Chapter 73

687 111 9
                                    

Selama menunggu sidang berikutnya dimulai dan mungkin juga sebagai penentu hukuman apa yang pantas diberikan kepada Jamal, Farhan, dan John. Tujuh pemuda itu sibuk mencari tempat tinggal baru.

Saat ini, mereka sedang melihat-lihat sebuah rumah yang sempat direkomendasikan oleh Jiro. Rumah tersebut berada di sebuah perumahan di dekat rumah Wina, temannya Jiro.

Rumah tersebut memiliki dua lantai sama seperti rumah yang mereka tinggali sebelumnya. Rumah itu juga luas begitu pun dengan halamannya. Walaupun carport rumah tersebut hanya bisa diisi satu mobil serta tiga motor (dan ini membuat Nanda menolak tinggal di rumah itu karena tidak bisa memarkirkan dua mobilnya), namun rumah tersebut bisa dikatakan nyaman untuk ditinggali oleh tujuh anak bujang seperti mereka.

Walaupun rumah ini di dalam perumahan, tapi lokasi rumah itu sendiri berada di dalam gang buntu dan posisi rumah tersebut berbatasan dengan tembok tinggi yang sebagai pembatas perumahan tersebut. Tetangga yang mereka miliki juga cuma empat rumah dan itu pun rata-rata tetangga mereka adalah pekerja kantoran semua.

Itu artinya, tetangga mereka tidak akan merasa keberisikan kalau tujuh bujang itu kumat gilanya.

Dan ketika masuk ke dalam rumah, mereka langsung disambut dengan ruang tamu bergaya modern-klasik. Terdapat sekat di antara ruang tamu dan ruang tengah dan canggihnya, sekat itu bisa dibuka dan ditutup dengan cara didorong seperti pintu toko.

Ruang tengah dan dapur tidak diberi sekat, keadaannya persis seperti di rumah milik Jamal yang dapur dan ruang keluarga hanya dibatasi dengan meja bar.

Rumah tersebut hanya memiliki empat kamar, dua di lantai bawah, dua lagi di lantai atas. Di lantai atas juga memiliki kamar mandi serta ruang lepas. Untuk mencuci pakaian serta menjemur pakaian ada di halaman belakang.

"Oke juga rumah ini, lokasinya pun juga bagus, nggak terlalu jauh dari tempat kerja masing-masing dan juga dari kampus Cakra sama Jiro" ucap Mada yang dalam sekali lihat langsung suka dengan rumah ini.

"Gue tetep pengen kita tinggal di apartemen gue."

"Gue nggak suka rumah ini, carportnya cuma bisa diisi satu mobil. Kan, gue pengen pamer punya dua mobil sama tetangga" lanjut Nanda lagi.

"Maksud lo pamer ke maling? Lo pengen ada maling datengin rumah ini dan nyuri mobil lo?" ucap Hadi yang gregetan sekali dengan Nanda ketika kesombongannya kambuh.

Tidak ada kah obat yang mampu mengobati kesombongan Nanda?

"Perumahan ini rawan maling?" tanya Renjana dengan cemas.

"Kalau iya, kita cari tempat lain aja" ucap Renjana lagi membuat Nanda langsung berosorak setuju.

"Di sini emang rawan maling, Ren! Maling sekarang rada gila! Daleman aja diembat, apalagi mobil!" kompor Nanda.

Siapa tahu Renjana jadi berubah pikiran lalu pada akhirnya mereka tinggal di apartemen Nanda, kan?

Keputusan Renjana adalah mutlak, mau tidak mau mereka harus menurut.

"Nanda lo percaya? Ren, Hadi itu cuma bercandaa. Perumahan ini aman dari maling. Mungkin" ucap Janu yang malah membuat Renjana semakin yakin tidak akan tinggal di perumahan ini.

"Aduuh, apa gue suruh mommy cariin rumah aja buat kita? Rumah pilihan mommy selalu bagus dan the best masalah keamanannnya!" sahut Cakra yang jadi pusing sendiri melihat perdebatan abang-abangnya.

"Gue takutnya nanti nyokap lo malah nyariin rumah di perumahan elit, Cak" sahut Hadi. Bisa-bisa Hadi langsung migraine karena diserang dengan kemewahan dari rumah pilihan ibunya Cakra.

Kalau Hadi, mah, yang penting rumahnya layak huni. Mau kamar mandinya masih pake sumur lalu airnya ditimba dan dipindahkan ke ember hitam pun, Hadi tidak masalah.

[FF NCT DREAM] TeduhTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang