Sejak tadi pagi, Janu tidak bisa fokus mengerjakan pekerjaannya.
Dia selalu kepikiran dengan keadaan teman-temannya.
Janu hanya tidak habis pikir dengan semua cobaan yang menimpa mereka secara bertubi-tubi.
Seingat Janu, mereka memiliki rencana untuk liburan bersama dan pergi ke kampung halaman Mada. Tapi, dengan keadaan yang seperti ini, Janu jadi tidak yakin apakah mereka mampu melakukan itu semua dalam waktu dekat atau justru mereka tidak akan bisa melakukannya sama sekali.
"Hah, sial, kepikiran terus gue sama keadaan dua kecebong sama satu beruk yang pingsan tadi pagi. Mana gue juga khawatir sama keadaan adik manisnya Hadi" gerutu Janu yang dengan lincah mengetik laporannya.
Janu mengadahkan kepalanya ke atas dengan tatapan sendu.
"Haaah, Tuhan, saya ini bukan manusia yang sabar, tapi kenapa cobaan selalu datang ke saya dan teman-teman saya? Apakah di kehidupan sebelumnya saya punya dosa besar? Misalnya maling mangga tetangga?"
Janu mulai bergumam tidak jelas membuat Putra yang sedang bekerja di sampingnya itu pun langsung melirik Janu takut-takut.
Putra hanya takut kalau Janu jadi gila karena kebanyakan bekerja. Karena, kerjaan Renjana di back up oleh Janu dan Putra (ini karena paksaan Janu) selama Renjana masih dalam masa pemulihan.
"Loh? Janu? Kamu mau ke mana?" terdengar suara Dewi yang membuat Putra melihat ke arah Janu yang sudah berdiri sambil menenteng tasnya.
"Mbak, tolong izinin saya ke Pak Arka, ya? Kalau ditanya saya ke mana, bilang aja saya mau jagain Renja, pasti dia izinin."
Janu yakin dengan menggunakan Renjana sebagai alasan pasti Pak Arka tidak marah kalau Janu pulang terlebih dahulu dari kantor seolah-olah kantor tersebut punya nenek moyangnya.
Tapi, Janu memang pulang karena dia begitu gelisah.
Dia takut terjadi apa-apa dengan teman-temannya.
Dan, hal yang Janu takutkan pun terjadi.
Setibanya Janu di tempat parkir rumah sakit, dia mendapatkan pesan dari Jiro.
"Brengsek!" seru Janu kesal dan berlari ke ruang rawat Jiro mengabaikan helm kesayangannya terjatuh dari jok motor karena tidak sengaja tersenggol oleh Janu.
Janu berlari sekuat tenaga dengan jantung yang rasanya ingin meledak karena berdetak dengan sangat cepat.
Dia tidak henti mengharapkan keselamatan temannya dan berdoa kepada Tuhan kalau dia tidak terlambat menyelamatkan temannya yang sedang disakiti oleh manusia setengah iblis.
Beruntung Janu tiba di waktu yang tepat.
Amarah Janu telah melewati ambang batas ketika ia melihat Jamal sedang menyakiti Renjana.
Tatapan matanya tertuju pada kedua tangan Renjana yang merah karena dicengkeram dengan kuat oleh Jamal, wajah pucat pasinya serta tangisan yang membuat kedua mata Renjana merah dan bengkak.
Janu langsung meninju Jamal ketika ia melihat ada jejak kemerahan di pipi Renjana, seperti bekas tamparan.
Janu saat itu sudah tidak peduli kalau dia akan mendapat masalah karena berani sekali dia meninju Jamal.
KAMU SEDANG MEMBACA
[FF NCT DREAM] Teduh
Fanfiction*Lanjutan dari cerita Tempat Untuk Pulang* Tujuh pemuda yang melanjutkan hidup mereka dengan tenang di rumah dua lantai. Namun, namanya hidup, walaupun kita ingin hidup bahagia, tentu saja akan ada cobaan yang menyertai. 1. Mark Lee as Mada Cazim 2...