Walaupun terasa berat, namun Mada harus mengucapkan salam perpisahan ke sang ibu yang kondisi tubuhnya mulai membaik. Mada memeluk erat tubuh sang ibu begitu pun dengan sang ibu sendiri. Padahal, Mada baru dua hari tinggal di rumah orang tuanya ini dan dia harus segera kembali ke kota untuk bekerja serta menemui teman-temannya.
Mada selalu menanyakan kabar anak-anak melalui Nanda, namun selama dua hari itu, Nanda tidak sekali pun membalas pesan dari Mada. Suatu hal yang sebenarnya Mada tidak perlu heran lagi karena dia tahu kalau Nanda bahkan sampai berhari-hari tidak mencharger ponselnya yang habis baterai.
Namun, ketika Mada tidak mendapat jawaban dari Hadi yang selalu membalas pesan Mada dengan cepat, disaat itulah Mada merasa yakin kalau terjadi sesuatu yang tidak biasa selama Mada pulang kampung.
"Maaf ya, bu, Mada nggak bisa lama-lama di kampung, padahal Mada masih kangen sama ayah dan ibu" ucap Mada setelah dia melepas pelukan hangat dan penuh rindu itu dari sang ibu.
Ibu tersenyum hangat ke Mada, dia mengusap pelan pipi anak lanangnya yang dulu masih begitu kecil dan suka sekali menangis kalau dirinya terpaksa menitipkan Mada ke Bude Sri karena harus pergi ke sawah, sekarang anak kecil itu sudah menjadi pemuda yang hebat dan baik hati.
"Nggak pa-pa, Mada. Lagian kamu juga kerja sama orang, kamu nggak bisa juga semena-mena kalau kamu sendiri sudah disuruh ke kantor lagi buat bekerja" ucap sang ibu yang sebelumnya tidak sengaja mendengar percakapan Mada dengan bosnya yang sepertinya menyuruh Mada untuk segera kembali bekerja.
"Dan juga, ibu tahu kalau ada masalah sama teman-teman kamu kan?" ucap sang ibu dan Mada hanya bisa tersenyum sendu setiap mengingat semua hal yang terjadi akhir-akhir ini mengenai mereka bertujuh.
"Ibu hanya bisa mendoakan kalian, nak. Semoga, semua badai ini berlalu dan kita semua segera bertemu dengan matahari yang bersinar terang di langit."
Mada menganggukkan kepalanya, "Terima kasih, bu."
Mada menoleh dan mendapati salah satu anak dari Bude Sri sudah ada di halaman rumah orang tua Mada dengan motor bebeknya yang sudah bertahun-tahun digunakan oleh keluarganya Bude Sri. Anak dari Bude Sri itu menawarkan dirinya untuk mengantar Mada ke stasiun dan juga ke rumah sakit untuk berpamitan dengan ayahnya.
"Mada, pergi dulu, ya, bu. Mada juga akan mencari uang sebanyak-banyaknya untuk ayah dan ibu" ucap Mada dan sang ibu menggelengkan kepalanya.
"Nggak perlu, sayang, simpan uang itu untuk diri kamu sendiri. Ibu sama ayah bisa mengatasi masalah ini. Kamu cukup fokus kerja di perantauan, dan ambil pelajaran sebanyak-banyaknya di sana untuk menjadi pribadi yang lebih baik lagi."
"Tapi, bu, semua uang ta-"
"Sstt! Udah, ibu sama ayah percaya rezeki dari Tuhan itu akan datang dari arah yang tidak terduga. Kamu nggak usah khawatir sama ayah dan ibu."
Mada menatap ibunya itu dengan kedua mata berkaca-kaca. Dia pun mencium tangan ibunya lalu dengan berat hati dia pun berjalan mendekati anak dari Bude Sri yang dengan sabar menunggu Mada berpamitan dengan sang ibu.
Setelah semua ini selesai, Mada akan pulang, bu. Dan yang pulang nggak cuma Mada. Tapi, ada enam anak bujang ibu yang bakalan Mada bawa ke sini...
***
Di ruang rawat ini hanya ada Renjana dan Hadi.
Ketika Renjana membuka matanya, dia melihat keadaan di ruang rawat yang luas itu begitu sepi. Lalu, setelahnya, barulah dia melihat Hadi yang baru masuk ke ruang rawat tersebut sambil membawa kantung plastik berisikan cemilan.
KAMU SEDANG MEMBACA
[FF NCT DREAM] Teduh
Fanfiction*Lanjutan dari cerita Tempat Untuk Pulang* Tujuh pemuda yang melanjutkan hidup mereka dengan tenang di rumah dua lantai. Namun, namanya hidup, walaupun kita ingin hidup bahagia, tentu saja akan ada cobaan yang menyertai. 1. Mark Lee as Mada Cazim 2...