Bagian Dua Puluh Tujuh

6.1K 355 10
                                    

Rony memarkirkan mobilnya di parkiran sebuah lounge di kawasan Jakarta Selatan. Saskia keheranan sembari menatap wajah laki-laki di sebelahnya itu. Apa lagi rencananya kali ini?

Mereka melangkah memasuki tempat itu. Disambut hangat oleh seorang host yang kemudian mempersilahkan mereka duduk dan menunjukan sebuah menu yang bisa mereka dipilih. Setelah memutuskan makanan apa yang akan dimakan nanti, host tersebut memberi mereka beberapa arahan mengenai apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan nanti.

Setengah jam kemudian, Saskia dan Rony diarahkan menuju sebuah meja bundar dengan kapasitas empat orang. Di kanan dan kirinya terdapat beberapa meja dengan bentuk yang sama. Seorang pegawai memasangkan sabuk pengaman di kursi mereka secara bergantian. Kemudian benda yang mereka pijaki itu perlahan terangkat. City view kota Jakarta terpampang nyata di depan mereka ketika restoran melayang yang mereka kunjungi itu berhenti di ketinggian sepuluh meter.

Dulu mereka sering melewati tempat itu, dan Saskia selalu mengatakan kalau ia sangat penasaran sensasinya makan di atas sana. Dulu Rony bilang akan mengajak Saskia makan di tempat itu suatu hari nanti. Dan kali ini, Rony sedang memenuhi janjinya meskipun jantungnya berdegup kencang. Ngeri sekali rasanya melayang di ketinggian setara dengan bangunan lima lantai, dengan angin yang menerpa tubuhnya. Ia hanya berpikir bagaimana jika crane yang membantu mereka melayang di udara itu tiba-tiba terjatuh.

"Pucet amat itu muka," seru Saskia ketika melihat wajah Rony. Ia terkekeh sejanak melihat laki-laki itu berusaha menahan takutnya.

"Kalau takut kenapa bawa gue kesini?" tanya Saskia masih tersenyum meledek ke arah Rony.

"Kata siapa gue takut? Nggak, ya," sahut Rony. Ia mencoba menetralkan detak jantungnya dan membiasakan diri dengan ketinggian itu.

"Serius?"

Rony tidak menjawab. Ia tersenyum pada seorang waiter yang menghampiri mereka untuk menyajikan makan pembuka. Waiter tersebut tersenyum menyapa Saskia dan mengatakan bahwa ia adalah penggemar berat Saskia.

"Gue inget banget dulu lo pengen banget ke sini," ucap Rony sembari menikmati makanannya.

"Masih inget aja," gumam Saskia.

Saskia memutar kursinya, membuat kakinya tidak lagi menapak. Ia benar-banar merasa seperti terbang. Ia ayunkan kakinya di udara sembari menukmati keindahan pemandangan malam kota Jakarta.

Sementara Rony, detak jantungnya masih tak karuan. Melihat ke bawah membuat jantungnya serasa mencelos. Belum lagi melihat kelakuan gadis di sebelahnya yang tidak bisa diam. Memutar-mutar kursinya, mengayunkan kakinya, ditambah dengan gadis itu yang selalu bergerak.

"Kia! bisa diem nggak?"

Saskia menurut mendengar ucapan Rony. Ia kembali memutar kursinya, dan meletakkan kakinya pada pijakan kaki di bawah meja. Rony menghembuskan nafas lega.

"Kalau takut mending kita turun aja deh Ron," ucap Saskia. Gadis itu tahu Rony sedang setengah mati menahan rasa takutnya.

"Mana bisa turun seenak jidat," sahut Rony.

Saskia terkekeh. Baru lima belas menit mereka di atas, artinya masih tersisa empat puluh lima menit lagi. Rony yang malang, pasti ia sudah tidak tahan ingin turun.

"Coba puter kursi lo Ron, asik tahu," seru Saskia sembari memutar kembali kursinya.

"Kia! balikin lagi!"

"Takut kan lo?"

"Ck," Rony berdecak. Ia memutar kursinya. Matanya terpejam ketika pijakan kakinya terlepas. Ia mencoba menikmati sensasi melayang itu namun lagi-lagi jantungnya terasa mencelos.

Masih AdaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang