"Saya tidak akan pernah membiarkan mereka hidup dengan tenang, meskipun mereka sudah ada di neraka sekali pun..."
Renjana membuka matanya, dia merasakan ada keringat dingin mengalir di kening dan pelipisnya, nafasnya terdengar memburu, dia pun memejamkan mata dan berusaha menenangkan dirinya.
Dia tidak mau kekacauannya ini akan membuat Ibu Cakra terbangun. Dia tidak tega mengganggu waktu istirahat ibu dari temannya itu karena sejak tadi pagi tidak berhenti menjaganya.
Renjana menelan ludah dan merasakan bahwa dirinya butuh minum.
Dia pun meraih gelas yang telah diisi oleh air mineral (sepertinya, Ibu Cakra yang melakukannya untuk memudahkan Renjana jika dia merasa haus).
Renjana meneguk beberapa air mineral sebelum ia meletakkan gelas yang isinya tinggal setengah itu ke atas meja.
Ruangan yang cukup luas itu terasa sunyi dan hal itu cukup mengganggu Renjana.
Dia jadi merindukan kehebohan teman-temannya setiap mereka berada di ruangan ini.
Dia juga merasa tidak enak kepada mereka karena membuat mereka khawatir dan menyusahkan mereka.
Dan, dia juga merasa bersalah karena belum mampu menceritakan apa yang sebenarnya terjadi pada malam itu.
Ada sesuatu di dalam hatinya yang selalu meminta Renjana untuk menceritakannya karena tidak tahan dengan rasa sakit dan sesak yang ia rasakan. Namun, lidahnya tiba-tiba menjadi kelu setiap ia hendak menceritakan apa yang membuatnya berakhir "menginap" di rumah sakit.
Renjana kesulitan mengontrol emosinya setiap dia kembali mengingat bagaimana tubuhnya diseret masuk ke dalam gedung tidak terpakai.
Sunyinya malam itu.
Suara desiran angin.
Suara langkah kaki yang diseret.
Suara teriakan yang memecah kesunyian malam.
Dia hanya takut, tubuhnya akan bereaksi cukup hebat dan akan membuat teman-temannya khawatir.
Pintu ruang rawatnya terbuka, dia menghembuskan nafas lega ketika melihat Jamal lah si tersangka yang membuka pintu.
Terlihat sekali laki-laki itu baru pulang kerja melihat pakaian yang ia kenakan cukup formal. Di tangan laki-laki itu terdapat dua kantung kresek yang Renjana yakini adalah makanan.
"Mada bilang nggak ada yang jagain kamu di rumah sakit. Jadinya, Cakra minta tolong ibunya buat jagain kamu. Abang cuma mau gantian sama ibunya Cakra" ucap Jamal sambil melirik Ibu Cakra yang tertidur di sofa.
Renjana hanya menganggukkan kepalanya, membiarkan Jamal membangunkan Ibu Cakra dan meminta ibu paruh baya itu pulang untuk beristirahat.
Tidak lupa, Jamal memberikan salah satu kantung kresek tadi ke Ibu Cakra sebagai bentuk terima kasihnya karena sudah mau menjaga Renjana.
Setelah Ibu Cakra pamit pulang, tertinggal Renjana dan Jamal yang sedang menikmati makanan yang Jamal beli.
"Gimana keadaan kamu, dek? Udah membaik?" tanya Jamal menatap sekilas ke Renjana sebelum kembali fokus ke makanan yang ia makan.
"Udah kok bang, aku merasa baik, cuma dokternya tetep nggak ngizinin aku pulang dulu" ucap Renjana yang terdengar sebal dengan si dokter berkacamata bulat itu.
"Ya iyalah, kamu itu lagi patah tulang, Ren. Perawatannya nggak sebentar, butuh waktu satu sampai dua bulan baru pulih, itu pun kamu belum boleh beraktifitas yang berat-berat dulu" jelas Jamal membuat Renjana nyaris tersedak ketika mendengar penjelasan Jamal.
KAMU SEDANG MEMBACA
[FF NCT DREAM] Teduh
Fanfiction*Lanjutan dari cerita Tempat Untuk Pulang* Tujuh pemuda yang melanjutkan hidup mereka dengan tenang di rumah dua lantai. Namun, namanya hidup, walaupun kita ingin hidup bahagia, tentu saja akan ada cobaan yang menyertai. 1. Mark Lee as Mada Cazim 2...