"Sepi banget, ya Ji?"
Jiro menoleh ke Cakra setelah mendengar ucapan pemuda itu. Di ruang tamu ini hanya ada mereka berdua setelah Janu dan Zena pamit pergi ke tempat Jamal untuk mencari Renjana.
Jiro mengarahkan pandangannya ke setiap sudut ruangan di sini. Biasanya, di jam segini, rumah dua lantai ini telah dipenuhi oleh suara berisik abang-abangnya.
Biasanya, akan ada suara Janu, Nanda, Mada, dan Renjana yang baru pulang bekerja. Suara masakan dari arah dapur, suara dari televisi, suara keributan yang kebanyakan berasal dari Hadi dan Nanda, atau suara perdebatan antara Janu dan Renjana karena Janu suka sekali merokok di kamar mandi dan meninggalkan putung rokoknya di dekat floor drain. Dan keributan itu akan ditutup oleh seruan Mada yang menyuruh mereka makan.
Tapi, lihatlah perbedaannya sekarang.
Rumah ini sangat sepi.
Tidak ada keributan yang sebelumnya selalu membuat Jiro sakit kepala. Namun, saat ini, keributan itulah yang Jiro rindukan.
"Maafin aku, ya Cak" ucap Jiro membuat Cakra menatap temannya itu.
"Gara-gara aku, kita semua terlibat sama masalah ini, sampai-sampai Kak Nanda harus diseret masuk penjara padahal sudah jelas kalau Kak Nanda itu dijebak" ucap Jiro lagi dengan suara bergetar.
Hatinya selalu tidak sanggup jika membahas kekacauan yang terjadi di antara mereka bertujuh.
Jiro merasa bertanggungjawab karena sudah menyebabkan teman-temannya terlibat masalah yang seharusnya mereka tidak ada di dalamnya.
Cakra mendengus kecil mendengar ucapan Jiro, dia menepuk pelan pundak Jiro beberapa kali.
"Semua ini bukan salah lo, Jiro. Emang Jamal aja yang gila. Kayaknya dia bakalan kena tipes kalo belum puas menghancurkan hidup orang yang dia benci" ucap Cakra.
Cakra kembali memikirkan percakapannya dengan Jamal ketika dia tidak sengaja bertemu laki-laki itu di perjalanan pulang. Entah permintaan tolong apa yang akan Jamal berikan kepadanya, namun Cakra merasa kalau Jamal tidak akan berbaik hati menolongnya mengenai masalah Julian itu mengingat bagaimana Jamal begitu kejamnya menarik satu per satu orang yang tidak ia suka masuk ke dalam jurang.
Cakra merasa kalau Jamal sedang menjebaknya.
Mereka semua serentak menoleh ke arah pintu ketika mendengar suara pintu yang terbuka. Cakra dan Jiro tanpa sadar tersenyum ketika mereka melihat Hadi masuk ke dalam rumah sambil membawa kantung plastik berwarna hitam.
Hadi tersenyum ke Cakra dan Jiro yang entah kenapa, hati mereka terenyuh ketika melihat salah satu di antara mereka ada yang pulang ke rumah. Mereka merasa deja vu.
"Gue bawa makanan, nih. Gue yakin kalian pasti belum makan, kan?" ucap Hadi.
Cakra dan Jiro menatap Hadi dengan kedua mata yang berkaca-kaca.
Mereka hanya berharap, setelah Hadi, akan ada lagi yang pulang ke rumah hari itu.
***
Mada tersenyum ketika ia melihat ayahnya terbangun dari tidurnya. Anak itu langsung menggenggam tangan sang ayah yang bebas dari infus. Dia berusaha untuk tidak menangis karena melihat keadaan ayahnya yang terbaring tidak berdaya di ranjang pesakitan ini.
"Mada?" ucap ayah yang terlihat tidak percaya bahwa anak laki-lakinya ada di sampingnya.
"Iya, ayah, ini Mada" ucap Mada, dia menatap ayahnya dengan kedua mata berkaca-kaca.
KAMU SEDANG MEMBACA
[FF NCT DREAM] Teduh
Fanfiction*Lanjutan dari cerita Tempat Untuk Pulang* Tujuh pemuda yang melanjutkan hidup mereka dengan tenang di rumah dua lantai. Namun, namanya hidup, walaupun kita ingin hidup bahagia, tentu saja akan ada cobaan yang menyertai. 1. Mark Lee as Mada Cazim 2...