Bagian Tiga Belas

6.3K 351 5
                                        

Rony berdiri di depan sebuah supermarket. Memegang stroller sambil memperhatikan wanita di sebelahnya. Ada Hana di sana. Wanita itu menenangkan Aria yang menangis. Dia mengerakkan badannya ke kanan dan kekiri sambil bersanandung ringan, satu tangannya memegang botol susu.

"Tidur dia?" tanya Rony saat tangisan Aria tidak lagi terdengar.

"Jangan berisik," seru Hana. Puteranya itu baru saja terpejam, dan susah untuk membuatnya terlelap.

Kemudian Rony terdiam. Ia memilih menunduk sambil memaju mundurkan kereta bayi di tangannya. Satu tangannya ia masukkan ke dalam saku celananya.

"Ron, ada Devan dan Aisha itu. Gak mau lo sapa?" tanya Hana agak berbisik pada Rony sambil menunjuk ke arah dua orang temannya yang berjalan dari arah parkiran dengan dagunya.

"Nanti aja kalau mereka lewat sini," sahut Rony seadanya.

Ia kembali tertunduk. Tidak mau menciptakan suara bising agar Aria tidak terganggu.

"Kak Rony," sapa Aisha dengan suara yang lumaian kencang. Rony refleks menempelkan telunjuk ke mulutnya. Memberi isyarat agar Aisha mengurangi volume suaranya.

"Sorry, Ai. Baru aja tidur," ucap Rony sambil menunjuk seorang bayi digendongan Hana.

Aisha mengangguk. Ia tak lupa melempar senyuman pada Hana yang berdiri di sebelah Rony.

"Kita duluan, ya. Yuk, Aisha," pamit Devan kemudian melangkah memasuki tempat itu.

"Jadi mereka udah nikah?" samar-samar Rony mendengar ucapan Aisha. Kemudian saling pandang dengan Hana.

"Mereka salah paham, Ron," seru Hana yang juga mendengar pertanyaan Aisha itu.

Rony mengerti sekarang, kenapa Devan berubah padanya. Laki-laki itu terlihat lebih menjaga Saskia darinya. Mungkin karena dia menyangka Rony telah menikah dengan Hana.

Mereka pernah tidak sengaja bertemu Devan sebelumnya. Setelah menamani Hana berbelanja kebutuhan Aria, mereka memutuskan untuk beristirahat di coffe shop sejenak. Saat itu Devan juga ada di sana bersama beberapa orang yang tidak Rony kenal. Mereka saling sapa. Rony juga mengatakan pada Devan bahwa ia dan Hana kelelahan usai belanja bulanan.

Mungkin dari sana sumbernya. Devan mengira bahwa Rony dan Hana telah menikah. Dan laki-laki itu tidak ingin sahabatnya terlibat lebih jauh dengan pria yang sudah beristri. Rony paham sekarang. Ia harus menemui Devan dan menjelaskan apa yang terjadi. Biar bagaimanapun, jika ingin hubungannya dengan Saskia membaik, segala kesalahpahaman harus dikikis terlebih dahulu.

****

Sebuah cafe di dekat tempat tinggal Devan menjadi tempat mereka bertemu. Setelah hampir dua minggu setelah pertemuan mereka di supermarket akhirnya Rony berhasil menemui Devan yang jadwalnya sangat padat itu.

"Van," sapa Rony ketika Devan tiba di tempat itu.

Rony memilih meja di lantai dua, agar lebih lengang dang leluasa untuk berbincang.

"Ada apa, Ron? Tumben ngajakin gue ketemuan? Jadi ngeri gue," ucap Devan sedikit bercanda.

Rony terkekeh sejenak. "Gue juga ngeri," sahutnya.

Basa-basi untuk beberapa menit cukup untuk Rony. Kini saatnya ia membahas hal yang menjadi tujuannya bertemu Devan.

"Van, jadi gue kesini mau jelasin sesuatu sama lo."

Devan menyesap kopinya sambil mengernyit. "Soal apa, Ron?"

"Gue rasa lo salah paham soal gue dan Hana. Kita gak punya hubungan seperti yang lo pikirin, Van."

"Emang apa yang gue pikirin Ron?"

Rony menghisap rokok di tangannya yang sudah tersisa setengah kemudian berucap, "gue belum nikah. Dan Hana bukan istri gue."

Devan menelisik wajah Rony. Mencoba mencari fakta di wajah itu. Apakah Rony berbohong atau berkara jujur.

"Tahun lalu, Hana nikah sama saudara sepupu gue. Anak dari adiknya mama. Kemudian Hana hamil dan punya Aria. Tapi saat usia kehamilannya masuk bulan kelima, suaminya meninggal karena kecelakaan. Suami Hana adalah anak tunggal, orang tuanya tinggal di Kendari jadi Hana cuma tinggal sendiri di Jakarta. Keluarga terdekatnya di Jakarta cuma keluarga gue. Gue kasian sama anaknya Hana. Saking kasiannya gue jadi anggap anak itu kaya anak gue sendiri," Rony mengangkiri ucapannya sambil mematikan rokoknya.

"Dulu gue dan Hana emang pernah deket, Van. Tapi itu masa lalu. Sekarang kita udah jadi keluarga. Dia sepupu gue sekarang."

"Kenapa lo ngejelasin ini ke gue?"

"Van, gue gak mau ada kesalahpahaman. Gue mau memperbaiki hubungan gue sama Saskia. Selama tiga tahun ini, gue ngerasa bersalah karena udah ninggalin dia tanpa pamit. Gue gak tau apa yang terjadi sama Saskia. Tapi gue yakin, lo adalah orang yang selalu jaga Saskia dengan baik."

"Gue kecewa banget sama lo, Ron. Menghilang gitu aja. Lo anggap kita ini apa sebenarnya? Lo pergi seolah gak ada orang yang akan kehilangan lo. Dimana otak lo saat itu, Ron?"

Rony menyesap kopi hitamnya. "Maaf Van. Gue tau semua orang pasti kecewa."

"Lo kemana sebenernya, Ron?" tanya Devan. Ia kembali menatap tajam wajah Rony. Mencari sebuah kebenaran di sana.

Akhirnya Rony menceritakan pada Devan apa yang terjadi tiga tahun lalu. Kemana perginya Rony dan alasan kenapa ia memilih meninggalkan semua yang telah ia raih. Termasuk sahabat-sahabat, keluarga, dan Saskia. Perempuan yang selalu mengisi hatinya.

"Jangan cerita ini dulu ke Saskia ya, Van. Gue mau ceritain sendiri," ucap Rony di akhir ceritanya.

Devan menatap nanar ke arah sahabatnya itu. Selama ini, sejak pertama kali mengenal Rony, mungkin itu adalah perbincangan panjang yang paling serius yang terjadi antara mereka.

"Selain karir gue, gue juga pengen memperjuangkan Saskia lagi, Van. Dulu mungkin gue gak berani berjuang karena terlalu gengsi. Tapi kali ini beda. Ada banyak hal yang udah kita lewatin dan di hati gue masih ada Saskia," Rony menyandarkan tubuhnya di sandaran kursi.

"Gue ngerti sekarang, Ron. Gue akan coba bantu lo sebisa gue. Tapi jangan kecewain Saskia lagi. Lo gak tau, kan gimana dia setelah lo tinggalin. Saskia emang gak keliatan sedih. Tapi gue tau, dia gak baik-baik aja. Dia gak mau lagi kunjungin tempat yang biasa kalian datengin, dia gak mau naik motor lagi, dia gak mau nyanyiin lagu yang biasa kalian nyanyiin lagi," ucap Devan. Ia ingat bagaimana Saskia saat itu. Gadis itu memang masih terlihat seceria biasanya saat Rony menghilang, tapi ada banyak hal yang Saskia hentikan dari rutinitasnya hanya karena tidak ingin teringat akan Rony.

"Gue ngerti, Van. Gue akan berusaha untuk perbaikin semuanya."

Rony kembali menyandarkan tubuhnya di sandaran kursi. Pikirannya kini penuh oleh Saskia dan rasa bersalahnya. Semestinya saat itu ia berpamitan dulu pada Saskia. Namun ia justru memilih meninggalkan gadis itu dan membiarkannya hidup dengan tanda tanya. Semestinya ia memberi penjelasan pada Saskia tentang apa yang terjadi. Toh, mereka sudah terbiasa sharing. Membagi keluh kesah satu sama lain. Rony malah menyusahkan gadis itu.

Rony mengusap wajahnya. Membayangkan kebodohannya dulu membuatnya frustasi.

****

Terobati dikit kan rasa penasarannya tentang siapa Hana?

Thank you

Masih AdaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang