"Haaah, kan udah ayah bilang, jangan pake nama ayah waktu ngelamar kerja, dan ternyata kamu pake juga? Gimana ini calon CEO?"
Nanda hanya memberengut sebal ketika mendengar ucapan ayahnya. Padahal, dia kan tidak sengaja menyebut nama ayahnya karena waktu sesi interview si penanya bertanya siapa nama ayahnya.
"Bukan sepenuhnya salah aku loh, yah. Kan mereka sendiri yang nanya siapa nama ayah? Nggak mungkin juga aku nyebut nama ayah orang lain kan? Atau ayah mau aku nyebut nama Pak Hasan, gitu?" sewot Nanda alhasil membuat sang ayah memijit pangkal hidungnya karena mendengar jawaban anak semata wayangnya ini.
Walaupun dia pusing menghadapi Nanda, tapi nyatanya, ketika dia remaja dia tidak berbeda jauh dengan Nanda. Dia jadi tidak bisa menyalahkan Nanda karena dulu dia malah lebih parah dari Nanda. Sepertinya, sekarang dia sekarang mengerti bagaimana perasaan orang tua dan orang-orang di sekitarnya ketika menghadapinya.
"Kapan kamu mulai kerja?" tanya ayah.
"Senin."
Ayah pun menganggukkan kepalanya mengerti, "Jangan aneh-aneh kamu selama kerja di sana. Jangan bikin Pak Rahmat pusing!" peringat ayah dan Nanda hanya mengedikkan bahunya dengan cuek.
Nanda percaya bahwa dirinya tidak akan merepotkan siapa pun disaat kerja nanti (hmmm, kita lihat saja nanti).
"Ayah, ayah nggak bisa nyogok kepala jaksa gitu? Ayah kan temen jaksanya banyaaak."
Ayah menghela nafas lelah, "Nanda, ayah kadang memang suka nyogok buat nutupin kasus-kasus kecil di perusahaan atau nutupin kasus kenakalan kamu. Tapi, ayah mana bisa sampai sejauh itu, yang ada ayah kamu ini ditangkap! Kamu mau?"
Nanda yang mendengarnya pun hanya bisa menundukkan kepalanya dengan sedih. Dia terlihat putus asa dan hal itu membuat ayah cukup tertarik mengapa Nanda sampai memintanya melakukan hal ekstrim seperti itu.
"Pak Hasan nggak bisa bikin pasangan dajjal itu kena hukuman penjara seumur hidup..."
"Mereka cuma di penjara tiga tahun.., apa itu sebanding dengan penderitaan Renjana selama bertahun-tahun?"
Ayah terdiam mendengar curahan hati anaknya itu.
"Mereka juga dengan nggak tahu dirinya ngajuin banding. Pak Hasan juga nggak bisa berbuat apa-apa karena jaksa penuntutnya rival dia sejak lama."
"Aku harus gimana yah? Kalau mereka beneran dapet banding dan cuma dipenjara sebentar, gimana nasib temen aku? Dia sampai punya trauma yah. Dia selalu takut kalau ngeliat kekerasan."
Ayah tersenyum. Dia pun mengusap pelan kepala Nanda dengan harapan bisa menenangkan kegundahan hati anaknya. Sifat lembut mendiang istrinya ternyata juga melekat di Nanda dan dia bersyukur akan hal itu.
"Kamu nggak usah khawatir sama masalah itu. Ayah bisa ngatasinnya."
***
Siapa yang menyangka bahwa suasana di pagi hari mereka akan berubah menjadi semenegangkan ini karena Renjana bercerita tentang orang aneh yang berdiri di dekat pagar rumah.
Cakra dan Jiro bahkan sampai saling berpelukan ketika Renjana mengatakan ketika Renjana hendak berjalan menuju pagar, orang aneh itu langsung berlari menuju rumah seperti hendak masuk ke dalam.
"Beruntung lo belum terlalu jauh dari pintu, Ren. Kalo nggak?" ucap Nanda dengan nada kesal karena merasa Renjana sangat ceroboh.
Kalau dia tahu ada orang dengan gelagat aneh berdiri di dekat pagar rumah, seharusnya Renjana jangan nekad keluar hanya karena ingin menutup pagar.
KAMU SEDANG MEMBACA
[FF NCT DREAM] Teduh
Fanfiction*Lanjutan dari cerita Tempat Untuk Pulang* Tujuh pemuda yang melanjutkan hidup mereka dengan tenang di rumah dua lantai. Namun, namanya hidup, walaupun kita ingin hidup bahagia, tentu saja akan ada cobaan yang menyertai. 1. Mark Lee as Mada Cazim 2...