Chapter 20 : My Hope

726 60 0
                                    

Srkkk
Ketika Federick masih terpejam dan memeluk Sheana dari belakang. Matanya segera terbuka kembali saat mendengar gemrisik suara dari balik semak di istana.

Federick kemudian bergegas mendatangi semak itu. Namun tidak ada apa-apa di baliknya.
.
.

(Jeana?!!! Dia..., mengetahui semua itu?!!)
Anganku yang memperhatikan penglihatan itu.

Jeana datang menghampiri Federick yang terlalu lama mengantar kakaknya. Namun ia berada disana pada waktu yang salah. Dimana ia hanya melihat Federick sedang memeluk Sheana. Sementara Jeana tidak mengetahui tentang pembicaraan mereka mengenai pengasingan.

Lekas setelah meninjau kejadian itu. Ia terkejut, dengan menutup mulutnya yang ingin teriak kuat-kuat. Kakinya juga segera terbirit dan bersembunyi di balik pohon saat tidak sengaja menyenggol dahan semak.
.
.

Di malam selanjutnya..., Jeana merasa tidak ingin melihat wajah kakaknya. Ia terus menghindari Sheana yang tampak ingin memberitakukan sesuatu. Kemudian saat Jeana sudah tertidur di kamar...,

"Kenapa kau belum juga pergi dari sini?!"
Bentak salah satu orang tua mereka.

"Aku ingin bertemu adikku untuk yang terakhir kalinya."
Sheana yang memohon dihadapan kedua orang tuanya, nyaris mengucurkan air mata.

"Sudah kami katakan bukan?! Kau tidak diperbolehkan lagi untuk mendekati Jeana!! Dia itu akan menjadi ratu masa depan dari kerajaan yang besar!!"

"Sementara dirimu?! Hanya aib keluarga yang membuat kami malu saja sebagai pemimpin!! Jika kamu mendekati Jeana, nasib buruk juga akan menempel padanya. Kau seharusnya senang kami tidak akan membunuhmu, dan hanya mengirim ke pengasingan!"

"Sekarang cepat segera tinggalkan istana ini!!!"

.
.
.

Di tengah malam saat bulan semakin tinggi. Sheana telah dikirim oleh kedua orang tuanya untuk pergi sejauh mungkin dan diasingkan.

Jeana yang tidak tahu akan kepergian kakaknya itu, hanya tertidur lelap dengan pulas. Sembari menerima elus kening dari ibunya.

(Kenapa mereka tega sekali melakukan hal itu pada Sheana? Apakah seseorang yang tidak memiliki sihir harus diperlakukan sekejam ini?)
.
.
.

Malam menjelang pagi, Jeana yang menyadari bahwa istana sudah sangat sepi. Ia telah bertanya pada kedua orang tuanya. Mereka menjelaskan dengan perlahan. Namun, Jeana yang sangat marah tidak ingin mendengarkan.

Merasa bersalah atas kepergian kakaknya. Ia terus mengurung diri di dalam kamar selama berminggu-minggu. Bahkan saat Federick berkunjung, ia tidak ingin menemuinya.

Di sisi lain, ekspresi Federick yang sebelumnya terlihat malu dan bahkan bersemangat. Kini telah hilang dan menjadi kaku sejak Sheana pergi.

.
.

Tok..., Tok..., Tok...!!!

"Jeana..., Kau harus makan sayang... Sebentar lagi.., hari pernikahanmu akan segera tiba. Kami sangat meminta maaf padamu, karena tidak memberitahukan kebenaran kakakmu. Karena hal ini merupakan hukum tertulis di dalam kerajaan kita sayang..., Kerajaan Margireth. Dimana setiap bangsawan, harus bisa memiliki kemampuan sihir. Jika tidak, maka seharusnya anak itu tidak pernah ada di dunia ini."

"Itu benar sayang..., Papa juga mau minta maaf padamu. Tolong keluarlah dan buka pintu ini. Kami bahkan sudah melakukan yang terbaik untuk kakakmu. Kami mengasingkannya di sekitar pesisir kerajaan Stecarlt. Papa juga berjanji, akan membawanya kembali saat pernikahanmu tiba.."

Clack
.

Krriiieettt....,

.
.

True PrincessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang