"Tolong aku"
Kataku memohon pada pria di depanku ini yang selalu berpenampilan rapi dan wangi."Kamu kenapa?"
"Tolong aku, bawa aku pergi, please"
"Aku takut Whil"
"Oke... tenang ya. Ayo bangun, ikut aku. Kamu aman sama aku."
Katanya dengan suara merendah, tangannya merangkul bahuku lembut dan mengelus-elus pundakku menyalurkan kekuatan.Whilly menuntunku ke parkiran, dan mempersilahkan aku masuk ke dalam mobil mewahnya. Dia mendudukanku di kursi penumpang depan, lalu menutupnya.
"Kamu kenapa?"
"Cerita Er, kamu kenapa?"
Aku menggeleng sambil melihat ke sgala arah, takut jika pak Lurah yang bernama Dairul itu masih mengawasiku."Erine... cerita sama aku, kamu kenapa bisa sampai kaya gini? Narve bikin masalah?"
"Narve jahat sama kamu?"
"Narve apain kamu sehingga kamu jadi seperti ini? Kamu ketakutan karna dia?"
Tanyanya menuntut yang mendapat gelengan dariku lagi."Bukan mas Narve Whil, dia baik."
"Lalu kenapa?"
"Aku takut Whil, dia mengancamku."
"Dia siapa?"
"Pak Lurah"
Ucapku padanya yang membuat Whilly mengerutkan dahinya heran."Pak Lurah siapa? Bukannya pak Lurah di desamu mas sepupumu sendiri? Sudah ada anak tiga dan istri dua."
"Dia ngapain kamu memang?"
"Bukan, bukan sepupuku Whil, dia lurah di desa sebelah. Tempatku ditugaskan dulu."
"Ancaman macam apa yang dia gunakan?"
Aku menceritakan apa yang saat ini aku takutkan dan yang pernah aku alami. Sesekali Whilly bertanya padaku tentang pak Lurah itu, lalu apa yang dia lakukan, dan siapa saja yang mengetahui masalah ini.
"Gila ya... Stress"
Ucapnya sambil mengumpat."Sudah berapa lama dia seperti ini?"
"Aku mau lihat chat dia, kamu pernah chatan gak?"
"Dia yang pernah chat aku, aku ndak pernah."
"Mana coba lihat handphonemu."
Whilly mengutak-atik telephone genggamku setelah aku menyerahkan handphoneku padanya. Matanya terlihat emosi membaca pesan dari bapak Lurah muda yang katanya berprestasi itu. Lalu dia beberapa kali screen shoot isi pesan tersebut dan dia kirim ke handphonenya.
"Ya Tuhan Er, sudah tiga bulan dia mengancam kamu dan kamu belum cerita ke Narve atau orangtuamu? Gila betah ya kamu."
"Dia ngancam sampek kaya gini lo, dan kamu tenang-tenang aja?"
"Gak ada takut-takutnya apa? Dia ini Lurah kan? Kok jiwanya terganggu gini jadi sih? Pada buta kali rakyatnya."
"Heran sama pejabat sekarang, dari kalangan bawah aja sudah stress gini."
"Sekarang kita ke POLRES"
Katanya kemudian, sambil mengembalikan handphoneku dan memencet tombol start engine mobilnya."Mau ngapain?"
"Lapor, bisa masuk pasal 336 KUHP lama ini"
"Hah, gak usah jangan. Ini mungkin cuma gebrakan dia aja Whil."
"Tapi harus antisipasi Er"
"Aku gak mau masalahnya jadi panjang Whil."
"Ah kamu ini... negara kita ini negara hukum. Sebelum pasal itu dihapus bisa dipakai buat ngelaporin Lurah gila itu. Kamu malah seakan melindungi dengan tidak mau memperpanjang masalah. Jangan bodoh Er, kalau ternyata ancamannya benar gimana? Yaudahlah terserah."
"Aku itu takut kalau kamu sampai diapa-apain. Kerjaan kamu di plosok lagi dan tiap hari kamu bakal lewat depan rumah dia."
"Dia tadi udah pegang-pegang kamu lo Er, meremas tangan kamu."
Ucapnya marah-marah sambil menyetir mobilnya, mengendarai ke arah rumah orangtuaku."Aku ada jadwal jaga IGD Whil, gak bisa lapor sekarang."
"Kalau kamu gak bisa buat surat kuasa, biar aku yang lapor."
Katanya sambil menoleh kearahku, kali ini nadanya sudah tidak menggebu-gebu seperti tadi. Suaranya lebih kalem sambil menoleh kearahku."Aku takut kamu kenapa-kenapa Er. Jalan ke tempat kerjamu itu sepi. Kanan kiri ada yang jurang, sawah-sawah sama kebon. Rumahnya jarang,"
"Kalau aku jadi si Narve, udah tak nikahin kamu. Rak suruh berhenti kamu dari situ. Dia nunggu apaain sih lama banget perasaan. Udah tua juga, masak belom berani juga nikahin anak orang."
"Agama kalian sama, Narve juga kerja, sudah ada rumah dan mobil. Aku yakin tabungan dia juga banyak. Masih nunggu apasih dokter satu itu."
"Kamu pegawai sukarela kan Er? Belum angkatan?"
"Iya... kenapa?"
"Kontrak sampai bulan apa?"
"Belum ada Whil... mungkin kontraknya turun bulan Maret."
"Keluar aja Er, kerja di yang lain. Di kota yang suasananya rame, jalannya juga rame."
"Kerja di Rumah Sakitnya bapaknya Narve kan bisa Er. Masak gak bisa masukin sih anak itu?"
Aku tak menanggapi permintaan Whilly, pikiranku sudah terlalu penuh untuk menerima omelan dia. Omongan dia kalau dipikir ada benarnya juga, akupun menghawatirkan keselamatanku jika bapak Lurah yang kata Whilly ini stress benar-benar tidak ingin melihatku dengan pria lain selain dirinya.
Karna terlalu banyak berpikir, aku sampai tidak sadar jika mobil Whilly sudah berapa di depan rumah orangtuaku. Bahkan Whilly sudah mematikan mesin mobilnya dan menoleh ke arahku dengan tatapan menelisik.
"Hey... sudah sampai. Kamu masih mau disini memangnya?"
"Hah apa..."
Aku tak melanjutkan kata-kataku saat mataku melihat bahwa mobil yang aku tumpangi sudah ada di pelataran rumah orangtuaku."Oh iya sudah sampai, maaf"
Ucapku tulus padanya."Mau mampir dulu Whil?"
Tawarku padanya untuk basa-basi setelah mengucapkan terimakasih."Gak usah, kamu mau jaga kan? Selalu hati-hati di jalan nanti waktu berangkat Puskesmas. Hubungi aku kalau kamu butuh advokat."
Aku menganguk mengiyakan perintahnya, namun didalam hati sebenarnya tidak ingin memperpanjang masalah ini. Sekali lagi, aku mengucapkan terimakasih padanya, lalu izin masuk rumah duluan karna aku diburu waktu untuk berangkat jaga.
Setelah selesai bersiap-siap dan mandi, aku pamit pada mamaku untuk berangkat jaga. Aku keluarkan motor maticku dari garasi yang dibelikan ayah sewaktu lulus dari kuliah. Lalu mengendarainya menuju Puskesmas yang jaraknya sekitar dua belas kilometer dari rumahku. Sambil membawa tas vaksin yang akan aku gunakan untuk imunisasi bayi dan balita besoknya.
Namun ketika aku sampai di perbatasan antara desa A dan desa B, tiba-tiba ada yang menarik tas vaksinku. Aku sedikit oleng, namun masih bisa bertahan, suasana jalan yang sepi membuatku takut dan segera memutar gas motorku lebih kencang lagi. Hatiku berdebar, dan keringat membasahi kerudungku yang padahal sore ini cuacanya dingin karna hujan rintik-rintik.
Namun motor yang sempat menarik tas vaksinku itu, juga masih mengejarku. Dari suara motornya, dia mengendarai motor brong laki-laki yang pasti kecepatannya lebih baik daripada motor maticku. Dia menggapaiku lagi dengan menarik tas vaksinku lagi, tapi kali ini lebih kencang membuatku terjatuh dari motorku.
Aku mencoba untuk bangun, salah satu kakiku tertindih motorku itu. Aku mencoba mematikan mesin motorku, lalu bangkit. Namun aku menyerah karna aku merasakan perih di kakiku. Suara sepatu mendekat ke arahku, yang ternyata adalah pengendara motor yang tadi menarikku.
Pengendara itu tertawa lalu menarik tas vaksinku dari tubuhku, lalu membuangnya ke arah kiri. Aku mendongak sambil menahan perih pada pelaku, suara tawanya membuatku semakin benci dengannya. Ada satu wanita yang ternyata bersamanya, menatapku puas sambil tersenyum miring padaku.
***
Malam guys !
Segini dulu ya cerita di part ini. Part selanjutnya mungkin akan lebih panjang. Tapi aku mau vote dan komentnya dong, tinggalkan jejakmu disini guys... !
Thank you
KAMU SEDANG MEMBACA
SATU CIRCLE
Teen FictionCircle cenderung mengarah pada lingkaran atau kelompok pertemanan. Sama halnya dengan seorang gadis yang bernama Erine Rose Defiana, dia mempunyai sahabat bernama Whily yang selalu ada untuknya. Persahabatan itu semakin hari tumbuh menjadi cinta. Na...