Hari demi hari berlalu, pada akhirnya Renjana diperbolehkan pulang oleh si dokter menyebalkan dengan kacamata bulatnya (kalau kata Renjana seperti itu).
Dokter tersebut tidak henti menasihati Renjana untuk memperhatikan pola makan, tidak beraktifitas terlalu berat, dan rajin check up.
"Dan saya rasa, kamu butuh orang profesional untuk menyembuhkan sakit tidak kasat mata milik kamu."
Renjana tertegun ketika dokter tersebut membisikkan kalimat tersebut kepadanya.
Dokter itu hanya tersenyum dan sekali lagi meminta Renjana untuk tidak mengabaikan tiga nasihat pentingnya. Dia bahkan mengulangi nasihatnya itu kepada teman-temannya yang lain seolah-olah dokter itu tidak percaya kalau Renjana mendengarkan nasihatnya.
Dan selama Renjana menginap di rumah sakit, dia jarang melihat Cakra atau pun Jiro di sana.
Terlebih Cakra.
Jika Renjana bertanya di mana keberadaan dua anak itik itu, maka yang lain hanya menjawab mereka berdua sibuk kuliah.
Namun, setelah Renjana tiba di rumah dua lantai itu, Renjana baru mendapatkan kabar sesungguhnya, bahwa Cakra jarang pulang ke rumah setelah mereka memergoki Cakra pulang dalam keadaan mata bengkak serta bau rokok yang kuat (kalau tentang rokok ini, mereka tidak memberitahu Renjana demi "keselamatan" Cakra).
"Lo kayaknya manusia super deh, Ren. Kok bisa lo nggak kelihatan kayak orang patah tulang?" tanya Hadi yang terheran-heran dengan Renjana.
Masalahnya, anak itu tidak terlihat kesakitan atau kesulitan duduk dan berjalan. Padahal, terakhir kali mereka melihat Renjana, keadaannya begitu memprihatinkan.
Sepertinya mereka lupa, kalau malam itu Renjana lari dalam keadaan patah tulang. Bukankah manusia biasa akan merasa ngilu dan terbatuk hebat jika berlari dalam keadaan patah tulang, bukan? Terlebih patah di tulang rusuk.
Renjana mengedikkan bahunya, "Tapi, emang nggak kerasa sakit, Di. Makanya, aku heran waktu Bang Jamal bilang sembuhnya bisa sampai dua bulan. Padahal, aku merasa baik-baik aja kok" jelas Renjana membuat Hadi meringis.
"Kecil-kecil cabe rawit nih anak" gumam Hadi.
"Apa yang kecil?" ucap Renjana sambil menatap Hadi dengan tatapan tajam.
Hadi tersenyum manis, "Otak gue, Ren."
"Renja~ ingat ya~, JANGAN BANDEL. JANGAN KERAS KEPALA. Tolong dengerin kita-kita ini yang sangat amat teramat sayang ama lo, oke?"
Renjana nyaris memutar kedua bola matanya setelah mendengar kalimat penuh drama dari Nanda itu.
Namun, Renjana memicingkan matanya ketika melihat penampilan Nanda yang sangat luar biasa. Spektakuler.
Dia memang mengenakan kemeja dan celana dasar yang dikenakan oleh karyawan kantoran pada umumnya. Tapi, mengapa Nanda tidak merasa malu karena tidak menanggalkan label harga di kemeja yang ia kenakan?
Dia mengenakan dasi yang terdapat merek fashion brand ternama, tasnya pun juga demikian, jam tangan yang ia gunakan pun bukanlah jam tangan yang biasa orang beli di pasar malam.
"Tanggalin dulu label di kemeja lu, goblok!" seru Hadi sambil mencabut label yang mencuat keluar di kerah kemeja Nanda.
"Kenapa lu lepas sih, Di?!" gerutu Nanda sambil menatap hampa label yang ada di tangan Hadi.
"Gue kan pengen pamer!"
"Pamer mata lo!"
"Ya ampuuun, tolong pagi-pagi jangan ribut, anak-anak PAUD" ucap Mada sambil meletakkan hasil masakannya di atas meja, lalu dia meletakkan piring yang berisikan menu khusus untuk Renjana yang duduk di sofa.
KAMU SEDANG MEMBACA
[FF NCT DREAM] Teduh
Fanfiction*Lanjutan dari cerita Tempat Untuk Pulang* Tujuh pemuda yang melanjutkan hidup mereka dengan tenang di rumah dua lantai. Namun, namanya hidup, walaupun kita ingin hidup bahagia, tentu saja akan ada cobaan yang menyertai. 1. Mark Lee as Mada Cazim 2...