Langkah kakinya ia bawa entah ke mana.
Hadi bahkan mengabaikan tatapan aneh orang-orang karena dia berjalan dalam keadaan babak belur, luka di hidungnya begitu mencolok, terlebih ada plester luka di dekat pangkal hidungnya. Mungkin, orang-orang berpikir kalau Hadi habis berkelahi, padahal yang sebenarnya terjadi, Hadi menjadi korban pemukulan oleh seseorang yang tidak tahu diri.
Keadaan di jalanan adalah suatu hal yang tidak pernah berubah.
Pejalan kaki yang berjalan dengan tenang di trotoar, ada juga yang berjalan dengan langkah terburu-buru. Lalu, beberapa pedagang kaki lima menjajakan dagangan mereka di pinggir jalan tersebut, bahkan ada salah satu dari pedagang itu menawarkan sebotol air mineral ke Hadi yang tidak membawa dompet setelah dia keluar dari rumah tadi.
Hadi menolak dengan halus tawaran si bapak penjual minuman. Namun, bapak itu tetap memberikan botol air itu ke Hadi.
Sambil tersenyum bapak itu berkata,
"Ambi saja, dik. Ini memang mau bapak kasih buat adik."
Hadi tertegun ketika dia melihat senyuman tulus dari si bapak dan juga bagaimana bapak itu meletakkan botol air tersebut ke tangan Hadi.
Bapak itu menepuk pundak Hadi dengan pelan lalu dia kembali menjajakan dagangannya ke pejalan kaki yang berlalu lalang, meninggalkan Hadi berdiri seorang diri di trotoar yang cukup luas itu.
Disaat pikiran Hadi dipenuhi oleh benang kusut. Tiba-tiba saja ada seseorang yang baik hati memberikannya sebotol minuman secara cuma-cuma.
Bukankah bapak tadi terlalu baik?
Kenapa bisa bapak itu begitu saja memberikan dagangannya secara gratis ke Hadi?
Hadi pun berjalan mendekati si bapak yang sedang melakukan transaksi jual beli dengan seorang pejalan kaki yang merupakan pekerja kantoran.
Bapak itu menyadari kehadiran Hadi lalu dia tersenyum ke Hadi.
"Kenapa, dik?"
"Kenapa bapak mau ngasih minuman ini ke saya secara gratis? Kita kan tidak saling kenal, pak" ucap Hadi ke si bapak yang tidak menjawab pertanyaan Hadi secara langsung karena dia sedang memberikan kembalian ke si pejalan kaki tadi.
"Jadi, bapak harus kenal dulu sama seseorang yang ingin bapak tolong?"
Hadi terdiam. Kepala anak itu menunduk dan dia kembali merasakan tepukan di pundaknya yang berasal dari si bapak penjual minuman itu.
"Bapak cuma mau menolong adik. Kelihatannya adik sedang ada masalah, tapi karena bapak cuma punya air, bapak cuma bisa ngasih adik air ini, siapa tahu adik membutuhkan air itu untuk meredakan rasa haus adik dan akan membuat pikiran adik lebih jernih."
Hadi masih terdiam.
"Bapak tidak tahu seberat apa masalah adik tapi yang namanya hidup akan ada banyak cobaan menyertai kita, dik. Tinggal bagaimana adik sendiri menyikapi masalah itu. Adik hanya perlu percaya kalau Tuhan tidak akan pernah membuat hambanya sengsara. Cukup bersabar dan jalani hari-hari adik dengan ikhlas."
Setelah mengatakan itu, si bapak tersenyum hangat ke Hadi. Dia pun berjalan meninggalkan Hadi yang merenungkan semua ucapan si bapak.
Jujur saja, Hadi sudah tidak tahan semenjak Hana masuk rumah sakit karena masalah rentenir itu. Rasanya, Hadi ingin lari dan kabur dari semua hal yang membuat kepalanya sakit.
Di hati kecil Hadi, dia menyalahkan Jiro karena kakaknya membuat mereka harus terlibat semua masalah ini.
Dia juga sempat menyalahkan Renjana karena kehadirannya membuat Jamal bertingkah seperti orang gila karena obsesi tidak jelasnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
[FF NCT DREAM] Teduh
Fanfiction*Lanjutan dari cerita Tempat Untuk Pulang* Tujuh pemuda yang melanjutkan hidup mereka dengan tenang di rumah dua lantai. Namun, namanya hidup, walaupun kita ingin hidup bahagia, tentu saja akan ada cobaan yang menyertai. 1. Mark Lee as Mada Cazim 2...