Cakra duduk termenung di kursi taman yang ada di trotoar. Kedua tangannya terkepal di atas paha dengan isi kepala yang berkecamuk. Laki-laki itu masih memikirkan pembicaraannya dengan Jamal tadi sebelum akhirnya Jamal pergi sambil tersenyum manis ke Cakra.
Senyuman yang mungkin tidak akan pernah ingin Cakra lihat seumur hidupnya.
"Abang cuma mau minta tolong, dan tenang aja, abang tuh, nggak akan minta tolong yang macam-macam kok."
Cakra menatap lekat Jamal yang benar-benar terlihat polos seperti tidak melakukan kesalahan sebelumnya. Apakah mungkin karena Jamal merasa tidak akan ada yang bisa menjatuhkannya makanya dia bersikap jumawa seperti ini?
"Kamu cukup duduk diam dan bergerak ketika abang suruh, oke? Dan jangan kamu bilang masalah ini ke siapa pun."
Cakra menundukkan kepalanya dengan tangannya saling bertaut dan terkepal dengan kuat. Anak itu beberapa kali membenturkan kepalanya ke kepalan tangannya itu dengan frustasi.
Dia tidak menyangka kalau Jamal mengetahui masalah Julian itu dan mengetahui bahwa Cakra berteman dekat dengan Julian. Dia sangat takut dengan Jamal yang bisa mengetahui semua hal yang berhubungan dengan Cakra.
Cakra takut sekali jika Jamal menggunakan cara ini untuk menghancurkan mereka bertujuh satu per satu.
"Bukankah lo keterlaluan bang? Bagaimana bisa lo setega ini ingin menghancurkan orang-orang nggak bersalah cuma karena obsesi lo?"
"Dan lo punya masalah sama kakaknya Jiro. Tapi, lo malah melampiaskan rasa dendam lo ke orang lain."
Cakra tidak mengerti kenapa ada manusia seperti itu di dunia ini?
Memangnya, apa yang akan mereka dapatkan setelah mereka berhasil membalaskan dendam mereka dan mendapatkan keinginan mereka dengan cara sekotor dan selicik ini?
Cakra jadi teringat dengan ucapan ibunya mengenai sifat manusia.
Manusia itu tidak akan pernah merasa puas walaupun sudah ada kekuatan dan kekuasaan di tangan mereka.
Sebuah kalimat yang membuat Cakra teringat dengan Jamal yang tidak merasa puas dengan semua hal yang telah ia dapatkan.
Cakra tahu kalau Jamal itu kaya, dia tampan, dan memiliki banyak koneksi. Seharusnya, Jamal hidup saja dengan tenang tanpa harus mencari kebahagiaan lain dengan cara kotor ini, bukan?
"Haah, gue harus gimana?" gumam Cakra yang kepalang cemas.
Anak itu menggigit ujung kukunya sambil memperhatikan kendaraan yang berlalu lalang di jalan.
Sejak awal, dia sudah stress dengan semua masalah yang ia dapatkan, sekarang, dia justru terjerat dengan Jamal yang entah akan menepati janjinya untuk membantu Cakra atau tidak mengingat betapa liciknya cara Jamal bermain.
"Apa gue mati aja ya?"
***
"Makasih, ya Nanda udah nganterin gue" ucap Mada ke Nanda yang mengacungkan jempolnya.
"Hati-hati bang, salam buat orang tua abang. Kalo ada apa-apa langsung hubungin kita" ucap Nanda ke Mada yang menganggukkan kepalanya.
Mada pun berjalan masuk ke dalam stasiun, meninggalkan Nanda yang masih setia memperhatikan Mada yang berjalan masuk ke dalam stasiun hingga punggungnya tertelan oleh orang-orang yang berlalu lalang di stasiun.
Nanda menghembuskan nafas lelah.
Kepalanya berdenyut sakit karena semua hal yang terjadi secara berturut-turut ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
[FF NCT DREAM] Teduh
Fanfiction*Lanjutan dari cerita Tempat Untuk Pulang* Tujuh pemuda yang melanjutkan hidup mereka dengan tenang di rumah dua lantai. Namun, namanya hidup, walaupun kita ingin hidup bahagia, tentu saja akan ada cobaan yang menyertai. 1. Mark Lee as Mada Cazim 2...