Chapter 70

675 111 18
                                    

"Kita pindah aja, yuk."

Kalimat ini sudah beberapa kali Hadi katakan. Semenjak Renjana pulang dari rumah sakit, Hadi tidak henti mengusulkan kepindahan mereka dari rumah dua lantai milik Jamal ini.

"Hawa di rumah ini udah nggak enak. Aura di rumah ini juga aur-auran" ucap Hadi lagi kepada kelima temannya yang sedang duduk manis di karpet berbulu.

Hanya Renjana sendiri yang duduk di sofa sambil menjulurkan kakinya di sofa panjang itu, di punggungnya terdapat bantal sofa yang ditumpuk dan disusun oleh Nanda supaya Renjana bisa menyandarkan punggungnya dengan nyaman.

"Gue setuju sama Bang Hadi. Walaupun pin rumah ini udah kita ganti supaya Jamal nggak leluasa keluar masuk rumah ini. Tetep aja kita harus pindah, rumah ini rumah dia" ucap Cakra yang sangat setuju dengan usul Hadi ini.

Bahkan sejak kemarin, Cakra sibuk mencari kontrakan atau kos-kosan yang sejenis seperti kos punya Jamal ini.

"Gue baru inget ada rumah dijual gitu di dekat tempat kerja gue, rumahnya satu lantai, halamannya luas, bisa lah masuk dua mobil sama motor. Dari luar sih, rumah itu kelihatan oke" ucap Mada yang tidak sengaja melihat sebuah rumah dengan papan bertuliskan dijual serta menyematkan nomor telepon si pemilik rumah.

"Ck, tinggal aja di rumah gue, kamarnya ada banyak" ucap Nanda dengan entengnya.

"Gile aja lu!" sahut Janu, mana mau dia tinggal di rumah yang dikelilingi pria-pria berbadan besar semua?

"Pasti lu mikir di rumah gue ada bodyguard bokap gue, kan?" tuding Nanda sambil memicingkan matanya ke Janu yang gelagapan.

"Ng-nggak kok! Gue cuma segan sama bokap lo dan juga pasti bokap lo bakalan langganan sakit kepala karena ada tujuh bujang di rumahnya" jelas Janu, dia sudah membayangkan setiap hari Darma mencium bau minyak kayu putih karena pusing melihat kelakuan mereka yang kadang bisa kambuh gilanya.

"Tapi, kalau kita pindah, apa kita bisa lepas dari Kak Jamal?" tanya Jiro membuat mereka semua terdiam.

"Oh iya ya, dajjal satu itu masih berkeliaran di dunia ini. Malaikat pencabut nyawa nggak ada keinginan nyabut nyawanya Jamal?" gerutu Hadi yang sudah kepalang kesal dengan Jamal.

Dia merasa hidupnya dihantui oleh makhluk halus. Tapi, lebih mending dihantui makhluk halus karena mereka tidak bisa menyentuh. Kalau Jamal? Dia bahkan sudah beberapa kali memberikan masalah bertubi-tubi ke mereka sehingga Hadi selalu was-was, rencana apa lagi yang akan Jamal lakukan?

"Yang jahat biasanya hidupnya lebihlama di dunia ini, bang" celetuk Cakra.

"Hmmm, gue ada sih apartemen, dikasih sama bokap waktu gue ulang tahun yang ke lima belas. Kita tinggal di sana aja, mau?" tawar Nanda.

"Nan, bisa nggak sih lo itu ngasih saran tempat tinggal yang "normal" gitu?" gerutu Janu, sejak tadi Nanda menawarkan tempat tinggal yang membuat orang kaum mendang-mending seperti mereka langsung menjerit pilu.

"Itu udah normal menurut Nanda, Nu. Kalau kita mah, yang penting nggak tidur di jalan aja" ucap Hadi, bahkan, dia tidak masalah kalau sementara mereka tidur di masjid.

"Di rumah gue mau, bang?" tawar Cakra, kalau tidak salah di rumahnya banyak juga kamar kosong.

"Ada orang tua lo, Cak. Lagian, rumah lo juga jauh" sahut Mada.

"Di dekat rumah Wina ada perumahan gitu sih, kak. Masih ada beberapa rumah yang belum terjual, mau di sana aja?" ucap Jiro, yang sedari tadi mencari waktu yang tepat untuk berbicara karena semua abangnya rebutan berbicara semua.

"Apartemen gue ajaa" ucap Nanda yang masih keukeuh ingin mereka semua tinggal di sana.

"Ren, menurut lo gima- Ya Allah, anaknya tiduuuur."

[FF NCT DREAM] TeduhTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang