Chapter 75

624 114 19
                                    

Setelah melewati perjalanan yang cukup menguras tenaga, pada akhirnya tujuh bujang itu tiba di kampung halamannya Mada. Mereka tiba di sana pada pukul 11 malam tetapi lampu di rumah Mada masih menyala, menandakan kalau kedua orang tua Mada belum tidur dan menunggui para pemuda ini tiba di rumah.

Ketika mesin mobil dimatikan oleh Janu, tepat saat itu pintu rumah Mada terbuka dan menampakkan sosok ayah serta ibu Mada yang tersenyum menyambut tujuh pemuda yang telah melakukan perjalanan jauh.

Mada berjalan mendekati ayah dan ibunya lalu dia mencium tangan kedua orang tuanya itu, tidak lupa Mada memeluk orang tuanya karena rasa rindu terhadap sosok yang telah membesarkannya dengan penuh kasih sayang.

Sedangkan keenam pemuda lainnya sibuk menurunkan barang masing-masing yang ditaruh di bagasi mobil. Mereka semua berjalan mendekati Mada sambil membawa tas masing-masing, kecuali Janu yang membawa tasnya sendiri dan juga tas milik Mada.

Mereka berenam bergantian mencium tangan ayah dan ibu Mada setelah Mada melepas pelukan rindu kepada orang tuanya.

"Kenalin bu, yang ini namanya Cakra, ini Hadi, ini Nanda, Janu, Renjana, dan Jiro" ucap Mada sambil memperkenalkan tujuh temannya itu satu per satu.

Ibu dan ayah Mada tersenyum ke para pemuda yang terlihat sekali kalau mereka menahan kantuk walaupun mereka juga berusaha untuk tersenyum.

"Kalian pasti capek karena berjam-jam di dalam mobil. Ayo, masuk, tasnya ditaruh saja di dekat ruang tamu, mending kalian tidur aja dulu" ucap ibunya Mada dengan senyuman hangatnya membuat para pemuda tersebut langsung nyaman berada di dekat ibunya Mada.

"Ada yang lapar? Kalau lapar, kebetulan masih ada masakan ibu di dapur" ucap ayahnya Mada ketika melihat tujuh pemuda itu mulai masuk ke dalam rumah dan meletakkan tas mereka di ruang tamu.

"Bilang aja kalau lapar, nanti makanannya ibu siapin" ucap ibu yang terlihat antusias sekali karena rumahnya terasa ramai dengan tujuh bujang ini.

"Makasih tawarannya, bu. Tapi, tadi kita udah makan di rest area" ucap Hadi yang sebenarnya lapar lagi tapi sungkan untuk menerima tawaran ibunya Mada.

"Janu tadi ngeluh lapar sih, bu" celetuk Nanda lalu dia tersenyum usil ke Janu yang tidak bisa berbuat apa-apa karena tidak mau memberikan kesan pertama yang jelek ke orang tuanya Mada.

"Iya, bu, Bang Janu tadi ngeluh lapar, kayaknya Bang Janu masih mau makan, bu" sahut Cakra yang sepertinya masih dendam dengan Janu karena masalah pipis itu.

Mada hanya bisa mengulum senyum karena teman-temannya ini mulai berbuat usil ke Janu yang sudah jelas tidak bisa mengeluarkan kata-kata mutiaranya di depan ibunya Mada.

"Iya, bu, tapi nggak cuma Janu yang lapar, Hadi juga lapar lagi sih, bu" ucap Janu yang tidak mau kena sendirian.

Namun, menurut Hadi itu adalah berkah. Karena, dia sebenarnya memang lapar tapi sungkan menerima tawaran ibunya Mada tadi. Tapi, bukankah tadi Hadi yang menolak tawaran ibunya Mada?

Ibunya Mada hanya terkekeh pelan, "Jangan malu-malu kalau di sini, dan juga jangan sungkan sama ayah dan ibu. Ayo, Hadi, Janu, ibu anterin ke dapur" ucap ibu.

Janu dan Hadi (yang tersenyum malu-malu tapi mau) mulai berjalan mengikuti langkah ibu ke dapur. Janu tidak lupa mendelik ke arah Cakra yang memeletkan lidahnya ke Janu lalu setelah itu dia tersenyum puas karena berhasil balas dendam ke Janu perihal pipis tadi.

Sedangkan yang lain, mengikuti Mada yang akan membawa temannya ke sebuah kamar yang sudah disiapkan oleh orang tuanya Mada.

Rumah orang tua Mada memang sederhana, tapi di rumah tersebut terdapat tiga kamar. Satu kamar orang tua Mada, satu lagi kamarnya Mada, dan terakhir adalah ruangan untuk meletakkan barang-barang milik ayah dan ibunya Mada, termasuk alat-alat untuk ke sawah.

[FF NCT DREAM] TeduhTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang