Chapter 38 : Flowers Maze

444 37 1
                                    


Sudah hampir musim dingin. Di masa itulah, seharusnya Sherry berulang tahun yang ke-18. Tetapi sampai saat ini, rencanaku tidak ada yang berjalan sempurna. Bahkan asal usul Lax Genesis. Aku juga belum mengetahuinya.
.
.

Haffh...
Il Edcardie..., bagaimana kau bisa membangun kerajaan besar ini hanya ditemani seorang Magius? Bahkan sebelumnya kau menentang seluruh kekaisaran. Apa yang terjadi sebenarnya dimasa lampau? Aku belum selesai membaca buku itu.

Swusshhh....
.
Pada waktu yang menunjukkan hampir tengah petang hari. Sherry meletakkan tubuhnya diatas hamparan rumput hijau. Setelah ia selesai berbicara dengan Federick pagi tadi. Tidak ada kegiatan yang dapat ia lakukan.

Tepi rambut yang tersilir angin. Manik birunya perlahan menutup lembut. Bersama balut terik oranye dari matahari yang menungkik di mata. Pada taman itulah Sherry hanya berteman bayangnya. Ia menikmati sejuknya semilir angin ditempat itu.

'Hari ini aku juga tidak bisa berlatih bersama Lei. Karena kekacauan yang kubuat kemarin. Lei menanggung itu semua. Aku juga ingin membantunya. Tetapi..., Paman Deio melarang hal tersebut. Apa tidak apa-apa? Sesekali aku menegakkan kepala seperti ini dan bersantai. Lalu.., aku juga masih harus mengembalikan jubah Lei.'

Awan di tempat ini sangat indah. Rasanya sangat tenang. Seolah dunia telah terhapus. Terkadang aku hampir lupa bahwa sebelumnya aku hanya seorang mahasiswa semester tua. Tidak pernah terpikir pula dalam benakku, untuk merencanakan pernikahan ataupun memimpin suatu wilayah.

Semua itu.., seharusnya menjadi peran Yeslyn. Kenapa rasanya menjadi begitu mudah, jika pemeran utama tidak ada disini? Sejujurnya aku lebih dirugikan karena semua alur yang kuketahui. Tapi... Aku juga tidak ingin kehilangan semua ini. Bagaimana aku harus melewati itu semua nantinya..

Selain itu, kenapa Federick berkata hal demikian? Apa ia tidak percaya dengan kemampuannya. Sehingga membicarakan tentang perang yang gagal. Seperti yang pernah dikatakan oleh Alston. Apa mereka semua takut akan kematian? Aku sendiri bahkan sudah pernah mati. Namun takdirku disini hanya menuju kematian selanjutnya.
.
.

Di saat Sherry memejam mata. Beberapa kali ia merasakan keadaan menusuk yang membuat mata kanannya seperti kemasukan pasir. Ada rasa perih, namun tidak hanya sekilas melewatinya.

Sherry segera mengusap sebelah matanya karena perasaan aneh itu. Kelopak tersebut juga kian mengerjap berulang kali.
'Apa matahari disini sangat kuat? Kenapa tiba-tiba, sebelah mataku terasa panas?'
Batinnya dalam baring itu, ia menepuk-nepuk perlahan matanya.

.
.
.

"Kau sedang apa?"
Tanya Rayl tiba-tiba mendongak kepala, di atas pandangan Sherry yang sedang melihat awan-awan.

Sherry tidak terkejut sama sekali dengan kedatangan Rayl. Ia segera memberikan wajah herannya dan berhenti mengusap mata.
"Menyingkir! Kau menghalangi imajinasiku" Usirnya terhadap Rayl, dengan mengibaskan tangan.

"Mimpimu ada di atas awan?"
Rayl mengangkat rahangnya ke atas dan menatap langit.

Melihat Rayl menutupi pemandangannya dengan bayangan. Sherry terbangun dari baringan di atas padang. Ia terduduk juga menyipitkan matanya.

"Haaah..., Rayl kau mau apa kesini? Aku sedang tidak mood."

Rayl mengangkat kedua alisnya bingung.
"Mut? Apa itu? Jika bisa ditukar uang, berikan saja padaku."
.
.

'Argh! Sabarlah diriku. Dia hanya Rayl, penganggu acuh disekitar sini.'
Batin Sherry tersenyum kesal.

"Oh iya!" Rayl merogoh saku celananya. Kemudian ia mengeluarkan sebuah amplop kecil tersegel pita. "Kau dapat surat dari temanku." Ucap Rayl menyerahkan amplop tersebut dihadapan Sherry.

True PrincessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang