karena kulit lehernya yang terlihat.
"Boleh lanjutin ceritanya lagi Ki? Lo masih mau cerita kan?"
Saskia mengangguk kemudian menatap wajah Rony lekat.
"Habis ini lo boleh tinggalin gue dan cari perempuan yang lebih utuh Ron," ucap Saskia dengan nada bergetar.
Rony menggeleng. "Kia, please. Jangan ngomong yang aneh-aneh ya."

KAMU SEDANG MEMBACA
Masih Ada
Fiksi PenggemarKembalinya Rony setelah tiga tahun menghilang tanpa kabar menciptakan kebingungan dalam hati Saskia Rony tiba-tiba menghubunginya lagi. Laki-laki itu juga kembali membuka kenangan yang susah payah Saskia kubur dalam hidupnya. Ketika Rony kembali, a...