Bukan Permintaan

244 26 0
                                    

"Jika selama ini aku mampu, ragukah kamu untuk menjadikan kebersamaan ini jadi selamanya? Aku mencintaimu, itulah alasannya. Be my wife, Er!"

"Dus trouw met me (jadi menikahlah denganku)"

Aku terdiam menatap pria di depanku ini. Pria yang menatapku lembut sambil tersenyum memamerkan lesung pipinya yang selalu membuatku iri. Sejujurnya aku masih menerka-nerka, apa maksud dari ucapannya kepadaku. Otakku terlalu penuh untuk memikirkan arti dari setiap katanya. Andai ada tombol restart di otakku, kini mungkin sudah ku pencet tombol itu.

"Owh iya kamu gak ngerti bahasa Nederland."

"So, marry me."

"i can't wait any longer Er, cito"

Lanjutnya kemudian. Kata cito yang selalu di pakai tenaga kesehatan untuk tindakan segera membuat otakku menjadi terhipnotis mengangguk tanpa sadar. Membuat dia semakin tersenyum lebar.

"Marry me?"
Tanyaku padanya yang dibalas dengan anggukan.

"Tunggu, are you proposing to me?"
Tanyaku dengan muka pias dan terkejut.

"Sound like to order to me"

"Iya sayang"

Jawabnya yang mengiyakan pertanyaanku seolah membuat otakku kembali loading. What? Dia melamarku beneran kan? Apa ini hanya leluconnya seperti biasa yang suka mengusiliku jika aku putus cinta?

Aku tatap lagi wajahnya yang kini tersenyum tipis menatapku, aku perhatikan lagi matanya, memang terlihat serius, namun melihatku dengan muka bingun tak percaya membuatnya menjadi terlihat sedikit geli denganku.

"What? Maksudnya gimana?"

"Gak lucu ih mas."
Kataku sambil mengalihkan pandangan padanya.

"Kind of"

"Ha... gimana?"

Aku menoleh lagi padanya saat kini dia sudah tersenyum geli memandangku. Dia berdiri dari tempat duduknya dan mengajakku untuk pulang karna hari sudah malam.

Dalam mobil menuju pulang, aku masih berpikir dengan apa yang dia katakan padaku saat di hotel. Dia bercanda kan? Dia serius kan? Aku menoleh padanya yang sedang fokus menyetir, mengamati wajahnya, mengingat kembali perbedaan antara kita, rasanya gak mungkin dokter Narve yang maha sempurna ini serius dengan ucapannya di hotel tadi.

Melihatnya yang tak ada perlakuan romantis, dan tetap diam seperti biasanya membuatku sadar. Fix dia cuma bercanda dengan ucapannya tadi, mana mungkin ada pria yang sudah mapan, berpendidikan dan tampan seperti dia mau kepadaku yang tak punya hal yang bisa dibanggakan. Ya Tuhan, kok hatiku jadi kecewa ya merasa di terbangkan lalu di lepaskan begitu saja oleh pria disampingku.

"Hallo"
Dia mengangkat telephone setelah dering telephonenya berbunyi beberapa saat.

"Iya"

"Hmm"

"Oke masukan saja, 10 menit saya sampai."

Katanya lalu menutup telephone pintarnya. Dia sempat melirikku sebentar, dan berbelok arah berlawanan dengan jalan ke rumahku.

"Besok libur kan?"
Tanyanya padaku.

"Iya, kenapa?"

"Aku ada panggilan cito."

"Oh yaudah aku nanti gr*b aja"

"Gak, bahaya malam-malam gini naik gr*b. Kamu perempuan, dan rumahmu masih jauh dari sini."

"La terus?"

Dia tak menjawab pertanyaanku, lebih memilih menginjak gas lebih dalam lagi sehingga mobilnya melaju dengan kecepatan lebih tinggi. Sampai di rumah sakit, dia memarkirkan mobilnya di parkiran khusus samping pintu masuk Rumah Sakit.

SATU CIRCLETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang