Jiro tersenyum kepada Jamal ketika laki-laki itu masuk ke ruang rawatnya sambil membawa keranjang buah. Kehadiran Jamal cukup melegakan bagi Jiro karena dia tidak perlu merasakan atmosfir canggung antara dia dengan Farhan.
Jujur saja, setelah percakapan mereka malam itu, Jiro tidak ada mengobrol dengan Farhan. Kalau pun Farhan bertanya, dia akan menjawab seperlunya saja.
"Lo udah makan belum, Han?" tanya Jamal sambil meletakkan keranjang buah yang ia bawa ke atas meja.
"Belum sih" jawab Farhan yang cukup membuat Jiro merasa bersalah karena membuat kakaknya itu tidak sempat sarapan karena menjaga Jiro.
Padahal, Jiro tidak masalah ditinggal sendirian.
"Sarapan sana, tenang aja, gue yang jagain Jiro" ucap Jamal sambil tersenyum pada Farhan.
Farhan bersyukur karena Jamal datang berkunjung pagi ini. Dia sudah sangat lapar tetapi Farhan tidak mau meninggalkan Jiro sendirian. Karena sudah ada Jamal, maka Farhan pun menitipkan adiknya pada Jamal, selaku teman yang Farhan percaya.
"Jiro, kakak sarapan dulu ya" ucap Farhan pada Jiro yang hanya menjawabnya dengan gumaman.
Setelahnya, hanya ada Jamal dan Jiro di dalam ruangan tersebut.
"Aku nggak nyangka kalo Kak Jamal temannya Kak Farhan. Selama ini, aku nggak pernah ngelihat kakak, aku cuma tahunya sama Kak Galih."
Jamal terkekeh pelan ketika mendengar ucapan Jiro itu. Wajar saja kalau Jiro tidak mengenalnya. Itu karena Jamal memang tidak pernah berkunjung ke rumah Farhan. Justru, Farhan yang suka berkunjung ke rumah Jamal.
Jamal duduk di kursi yang awalnya diduduki oleh Farhan, dia mengulas senyuman ke Jiro tanpa ia sadari ketika ia mengingat bagaimana dia bisa berteman dengan Farhan.
"Itu karena aku nggak pernah berkunjung ke rumah kamu Jiro. Dan Galih itu dulu tinggal di kost yang kamu tempati sama yang lain."
"Galih yang kenalin aku ke kakak kamu. Dia juga yang suka ngajakin kakak kamu ke kost. Jadinya, aku sama kakak kamu semakin akrab" jelas Jamal, dia terlihat bahagia ketika menceritakan bagaimana dulu rumah dua lantai itu dihuni olehnya beserta anak-anak kost yang lain.
Jiro mendengarkan dengan seksama cerita Jamal itu. Dia baru tahu kalau ternyata Jamal pernah menghuni rumah itu sebelumnya. Jiro pikir, Jamal hanya menjadikan rumah itu kost lalu dia tinggal di tempat lain. Tapi, ternyata, Jamal tinggal di rumah itu juga.
"Aku itu teman sekamar Galih. Bos kamu, Bang Zen, dia juga penghuni kost lama. Dia sekamar dengan Leo."
"Dulu, aku sempat nawarin kakak kamu tinggal di kost. Tapi, dia tolak karena dia bilang, dia ada kamu."
Jiro terdiam ketika mengetahui fakta tersebut. Jamal memberikan senyuman manisnya ke Jiro.
"Kakak kamu sayang banget sama kamu, Jiro. Kamu nggak kasihan sama dia?"
Jiro mengatupkan bibirnya. Dia tidak bisa menjawab pertanyaan dari Jamal itu karena dia sendiri bingung dengan perasaannya terhadap sang kakak.
"A-aku.., aku nggak tahu kak, aku.."
"Jirooooo, abang gantengmu ini da-AAARGH!"
Jiro mengerjapkan matanya karena mendengar teriakan heboh dari Hadi itu. Sedangkan Hadi, si tersangka utama yang berteriak, hanya bisa mengusap dadanya sambil menatap Jamal yang malah masih bisa tersenyum kepada mereka.
Sial, dia senyum?! Enak bener dia senyum padahal kemarin dia nikam anak orang?!
"E-eh, ada Bang Jamaal" ucap Hadi sambil tersenyum kikuk.
KAMU SEDANG MEMBACA
[FF NCT DREAM] Teduh
Fanfiction*Lanjutan dari cerita Tempat Untuk Pulang* Tujuh pemuda yang melanjutkan hidup mereka dengan tenang di rumah dua lantai. Namun, namanya hidup, walaupun kita ingin hidup bahagia, tentu saja akan ada cobaan yang menyertai. 1. Mark Lee as Mada Cazim 2...