Renjana membuka kedua matanya dan melihat sudah ada Hadi berdiri di pinggir tempat tidurnya sedang mengelap tangan Renjana menggunakan handuk basah. Dia tidak tahu sudah berapa lama dia tertidur. Dia melirik jam dinding yang ada di kamarnya dan kedua bola matanya membola ketika mengetahui waktu menunjukkan pukul 12 siang.
Renjana hendak bangun dari tidurnya tetapi dia meringis sambil memegang perutnya yang terasa sangat sakit.
"Perut lo kenapa Ren?!" tanya Hadi dengan panik.
"Abang! Abang Mada! WOI ABANG!"
Terdengar suara langkah kaki yang tergopoh-gopoh mendekati kamar Renjana dan Mada ini. Pintu kamar tersebut di buka dengan keras menampakkan sosok Mada yang terlihat sekali panik karena mendengar teriakan Hadi, dan semakin panik melihat Renjana dengan wajah pucat mencengkram perutnya.
"Di mana yang sakit Ren, bilang ke gue, jangan ditutup-tutupin!" seru Mada yang gemas pada Renjana yang disaat seperti ini masih saja mencoba menyembunyikan lukanya dari mereka.
Renjana menatap Mada, "A-Aku harus ke kantor bang..."
"GILA YA LO?!"
Suara Hadi terdengar membahana ketika mendengar kalimat tidak masuk akal dari Renjana itu.
Hadi terlihat murka, dia menatap kesal Renjana dan rasanya ingin sekali dia membenturkan kepala Renjana ke dinding.
Bagaimana bisa dia masih memikirkan kantor ketika keadaannya saja jauh dari kata baik?
"Apa sih yang ada di dalam otak dungu lo itu, Renja? Lo itu lagi sekarat! Semalam lo itu nggak pulang! Dan ketika lo pulang, keadaan lo udah kayak gini! Kita aja nggak mikir buat pergi kerja sama kuliah Renja dan lo malah kepikiran mau pergi ke kantor?!" omel Hadi sambil menatap tidak percaya kepada Renjana yang wajahnya semakin pucat saja setelah diomeli oleh Hadi.
"Maaf Hadi, maaf..., aku juga minta maaf sama kalian semua karena udah bikin kalian khawatir. Tapi, aku beneran harus pergi ke kantor, laporan-"
"Laporan itu udah ditangani sama rekan kerja lo. Janu tadi yang ngomong. Sekarang, lo tunjukin, mana yang sakit?" ucap Mada dengan tidak lepas menatap Renjana yang telah banyak mengeluarkan keringat dingin.
Hadi memijit pangkal hidungnya karena merasa dia lama-lama akan terkena darah tinggi kalau terus menghadapi manusia keras kepala seperti Renjana. Terlebih, Renjana nyaris tidak pernah memikirkan dirinya sendiri membuat Hadi rasanya ingin sekali mengomeli Renjana betapa pentingnya mendahulukan diri sendiri itu.
Dengan tangan gemetar, Renjana menyingkap kaos lengan pendek yang ia kenakan, menampakkan sebuah lebam keunguan di perut Renjana. Lebamnya cukup besar, dan ketika Mada menyentuhnya, Renjana langsung meringis dan menepis tangan Mada.
"M-Maaf abang, soalnya sakit..., sakit banget bang..."
Hadi menggigit bibirnya dengan kuat, dia berjalan keluar menuju ruang keluarga di mana ada Janu, Cakra, Jiro, dan seseorang yang memperkenalkan dirinya sebagai Leo sudah duduk di sana dan mereka semua menatap Hadi penasaran.
Jangan tanya di mana keberadaan Nanda.
Anak itu langsung pergi membawa mobilnya setelah mendengar penjelasan dari Leo.
Mereka semua tahu apa yang akan Nanda lakukan.
"Bawa Renja ke rumah sakit, ada luka lebam di perutnya, gue takutnya dia kenapa-kenapa kalau dibiarin."
Sedangkan di dalam kamar, Mada berhasil membujuk Renjana untuk pergi ke rumah sakit bersamanya. Dia membantu anak itu mengenakan jaketnya.
Mada menatap lekat mata Renjana yang terlihat lelah.
KAMU SEDANG MEMBACA
[FF NCT DREAM] Teduh
Fanfiction*Lanjutan dari cerita Tempat Untuk Pulang* Tujuh pemuda yang melanjutkan hidup mereka dengan tenang di rumah dua lantai. Namun, namanya hidup, walaupun kita ingin hidup bahagia, tentu saja akan ada cobaan yang menyertai. 1. Mark Lee as Mada Cazim 2...