Chapter 21 : The Beginning

796 48 0
                                    

Krrieettt....,

Step..., Step...., Step....
.
.
Gerak kaki seorang pelayan yang melangkah masuk ke dalam kamar Sherry. Ia juga membawakan berbagai handuk hangat dan buah-buahan.

Belum sempat meletakkan barang bawaannya. Pelayan itu sempat terkejut dengan semua piring makanan yang menumpuk di atas meja kamar sang putri.

"Putri..! Kenapa anda belum makan?!"
Ucap sang pelayan yang meninggikan nadanya, dan menatap tajam pada Sherry yang tengah berdiri di depan balkon kamar.

Gadis bermata biru itu terus mendongakan kepalanya ke atas. Menatap awan yang memiliki bentuk berlainan. Sinar mentari yang menusuk di siang hari itu, juga tidak menggoyahkan tatapannya pada langit.

"Putri!! Anda harus makan!!"
.
.

Step..., Step..., Step...
Pelayan tersebut mulai mendekati Sherry yang masih terpesona akan birunya warna langit.

Berulang kali ia menderu napas berat. Pandangannya yang mengatakan seakan malas menanggapi. Rasanya ia sudah sangat jenuh berada di kamar itu.

Haffh...,

"Bibi! Sampai berapa lama kalian akan mengurungku?"
Ucap sang putri yang mengembungkan sebelah pipinya.
.
.

"Tidak bisa putri..., ini perintah langsung dari Yang mulia Federick. Bahwa anda tidak diizinkan untuk keluar kamar semasa pemulihan."
Jelas pelayan itu, yang menundukkan kepalanya. Tidak mempunyai pilihan lain dalam membantu putri tersebut. Ekspresinya kian merasa kasihan padanya.

.
.
.

(Tapi ini sudah hampir 2 minggu? Yang benar saja, kalian gila...?! Lama-lama tubuhku bisa berlumut! Aku sekarang sedang apa sih disini?!)
Anganku yang menggerutu dalam pikiran. Menampalkan rasa lelah, ketika aku terus menghela napas sembari terpejam, dengan tangan yang menopang pada tepi pagar balkon itu.
.
.
.
.

Baiklah..., Mari kita ingat-ingat lagi. Kenapa aku bisa ada disituasi ini....,

.
.
.
.

---------------------------------------------------------
.
.
.
.
.
.
.

Beberapa minggu lalu. Aku yang baru saja tersadar dari mimpi panjang, yang telah Jeana tunjukkan padaku. Lekas sangat terkesiap melihat keadaan sekitar.

Tep!!

Federick yang segera menghampiri, dengan cepat terduduk dan melingkarkan tangannya untuk memeluk diriku, diatas kasur.

Sementara aku tidak mengerti kenapa keadaan bisa jadi genting begini. Hanya mengerjapkan mata dan memutar pandangan melihat ke sekeliling ruang. Ekspresiku mungkin seperti orang yang tidak tau arah saat ini.

"Ekh..., Ayah? Ada apa ini?"
Tanyaku sembari mengernyitkan dahi bersamaan masih dalam dekap Federick.

Akan tetapi Federick tidak merespon. Ia masih terpaku mendekap erat diriku. Matanya juga terpejam, seakan ia telah kehilangan sesuatu. Daripada itu, aku bisa merasakan aroma harum dari setelan kain silk wool di tubuhnya.

Lei yang berada dihadapanku juga memampangkan wajah gundah dan khawatir. Sejujurnya aku merasa gugup. Rasanya puluhan orang yang memenuhi kamar, tengah mempertontonkan diriku yang masih berada di dekapan Federick.

"Ehm..., Ayah? Bisa kita sudahi pelukan ini? Bukankah ini masih tengah malam? Kenapa kalian semua ada disini?"
Tanyaku yang memandang ke sekeliling dengan wajah terheran.

Namun respon yang kudapatkan adalah mimik melongo dan tercenggang pada sekian banyaknya orang di kamar itu.

Federick yang juga mendengar celoteh dariku, lantas segera melepas pelukan tersebut dan mengerutkan dahi. Tangannya kian menekan kuat kedua bahuku. Serta raut mata itu juga sedikit seram. Apa perkataanku barusan membuat suatu kesalahan?
.
.
.

True PrincessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang