"Ssst, jangan nangis dek, abang tuh nggak bakalan nyakitin kamu."
Renjana masih terdiam di tempatnya. Anak itu duduk di sofa ruang tamu tanpa bisa bergerak ke mana pun karena tubuhnya diapit oleh seseorang yang pernah menyelamatkannya serta satu orang lagi yang tidak pernah Renjana lihat sebelumnya.
Bagaimana mungkin dia tidak menangis?
Jiro dibiarkan begitu saja tergeletak di lantai dengan darah yang keluar dari perutnya. Dia juga tidak bisa berbuat apa-apa ketika ia melihat sosok yang selama ini Renjana kira baik hati ternyata bisa sejahat ini entah karena apa.
Jamal menatap Jiro yang tidak sadarkan diri di lantai sambil mendengus geli.
Renjana hendak berdiri menerjang Jamal ketika ia melihat Jamal menendang tubuh tidak sadarkan diri Jiro dengan cukup keras. Lengan Renjana dipegang dengan erat oleh Leo serta satu orang yang tidak Renjana kenal itu.
"Ck, kenapa kamu cepat sadarnya ya dek? Bukannya biasanya orang bakalan pingsan lamaaa banget kalau kepalanya dibentur kayak gitu?"
Renjana merinding melihat perubahan suasana hati Jamal yang begitu cepat berubah.
Di awal, laki-laki itu menangis tersedu-sedu sambil meminta maaf pada Renjana karena "tidak sengaja" menyakiti anak itu. Lalu, setelahnya Jamal marah-marah pada Renjana karena sangat nakal dan berani sekali menghalangi Jamal yang ingin menghabisi Jiro. Dan sekarang, Jamal terlihat normal.
Dia seperti Jamal yang biasa Renjana lihat sehari-hari.
"Padahal rencana abang udah mulus loh dek. Tapi, kamu tega banget menghancurkan rencana abang" ucap Jamal dengan raut sedihnya.
Dia berjalan mendekati Renjana yang ingin sekali kabur tapi Leo begitu kuat menahan lengannya. Renjana tidak punya kesempatan untuk kabur ketika Jamal semakin mendekatinya.
Renjana menahan nafasnya tanpa sadar ketika melihat Jamal bersimpuh di depan Renjana lalu kedua tangan Jamal menyentuh kedua lutut Renjana dengan lembut, tatapan mata Jamal mengarah ke Renjana yang tidak sudi melihat ke Jamal.
"Lihat ke sini, anak sial."
Leher Renjana terasa sakit ketika Jamal dengan kasar menolehkan kepala Renjana secara paksa ke arahnya.
"Dek, abang itu udah susah payah buat Jiro nggak akur sama Farhan. Abang tuh, udah capek berusaha membuat Farhan sengsara karena adik satu-satunya yang ia punya memilih pergi ninggalin dia. Kamu tahu nggak? Susah tahu bikin rencana sesempurna itu tanpa celah. Tapi, kamu malah mengacau."
"Ssst..., udah jangan nangis. Abang nggak jahat kok."
Jamal menghapus air mata yang menetes dari mata Renjana.
"Abang ini baik, dek. Buktinya, abang nggak mau jahatin kamu. Tawaran abang buat kamu tinggal sama abang masih berlaku kok! Kamu boleh kapan pun tinggal sama abang."
Jamal memasang wajah sedihnya dengan kedua matanya yang berkaca-kaca menahan tangis.
"Abang tuh kesal sama Farhan dan tujuan abang cuma mau nyakitin satu-satunya keluarga yang Farhan punya~ nah, nggak jahat kan abang?"
Jamal menggenggam tangan Renjana yang berusaha melepaskan tangannya itu dari genggaman Jamal. Tapi, dia tidak bisa melakukannya karena Jamal malah mencengkram tangannya dan mulai terasa ngilu.
"Abang bisa menghabisi ibu-ibu sialan yang masih punya dendam sama ibu kamu, adek. Semudah itu abang menghabisi orang-orang yang mengusik rencana abang."
Wajah Jamal berubah menjadi menyeramkan.
"Dan abang juga nggak segan-segan menghabisi teman-teman kamu!"
KAMU SEDANG MEMBACA
[FF NCT DREAM] Teduh
Fanfiction*Lanjutan dari cerita Tempat Untuk Pulang* Tujuh pemuda yang melanjutkan hidup mereka dengan tenang di rumah dua lantai. Namun, namanya hidup, walaupun kita ingin hidup bahagia, tentu saja akan ada cobaan yang menyertai. 1. Mark Lee as Mada Cazim 2...