Janu membaca pesan dari ibunya yang menyuruh Janu pulang ke rumah setelah Janu selesai bekerja.
Setelah membaca pesan dari ibunya itu, Janu baru sadar kalau dia akhir-akhir ini jarang sekali pulang ke rumah. Karena masalah yang datang secara bertubi-tubi membuat Janu lupa kalau dia masih ada orang tua yang seharusnya dia lihat keadaannya atau pun Janu tanyakan kabarnya.
Seperti biasa suasana di kantor hanya dipenuhi oleh karyawan yang sibuk dengan tugas masing-masing. Setidaknya, suasana di ruangan ini terasa tentram setelah Aji keluar dari perusahaan.
Iya, Aji yang sempat Janu patahkan hidungnya itu, memilih resign dari pekerjaannya dan Janu juga tidak peduli kenapa Aji resign.
Hampir seharian ini, Janu tidak melihat keberadaan Pak Arka dan Dewi. Mungkin karena Pak Arka sedang mengurus masalah hak asuhnya Renjana, tapi kalau untuk Dewi, Janu tidak tahu kenapa wanita itu tidak datang bekerja hari ini.
Sampai, ketika jam istirahat dan Janu hendak pergi ke luar untuk mengisi perutnya. Namun, baru saja Janu hendak memasukkan kunci motornya, dia melihat mobil Pak Arka terparkir rapi di tempat parkir khusus mobil.
Pak Arka turun dari mobil dengan wajah lesu dan kusut.
Tidak sengaja tatapan mata mereka saling bertemu dan membuat Janu mau tidak mau harus menghampiri Pak Arka yang hanya bisa membalas senyum Janu dengan senyuman tipis.
"Gimana pak? Bapak berhasil mengurus hak asuh Renja?" tanya Janu walaupun sebenarnya dia berat menanyakan hal ini.
Karena, jika Pak Arka berhasil mengurus hak asuh Renjana dan pria tua itu berhasil menjadikan Renjana anaknya, bukankah itu berarti, Renjana harus pergi bersama Pak Arka dan istrinya ke luar negeri?
Pak Arka menghela nafas lelah.
"Saya nggak bisa mengadopsi Renjana."
Janu mengerjapkan matanya. Dia jadi tidak tahu harus merespon seperti apa setelah mendengar kabar ini. Namun, raut wajah Pak Arka terlihat sangat sedih.
Sepertinya, Pak Arka benar-benar serius ingin menjadikan Renjana anaknya.
Mungkin, Pak Arka dengan istrinya juga lelah karena tidak kunjung diberi keturunan setelah bertahun-tahun menikah. Jadi, mereka sangat memperjuangkan Renjana supaya Renjana bisa menjadi anak mereka.
"Kenapa begitu, pak? Bukannya kata bapak, om dan tante Renja sudah ditangani oleh teman bapak? Ina itu juga pada akhirnya akan masuk penjara, kan?"
Janu sangat berharap masalah Renjana ini selesai. Dia hanya ingin, salah satu beban Renjana berkurang.
Janu rindu melihat senyum lebar Renjana.
Janu sudah muak melihat temannya itu selalu tersenyum palsu untuk sekedar memberitahu mereka bahwa dia baik-baik saja padahal Janu tahu, bahwa keadaan Renjana jauh dari semua itu.
"Om dan tante Renjana memang sudah ditangani oleh Darma. Tapi, Darma lagi kesulitan sama kasus Ina. Kalau kata Darma, ada orang gila yang melindungi Ina, jadi dia cukup kesulitan menangani Ina."
Pak Arka memijit pangkal hidungnya dengan pelan.
"Hak asuh Renjana memang sudah selesai ditangani sama saya, Janu. Anak itu sepenuhnya lepas dari om dan tantenya. Tapi, waktu saya mau urus masalah adopsi, tiba-tiba saja saya dibilang tidak layak menjadi orang tua angkatnya Renjana."
Alis Janu saling bertaut mendengar penjelasan Pak Arka.
Bagaimana bisa Pak Arka dibilang tidak layak menjadi orang tuanya Renjana?
Padahal, di mata Janu, Pak Arka ini sangat menyayangi Renjana. Dia selalu berusaha membuat Renjana nyaman dengannya. Bahkan, Pak Arka sampai melakukan hal sejauh ini hanya untuk Renjana. Dan, orang-orang itu mengatakan Pak Arka tidak layak?
KAMU SEDANG MEMBACA
[FF NCT DREAM] Teduh
Fanfiction*Lanjutan dari cerita Tempat Untuk Pulang* Tujuh pemuda yang melanjutkan hidup mereka dengan tenang di rumah dua lantai. Namun, namanya hidup, walaupun kita ingin hidup bahagia, tentu saja akan ada cobaan yang menyertai. 1. Mark Lee as Mada Cazim 2...