Chapter 56

612 96 22
                                    

Walaupun sudah cukup lama Mada tidak pulang ke kampung halamannya. Namun, suasana di kampung halaman tersebut tidak banyak berubah.

Gapura yang berada di dekat pintu masuk tidak memiliki perubahan yang berarti, bahkan catnya sudah mengelupas serta lumut menempel di sana tidak membuat warga kampung ingin memperbaiki gapura tersebut.

Sawah-sawah yang membentang di sisi kanan dan sisi kiri jalan, pohon-pohon tinggi, lalu ada sapi, kambing, sampai bebek berkeliaran di jalanan yang belum diaspal tersebut.

Beberapa kali Mada menyapa warga kampung yang mengenal Mada sedang membawa sapi mereka ke tanah lapang dipenuhi rerumputan hijau untuk makan.

Pertanyaan dari warga kampung pun semuanya sama.

Mereka menanyakan keadaan orang tua Mada.

Mereka juga selalu meminta Mada untuk tabah dan sabar atas cobaan yang menimpa Mada serta keluarga.

Mada hanya menanggapinya dengan senyuman dan ucapan terima kasih kepada warga kampung yang bersimpati dengan Mada dan keluarganya. Bahkan, Mada sempat diberi satu sisir pisang serta satu kantung plastik berisikan mangga oleh tetangganya.

"Cuma ini yang bisa ibu kasih, ibu harap ayah sama ibu kamu cepat pulih."

Mada tetap bersyukur dengan semua bantuan kecil dari warga-warga kampung yang memang menyukai orang tua Mada karena kebaikan hati mereka.

Mada pun tiba di rumah sederhana milik orang tuanya.

Mungkin, banyak yang mengira bahwa rumah Mada di kampung itu seperti gubuk dengan lantai hanya berupa tanah berwarna merah. Namun, rumah Mada seperti rumah-rumah orang pada umumnya.

Rumahnya tetap terbuat dari bata dan dilapisi dengan aci dan semen tetapi bedanya, rumah Mada tidak dicat seperti rumah orang kaya kebanyakan. Kusen pintu dan jendela di rumah Mada pun tidak dicat dan dibiarkan saja seperti itu oleh orang tuanya. Bahkan, ada satu dua jendela yang tidak diberi kaca tetapi hanya ditutupi oleh seng.

Lantai di rumah Mada hanya dicor menggunakan semen tanpa ada ubin yang terbuat dari keramik seperti kost nya di kota. Atap rumah Mada pun terbuat dari seng yang kebanyakan sudah berkarat dan bolong-bolong sehingga sinar matahari mampu masuk ke dalam rumah Mada.

"Mada, akhirnya kamu pulang juga, nak" ucap Bude Sri yang baru saja dari dapur sambil membawa cangkir besar berisikan air hangat.

Mada segera mengambil alih nampan di tangan Bude Sri.

"Iya, bude. Makasih ya, bude. Mada sangat berterima kasih sama bude karena udah mau jagain ibu sama ayah" ucap Mada dengan suara bergetar.

Dia sangat bersyukur memiliki tetangga sebaik Bude Sri disaat sanak saudara Mada tidak ada satu pun yang mau membantu.

Bude Sri tersenyum menanggapi ucapan Mada.

"Sama-sama, Mada."

"Oh iya, ibu kamu tidur di dalam, badannya masih panas tapi nggak sepanas kemarin. Jangan lupa nanti siang ibumu minum obat sesudah makan. Eh, Mada sudah makan belum? Kalau belum mampir aja ke rumah bude, kebetulan bude baru aja selesai masak sebelum ke sini."

"Mada sudah makan di kereta tadi, bude" ucap Mada, lalu dia pamit ke Bude Sri untuk melihat keadaan ibunya di kamar.

Mada meletakkan cangkir berisikan air itu ke atas meja. Lalu, dengan sangat pelan dia duduk di pinggir tempat tidur dengan kedua mata berkaca-kaca melihat keadaan ibunya yang terbaring lemah. Wajah dan bibir sang ibu pun terlihat pucat.

Mada meraih tangan hangat ibunya dan menggenggamnya dengan lembut. Mada cium tangan ibunya. Karena suasana hatinya masih mendung, Mada pun meneteskan air mata.

[FF NCT DREAM] TeduhTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang