Bagian Enam Puluh Lima

6.3K 387 22
                                    

Rony mendudukkan dirinya sembari tersenyum penuh arti ketika melihat seluruh anggota keluarganya menatap dengan tatapan tajam. Ia menggaruk tengkuknya yang tidak gatal kemudian memamerkan deretan giginya.

"Bagus ya, Ny. Bukannya fokus sama pernikahan, lo malah bikin ulah!" Rey yang pertama membuka suara.

"Kamu ini memang suka bikin orang ketat-ketir ya, Ny," timpal Mama Rony.

"Maafin Ony. Di kalender gak ada hari apes, jadi dia bisa datang kapan aja," sahut Rony.

Semua orang mendengus. Si Rony ini kadang tidak dewasa.

"Kalau tahu apes bisa datang kapan aja, harusnya kamu bisa antisipasi."

"Ya, Ma. Maaf ya," pinta Rony sembari merangkul mamanya.

"Tapi kan Ony aman. Aku gak sentuh benda terlarang itu, minum aja nggak. Si Devan aja yang minum juga aman kok. Karena kita berdua gak make," sambung Rony.

Papa Rony mendengus mendengar penjelasan anaknya. Rony telah membuat semua orang ketakutan, tapi ketika pulang ia malah cengengesan. Keterlaluan sekali.

"Mulai sekarang kamu Papa larang keluar rumah kecuali urus kerjaan. Itu juga kalau bener-bener urgent."

"Gimana Pa?"

"Sampai hari pernikahan kamu, kamu harus tinggal di rumah. Gak boleh kemana-mana. Rey atur jadwal dia. Usahakan seminimal mungkin ada acara di luar rumah. Kalau ada meeting usahakan online."

"Tapi Ony mau rekaman lusa, Pa."

"Kan Papa bilang kalau urgent kamu boleh keluar. Tapi Rey harus nemenin. Sisanya kamu harus tinggal di rumah."

Rony menghela nafas berat. "Kalau Ony kangen Saskia gimana?"

Rey memukul kepala adiknya, "Saskia mulu yang ada di kepala lo."

"Nggak ada, anggap aja kamu lagi dipingit," sahut Papanya membuat Rony mendengus. Bagaimana bisa ia menahan rindunya?

"Gue sama Papa udah urus Hana sesuai permintaan lo. Lo sendiri yang bilang mau fokus sama persiapan pernikahan. Tapi lo malah bikin ulah. Masih mending dihukum gak boleh keluar rumah, kalau dihukum gak boleh nikah, mau lo?" Rey geram sendiri pada adiknya itu.

Rony memandang seluruh anggota keluarga yang sedang berkumpul itu dengan tatapan nelangsa. Tidak ada yang bisa memahami perasaannya.

****

Saskia dan Aisha sedang berjalan dalam salah satu mall di Jakarta Pusat. Kata Aisha ia ingin menghabiskan waktu bersama Saskia sebelum sahabatnya itu menikah. Nanti setelah Saskia menikah ia khawatir tidak akan memiliki banyak waktu lagi bersama Saskia.

"Kuliah kamu gimana, Sha?" tanya Saskia sembari menyuapkan es krim ke mulutnya.

"Aku udah mulai skripsian, Kak. Jangan bahas kuliah, yuk. Males," sahut Aisha. Ia benar-benar penat dengan urusan yang satu itu.

Saskia menghentikan langkahnya, kemudian menepi ketika ponselnya berdering dan Rony memanggilnya. Padahal tadi ia sudah mengatakan akan pergi bersama Aisha dan tidak ingin diganggu, namun Rony tetap mengganggunya.

Saskia menunjuk sebuah kedai kopi di dalam mall tersebut yang lumaian sepi. Memberi istarat pada Aisha agar mereka pergi kesana. Aisha menurut tanpa menjawab karena tahu Saskia sedang menerima telepon.

"Kenapa Ron? Kan tadi aku udah bilang mau jalan sama Aisha."

Saskia mendengarkan ocehan Rony sembari mendudukkan dirinya di kursi dekat jendela.

"Ada hal penting yang harus aku bilang ke kamu, Ki."

"Apa, Ron?"

"Sayang, aku gak dibolehin keluar rumah sama papa. Katanya dihukum karena kejadian kemarin."

Masih AdaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang