Chapter 24 : Preparations

538 42 0
                                    

"Putri, bagaimana dengan baju ini?" Tanya pelayan itu.

"Tidak-tidak! Yang ini saja putri!"
Tanya Pelayan yang lain.

"Itu sudah dipakai 2 hari lalu, bagaimana jika yang ini putri?"

"Jangan yang itu putri! Terlalu banyak pita. Bagaimana dengan yang ini putri? Sedikit elegan."
Tanya pelayan lainnya yang menyodorkan baju.

"Hei! Apa matamu tidak bisa melihat? Itu terlalu banyak maniknya! Ini saja putri..., nyaman dipakai."
.
.
.

(Hafft..., Aku lelah...)
Batin gadis berambut perak yang masih terduduk di atas meja rias. Sembari banyaknya pelayan yang menawarkan pakaian terbaru di kamarnya.
.
.
.
.

_______________________________________

Beberapa minggu sebelumnya...,
.
.

Keadaan sejuk angin pagi yang berhembus melalui celah jendela. Membuatnya tersibak lembut membelai wajahku. Dengan segera aku membuka lebar kedua mata dari tidur lelap.

Sinar mentari dari arah ufuk timur yang belum tampak. Hanya ditemani berbagai tetesan embun dari pepohonan dan ocehan burung yang bersiul.

Di pagi hari yang damai itu, rasanya lembut dari seprai yang menyentuh kulit, semakin membuatku nyaman berbaring diatasnya.
Sampai suatu ketika...,
.
.
.

Tok!!! Tok!! Tok!! Tok!!!!!
.
.
"Woii!! Putri..., ini sudah pagi... Cepat bangun..."
Seruan pemuda yang menggedor pintu balkon kamar sang putri.
.
.

Tok!!! Tok!!! Tok!!!
.
.

(Pengganggu datang lagi...)
Batin putri itu yang menghela napas berat.

Dengan amat terpaksa. Gadis tersebut mulai mengangkat dirinya dari baringan di atas kasur. Rambut yang masih hambur dan mengembang. Kian panjangnya sudah melebihi pinggang.

Ia pun segera menuruni tempat tidur itu. Step..., Step..., Step— dan berjalan perlahan mendatangi pintu kaca balkon yang masih tertutup rapat.

Clack
.
.

Saat pintu terbuka, dibalik teras balkon kamarnya. Sudah terdapat seorang pemuda yang berperawakan sangat tinggi darinya. Tubuh yang kian membentuk bagai pria dewasa dengan memiliki punggung melebar. Seraya sebelah tangan yang ia delok pada pinggang dan menyandar pada pintu.

Tatap tajam mata aqua yang mengadah ke bawah. Ia melihat sang putri yang masih mengenakan gaun tidurnya. Bersama ekspresi kesal di wajah yang terus mengembungkan pipi.

"Telur atau ayam?"
Serentak saja pemuda itu melemparkan pertanyaan random pada putri dihadapannya.

"Hah?"
Putri itu lekas mengernyitkan dahi setelah mendengar celoteh darinya.

"Cepat jawab. Yang lebih dulu telur atau ayam."
.
.

(Apaan sih? Kenapa tiba-tiba kuis?)
Relung putri itu, yang tidak heran lagi dengan sikap konyol pemuda tersebut. Ia lantas hanya diam dan memutar balikkan tubuhnya.

"Hei! Kau belum menjawabnya!"
Pekik kembali pemuda itu. Ia masih berdiri di perbatasan pintu balkon teras.

Dengan segera sang putri juga berjalan pelan ke arah pintu keluar di kamar.

Step..., Step...
.
.

"Telur."
Teriak putri tersebut. Tanpa mengindahkan pandangan pada pemuda tersebut, ia masih tetap berjalan.

"Bup!! bup!! Salah! Karena kau kalah lagi, maka siang ini harus berlatih panah lagi denganku! putri Sherry. Aku akan menunggumu di taman belakang utara."
Pemuda itu lekas melompat ke dahan pohon besar yang menjuntai tak jauh dari teras balkon.

True PrincessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang