Renjana sedang asyik menonton televisi ketika ia melihat keadaan Jiro yang kacau.
Jiro membuka pintu dengan sangat keras dan membiarkan pintu rumah terbuka lebar.
Wajah anak itu merah karena menangis.
Suara tangisan Jiro seperti suara anak kecil yang menangis karena tidak diizinkan membeli permen oleh ibunya.
Renjana yang melihat Jiro menangis hebat seperti itu langsung membantu Jiro duduk di sampingnya dan mengusap pundak Jiro untuk menenangkan anak itu.
Renjana tidak mengatakan apa-apa dan membiarkan Jiro menumpahkan semua yang ia rasakan lewat tangisan itu. Hatinya berdenyut sakit setiap melihat Jiro menangis keras hingga kesulitan bernafas.
"Kenapa dia sebenci itu sama aku kak?" isak Jiro lalu ia terbatuk beberapa kali karena tangisan kerasnya.
Beruntung tadi sebelum Hadi pergi ke kampus, dia meletakkan satu teko kecil di atas meja serta gelas untuk memudahkan Renjana minum tanpa harus repot-repot ke dapur, sehingga, dengan sigap Renjana menuangkan air di dalam teko ke gelas lalu memberikannya ke Jiro.
Jiro pun meminum air mineral dari dalam gelas sampai habis.
Disaat itulah Jiro bisa mengontrol dirinya sendiri.
Suara tangisnya perlahan hilang walaupun kedua pipinya masih basah, anak itu sesegukan beberapa kali sambil meletakkan gelas kosong ke atas meja.
"Aku mau peluk kakak, tapi aku takut nanti kakak kesakitan karena aku meluk kakak" ucap Jiro yang sepertinya membutuhkan pelukan untuk menenangkan keadaan hatinya yang kacau.
Renjana menghembuskan nafasnya lalu tersenyum pada Jiro. Tanpa mengatakan apa-apa, dia membawa Jiro ke dalam pelukannya. Lagian, kalau hanya sekedar memeluk tidak akan membuat tulang Renjana kembali patah. Dia juga sudah merasa baik-baik saja sebenarnya.
"Nggak pa pa, Jiro. Kakak ini udah baik-baik aja, kalo cuma dipeluk mah, nggak bakalan bikin tulang kakak patah lagi."
Jiro memeluk Renjana dengan erat. Dia memejamkan matanya sehingga air mata yang tergenang itu turun dan kembali membasahi pipinya.
"Kak.., aku capek kak. Aku capek banget sama Jery yang entah kenapa benci banget sama aku..., aku capek dengan diri aku sendiri karena berusaha keras menolak kehadiran Kak Farhan di hidup aku. Aku capek dengan semua hal yang ada di hidup aku kak..., rasanya aku pengen nyerah. Aku nggak sanggup menahan semua rasa yang ada di hati aku kak..." Jiro kembali menangis setelah mengungkapkan apa yang ia rasakan kepada Renjana.
"Jangan ngomomg kayak gitu, Jiro. Kalau kamu memang capek, solusinya itu istirahat" ucap Renjana yang merasa bahwa seharusnya kalimat itu untuk dirinya sendiri.
Renjana tanpa sadar tersenyum miris karena dia pun membiarkan dirinya sendiri tenggelam dengan semua hal yang menyakitkan di dalam hidupnya.
Dan dia bahkan tidak mau repot-repot beristirahat dari rasa lelah itu.
Tidak ada percakapan di antara mereka berdua setelahnya.
Jiro pun juga tidak membuka mulutnya karena terlalu terbuai dengan belaian di rambutnya. Jiro bahkan mengantuk karena lelah sehabis menangis dan Renjana menyadari hal itu.
"Kamu kalau ngantuk, tidur aja di kamar kakak" ucap Renjana sambil membantu Jiro berdiri.
Renjana tidak mau bertanya apa-apa tentang alasan Jiro menangis dan siapa itu Jery. Dia akan menanyakan hal itu nanti setelah Jiro merasa lebih baik.
Jiro pun berdiri sambil mengucek matanya yang terasa panas dan perih karena menangis. Dia membiarkan Renjana menuntunnya menuju kamar.
Ketika mereka berdua mulai mendekati kamar milik Renjana dan Mada, pandangan mata Renjana tertuju ke pintu yang terbuka lebar.
KAMU SEDANG MEMBACA
[FF NCT DREAM] Teduh
Fanfiction*Lanjutan dari cerita Tempat Untuk Pulang* Tujuh pemuda yang melanjutkan hidup mereka dengan tenang di rumah dua lantai. Namun, namanya hidup, walaupun kita ingin hidup bahagia, tentu saja akan ada cobaan yang menyertai. 1. Mark Lee as Mada Cazim 2...