Chapter 13 : Oddity

948 69 1
                                    

5 tahun sebelumnya...,
[Previously on Chp 07]
.
.

Step..., Step...,

Langkah kaki perlahan dari seorang bocah yang membawa sebuah pedang dipinggang. Pada sore hari itu, ia berjalan pulang dari istana menuju rumahnya yang berada di desa.

Tangan kasarnya terselipkan pada saku celana. Serta wajah yang sedikit memiliki gores di dahi maupun pipinya. Dengan wajah heran ia melihat temannya dari kejauhan, yang terduduk melamun dipinggir sebuah danau.

Kakinya dengan santai hanya berjalan pelan menghampiri temannya itu. Tanpa menyapa maupun mengeluarkan sepatah kata. Ia terus berjalan mendekatinya.

Saat kini sudah dekat dan berada di sampingnya. Sebuah senyum telah terlontarkan dari wajah temannya yang menoleh ke atas, menatap diri bocah tersebut, yang telah berdiri di samping dirinya yang terduduk pada tepi danau.

Keduanya kemudian saling memperhatikan air danau yang memiliki arus tenang, juga ditemani indahnya warna oranye kekuningan pada langit, yang sangat menyilaukan mata, saat matahari mulai terbenam.

"Rayl kau tau? Tadi putri kemari mendatangiku, untuk pertama kalinya."
Ucap teman dari bocah itu, memulai pembicaraan disaat sunyinya keadaan diantara mereka.

Namun, bocah itu masih saja terdiam. Yang kemudian mulai melirik temannya, ketika ia berbicara.

"Dia bilang..., ingin menjadikanku seorang guru sihir baginya."

Sekali lagi, bocah itu hanya terdiam seakan tidak peduli mendengarkan curhatan temannya. Namun telinga itu masih memberi keterbukaan untuk ia terus mendengar keluhan tersebut.

"Dan Rayl, yang ingin kukatakan disini adalah..., Setiap kali aku melihat putri..., rasanya seperti ada seseorang yang lebih tua dariku. Untuk terus mendorongku melakukan hal yang sangat kuimpikan. Bahkan..., jika itu membahayakan diriku sendiri."
Ekspresi anak itu mulai berubah. Dahinya mulai mengernyit dengan tatapan yang bingung, ia melihat bayangannya sendiri di dalam danau.

"Apa maksudmu?"
Tanya bocah itu dengan wajah kakunya.

Namun temannya hanya kembali tersenyum dan segera melirik pada bocah itu. Cara ia duduk mulai menekuk kedua kakinya dan menopang lengannya pada lutut.

Pandangan wajah yang dibuat oleh temannya tersebut, mulai memandang jauh pada danau yang memiliki luas puluhan rumah.

Tidak tau apa isi pikirannya. Bocah itu cuma bisa menunggu respon yang dibuat oleh temannya. Tak terasa pula, angin menjadi sedikit kencang di sekitar danau. Langit juga mulai mempadukan warna gelap pada sebagian awan.
.
.

"Sebenarnya..., ini hanyalah firasatku saja. Bisakah aku menitipkan suatu permintaan padamu?"
Ujar temannya itu, yang memasang wajah serius.

"Apa itu?"
Bocah itu kembali melemparkan tanya, tetapi terdapat sedikit lenggang sejenak pada percakapan mereka.

Tiba-tiba saja, tubuh temannya seraya berdiri dihadapan bocah itu. Tinggi badan mereka yang sama menandakan keduanya masih memiliki rentan umur anak-anak. Akan tetapi, ekspresi di wajah yang mereka buat semakin mencerminkan keseriusan pada keduanya. Tanpa senyum sedikitpun, tangan temannya telah menyodorkan pada pundak bocah itu.
"Jika ada hari dimana aku harus pergi. Dan tidak tau arah untuk pulang..., Maka kumohon, lindungilah putri untukku. Karena..., mata biru itu seakan memberitahuku, bahwa ada sesuatu yang ia rahasiakan. Namun juga tidak bisa diungkapkan."
.
.
.

.
.
.

.
.
.

.
.
.

_______________________________________

True PrincessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang