Ini kelanjutan chapter sebelumnya ya. Jadi masih flashback 3 tahun lalu. Happy reading ❤❤❤
Hana membanting ponselnya setelah membaca komentar-komentar buruk yang masih saja tertuju padanya. Kemudian menangis sejadi-jadinya. Volume musik yang diputarnya sangat kencang, membuat ia lebih leluasa menangis sambil berteriak. Gadis itu merasa hidupnya tidak adil. Teman-teman seperjuangannya begitu dieluh-eluhkan oleh masyarakat di luar sana. Namun dirinya, ia justru menjadi bahan olok-olak jari-jari jahat. Segala yang ia lakukan selalu salah di mata orang-orang. Bahkan diamnya saja diusik.
Pikirannya beralih ke kehidupan keluarganya yang berantakan. Ayahnya yang selingkuh kemudian memilih meninggalkannya dan sang ibu demi selingkuhannya. Luka itu masih membekas di hati Hana, dimana ia harus bersimpuh di kaki ayahnya agar laki-laki itu tidak meninggalkan mereka. Namun dia tetap pergi. Hana kembali membandingkan hidupnya dengan orang lain. Orang yang memiliki keluarga harmonis. Anak yang masih memiliki orang tua lengkap. Tidak seperti dirinya yang ditinggalkan sendirian.
Hana kembali berteriak. Percobaan bunuh dirinya tempo hari gagal. Dan ia telah berjanji pada Rony untuk tidak lagi mengulangi kegilaannya itu. Tapi Rony, ia datang pada Hana juga karena kasihan. Tidak ada kasih sayang seperti yang ia harapkan. Jika saja Hana mati, Rony tidak akan merasa kehilangan yang mendalam.
Maka malam itu, untuk kedua kalinya ia melukai dirinya. Hana meraih gunting di dalam laci nakasnya, kemudian menyayat lengannya sambil terus menangis dan berteriak. Gunting itu juga berhasil memotong rambut panjang Hana hingga setengahnya. Ia kehilangan akal sehat. Kepedihan di hatinya tidak bisa ia bendung lagi.
"Apa-apaan sih, Han," komentar Rony keesokan harinya ketika melihat lengan Hana penuh dengan luka sayatan.
Rony menarik lengan Hana, melihat lukanya sambil menghembuskan nafas berat. Ia tidak tahu harus bagaimana lagi menangani gadis itu. Dan Hana, ia segera menarik tangannya dari genggaman Rony.
Saat itu mereka tidak sengaja bertemu di sebuah mini market dekat apartment Hana. Kebetulan Rony baru saja selesai mengisi acara anniversary sebuah klinik kecantikan di dekat sana.
"Gak usah ikut komentarin hidup gue, Ron," seru Hana. Ia melangkah menuju kasir.
Rony mengikutinya tanpa berkomentar. Ia merasa khawatir pada Hana. Gadis itu bisa saja berbuat lebih nekat lagi nanti. Maka ia memutuskan mengikuti Hana sampai apartmentnya. Meski lewat perdebatan panjang karena gadis itu terus menolak, Rony akhirnya bisa membuatnya menurut.
Setelah sampai di apartment Hana, mata Rony langsung tertuju pada ponsel yang telah hancur di lantai. Ia menatap Hana dengan nanar. Kemudian memunguti benda yang berserakan di lantai itu. Rony melangkah kesana kemari, mengamankan benda apa saja yang bisa melukai Hana nanti.
"Ngapain, sih, Ron?" seru Hana sambil menyusul langkah Rony dan mencoba menghentikannya.
"Lo apa-apaan sih, Han? Kenapa jadi begini? Kalau lo butuh orang buat cerita, apa susahnya sih hubungin gue?" Rony masih melakukan aktifitasnya. Ia kumpulkan semua benda tajam yang bisa saja melukai Hana.
Hana terdiam di tempat. "Susah, Ron. Lo bukan siapa-siapa gue. Lo sibuk dengan urusan lo dan lo gak mungkin mau repot-repot ngurusin gue. Banyak orang yang sayang lo di luar sana, kalau mereka tau gue masih ngehubungin lo, gue akan makin dihujat."
Rony menoleh. Melihat air mata Hana telah menggenang membuat ia menghentikan aktifitasnya. Ia mendekap tubuh Hana, berharap dapat membuat gadis itu lebih tenang. Kemudian Rony mengambil segelas air putih dan memberikannya pada Hana setelah berhasil membuat gadis itu duduk.
Hana meminum air dari Rony. Hanya beberapa teguk kemudian melempar gelas itu ke dinding hingga hancur. Rony menatapnya tajam sambil mengepalkan tangannya. Saat itu ia bingung harus berbuat apa. Ia kembali menarik Hana ke dalam pelukannya.
****
Kejadian yang Rony takutkan terulang kembali. Hari itu dengan kecemasan yang sudah sampai pada titik puncak, Rony mematung di depan ruang operasi salah satu rumah sakit di Jakarta. Tangannya mengepal kuat, sesekali ia mengacak rambutnya. Kegilaan Hana makin menjadi-jadi.
Setelah berhasil menyingkirkan semua benda tajam dari tempat tinggal gadis itu, ternyata Hana masih memiliki cara untuk melukai dirinya. Ia dengan nekat meminum racun serangga yang membuatnya berujung di ruang operasi saat itu. Beruntung Rony memiliki firasat yang kuat untuk mengunjungi Hana hari itu, dan beruntung ia sempat bertanya kode akses untuk masuk ke apartmentnya. Dan beruntungnya lagi Rony datang tepat waktu. Sehingga ia bisa melarikan gadis itu segera ke rumah sakit.
Rony paham, ada terlalu banyak hal pelik yang terjadi pada Hana belakangan, dan dalam waktu yang sangat berdekatan. Tahun lalu ayahnya pergi bersama selingkuhannya, kemudian ibunya jatuh sakit dan berpulang. Kemudian ia harus menjadi bulan-bulanan masyarakat karena salah bicara saat podcast.
****
Hari ketiga setelah operasi. Rony duduk di sebelah bangsal rumah sakit sambil mengaduk bubur untuk Hana. Gadis itu berbaring di atas bangsal dengan kepala yang ia tegakkan. Tangannya sibuk memindah chanel tv di depannya. Kemudian ia menangis, melihat siapa yang ditayangkan di televisi.
"Kok nangis?" tanya Rony selembut mungkin.
Kemudian Hana mematikan tvnya dan melempar asal remote di tangannya.
"Kenapa?" tanya Rony lagi.
"Gue gak suka lihat dia," sahut Hana. Rony paham siapa dia yang dimaksud.
"Kenapa sama Saskia? Kalian dulu kan deket banget? Dia pernah bilang ke gue katanya lo malah gak mau ngomong lagi sama dia."
"Gue gak suka sama dia, Ron. Dia punya segalanya. Keluarga yang selalu support penuh, fans yang loyal, teman-teman yang tulus, karir yang bagus, dan dia punya lo yang sayang sama dia. Dia punya semua yang gue gak punya."
Rony menghela nafas. Kemudian menghapus air mata gadis itu tanpa berkomentar. Sebenarnya ia ingin membela Saskia di depan Hana. Mengingat perjuangan gadis itu, rasanya tidak adil kalau hasil akhirnya justru dibenci orang lain. Namun, Rony memilih bungkam. Ia tahu Hana masih terguncang.
"Yaudah, gak usah nonton tv. Makan dulu biar cepet sembuh," ucap Rony. Ia mengambil remot tv di sebelah Hana lalu menyimpannya di laci. Kemudian ia kembali menyuapi bubur pada Hana.
****
Rony menghenpaskan tubuhnya di atas tempat tidur dengan kasar. Ia mengusap wajahnya frustasi. Perbincangannya dengan dokter dan psikiater yang merawat Hana siang tadi membuatnya terus kepikiran.
"Hana membutuhkan ketenangan. Tempat yang bisa membuatnya menepi dari sumber depresinya."
Dan Rony tidak mungkin membiarkan gadis itu pergi seorang diri.
"Kenapa, Ny?" tanya Rey, kakak tertua Rony saat melihat wajah kusut adiknya.
"Bang, kalau gue jadi ambil kuliah di Australia gimana?"
"Lo yakin?"
Rony tampak menimbang sejenak. Sesungguhnya ia telah melupakan rencana itu sejak tahun lalu dan memilih fokus pada karirnya yang mulai menanjak. Namun kali ini, ia merasa ada hidup seseorang yang harus ia lindungi.
"Gue rasa gue harus pergi ke sana, bang," sahut Rony.
Rey tidak bisa berkomentar banyak jika itu sudah merupakan kemauan adiknya. Ia hanya bisa memberi saran agar Rony memikirkannya kembali mengingat karirnya di Indonesia sedang sangat baik.
Dan Rony memutuskan untuk pergi. Meninggalkan segalanya. Membunuh mimpinya dan mengecewakan orang-orang yang menyayanginya. Setelah menjelaskan pada keluarga dan management, juga pada keluarga Hana yang bisa ia jangkau, akhirnya Rony pergi membawa Hana ke Australia. Melanjutkan sekolahnya dan membantu gadis itu sembuh dari depresinya.
****
Makasi udah baca sampai di part ini. Semoga ini bisa mengobati rasa penasaran kalian di part part sebelumnya ya
See you in next chapter.
Thank you
KAMU SEDANG MEMBACA
Masih Ada
FanficKembalinya Rony setelah tiga tahun menghilang tanpa kabar menciptakan kebingungan dalam hati Saskia Rony tiba-tiba menghubunginya lagi. Laki-laki itu juga kembali membuka kenangan yang susah payah Saskia kubur dalam hidupnya. Ketika Rony kembali, a...