Chapter 18 : The Truth?

762 50 1
                                    

Kedatangan Alston yang secara tiba-tiba..., telah membatalkan kelasku bersama Lei. Sehingga, aku kembali terpaksa mendatanginya. Tapi ini aneh..., kenapa ia datang begitu cepat? Biasanya Alston akan datang setiap sekali dalam dua minggu kemudian. Namun, aku juga tidak boleh lupa. Bahwa ia adalah pria yang licik. Aku harus berhati-hati saat bersikap di depannya.
.
.

Step..., Step..., Step....
Begitu kami berjalan keluar dari hutan barat. Aku dan Robin bisa melihat Alston, yang terduduk pada salah satu bangku taman istana.

Akan tetapi ia tidak menatap padaku. Aku berdiam sejenak, dan mengumpulkan tenaga untuk menghadapinya. Robin yang juga meninggalkanku setelah melihat Alston dari kejauhan, ia pergi dan menghilang dengan cepat seperti biasa.

(Hufftt..., ini hanya sebentar saja Sherry. Kau bisa melakukannya..)
Batinku yang menghela napas berat dan segera bergegas menghampirinya.

Step..., Step..., Step...!!
.
.
Ketika aku sudah di dekatnya, Alston bahkan tak begitu menyadari keberadaanku. Ia tampak hanya sibuk membaca sebuah gulungan istana yang ia genggam. Aku tidak tau apa isi gulungan itu. Tapi sepertinya ada sebuah cap lambang dari kerajaan lain yang tertera di sampulnya. Alston juga kian beberapa kali mengurai senyum tipis sembari memandangi kertas tersebut. Apa itu sebuah surat dari seseorang? Pikirku.
.
.

"Alston.."
Ucapku memanggil dirinya yang masih sibuk memandangi surat.

Ia segera menolehkan pandangan. Tetapi senyumannya juga ikut hilang bersamaan dengan mata yang melirik padaku. Entah kenapa aku sedikit gelisah. Surat seperti apa yang membuatnya dapat tersenyum seperti tadi?

"Oh? Kau sudah disini?"

Wajah itu lagi. Ekspresi membosankan ketika tengah bersamaku. Sebenarnya aku tidak terkejut jika ia jenuh. Karena sejak awal aku juga tidak menyukai anak ini. Walau terkadang penampilan wajahnya yang tampan sedikit menggodaku.

Alston dengan cepat menggulung kembali surat itu. Ia juga menyimpannya pada saku pakaian yang ia gunakan. Kemudian, tangannya mulai mencengkram pergelangan tanganku, dan menariknya untuk ikut terduduk di bangku tersebut.

Aku masih terdiam, dan tidak menanyakan surat itu padanya. Kepalaku justru dipenuhi tentang Jeana. Jika sebuah pengumuman itu sudah di deklarasikan sejak 5 tahun lalu..., apa itu artinya Yeslyn dan ibunya mengetahui bahwa sekarang raja tidak memiliki istri? Padahal dalam kisah, tidak pernah tertulis mengenai rumor itu. Sepertinya aku sudah mengacaukan alur tersebut.
.
.

"Sherry?"
Ucap Alston yang terus menatapku dengan herannya.

"Eung...?"
Mataku yang sebelumnya tidak dapat melihat wajah itu. Kini kembali menatap pada Alston.

Mungkin dalam pandangannya sekarang, aku tengah terlihat bingung dan lunglai. Tapi bukannya aku bersikap sengaja di hadapannya. Melainkan banyak sekali pikiran yang melanda otakku. Esok hari juga, Federick akan kembali. Selain itu, di istana masih terdapat Robin. Aku tidak akan bisa pergi dengan bebas. Bahkan hanya untuk memeriksa istana kedua sekalipun.

"Bagaimana kelasmu tadi? Apa anak itu mengajarimu dengan benar? Jika dia tidak kompeten, aku bisa mencarikan guru sihir yang baru."
Ucap Alston yang bertalu bersamaan memandangku dengan bosan.

Aku yang mendengar perkataannya yang sedikit keterlaluan, lekas mengernyitkan dahi dan mengkerling tajam padanya.
Kenapa Alston mendadak berbicara seperti itu? Seolah ia sedang menghina Lei dan tidak percaya dengan kemampuannya.

"Apa maksudmu?"
Tanyaku yang memandang sinis pada Alston.

Membenarkan posisi duduknya. Tangan kanan Alston mulai menjulurkan di atas sandaran bangku taman, dan membelakangi punggungku. Selain itu, pandangannya tidak lagi mengarah padaku. Ia menegakkan rahangnya ke atas dan memandang langit-langit yang berawan cerah.

True PrincessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang