Masalah

207 16 1
                                    

Beberapa bulan berlalu, ternyata memang gak mudah menjadi bidan komunitas seperti ini. Pagi jaga KIA, atau pelayanan KB sampai pukul 14.00 WIB. Kalau waktu kebagian jaga IGD, maka jam jaga kita sampai pukul 17.00 WIB. Jika aku mendapat jatah jaga malam, maka sehabis poli KIA atau pelayanan KB pukul 14.00 WIB, aku diperbolehkan pulang, lalu aku harus kembali lagi untuk jaga IGD sebelum pergantian shift pukul 17.00 WIB, dan akan selesai keesokan paginya.

Jika keesokan harinya libur setelah jaga IGD, maka aku bisa pulang. Namun kalau tidak, ya balik lagi harus jaga KIA. Belum lagi jika ada panggilan dari bidan desa atau bidan senior yang telephone meminta bantuan padaku untuk menggantikannya jaga atau menolong partus di rumahnya karna beliau tidak bisa meninggalkan acaranya, otomatis aku tidak bisa menolak menggantikan beliau menolong partus.

Nyatanya menolong partus tidak segampang kita menjaga poli umum, pasien datang, periksa, kasih obat, lalu pulang. Kita para bidan harus menunggu dengan sabar sampai pembukaan lengkap, disamping itu kita harus tetap memantau suhu, his, pembukaan jalan lahir, dan masih banyak lainnya sesuai partograf. Setelah lengkap apa bisa langsung kita tolong dengan mudah bayi dan ibu tersebut?

Tentu saja aku tidak bisa menjawab langsung dengan kata 'Ya', karena setiap persalinan beresiko. Kadang ada persalinan yang lancar, ibu dan bayi selamat. Tapi ada juga yang mengalami penyulit seperti ibu kejang, persalinan macet, bayi asfiksi dan masih banyak lainnya. Ada hal pembelajaran yang tak pernah akan aku lupakan, dan saat itu juga sadar harus diperbaiki dalam memberikan pelayanan dan perhatian pada pasien sebaik mungkin. Karena suatu hal bisa saja terjadi karna kurang perhatiannya kita pada pasien.

Suatu hari aku di telephone salah satu bidan senior disini untuk menolong partus dirumahnya. Saat itu bidan tersebut harus menghadiri acara keluarga, dan meminta tolong kepadaku untuk ke rumahnya karna ada inpartu di rumahnya. Ketika aku baru sampai di rumahnya, ibu pasien berteriak bahwa kepala bayi sudah terlihat. Otomatis aku yang panik, langsung berlari dan menolong ibu tersebut. Bayi lahir dengan selamat, walaupun tangisnya merintih. Selesai dengan penanganan bayi baru lahir dan ibu pasca melahirkan, aku segera membereskan partus set yang aku gunakan tadi.

Setelah melahirkan mungkin perhatian banyak orang otomatis tertuju pada bayi yang begitu menggemaskan. Ibu pun jarang di perhatikan oleh suami dan keluarganya. Karena hal itu saat aku kembali akan melakukan observasi pada ibu baru tersebut, hal tak terduga terjadi, ibu tersebut membekap bayinya yang sedang menangis kencang tersebut hingga bayi tersebut lemas, beruntungnya aksi tersebut cepat diketahui dan bayi bisa diselamatkan.

"Dasar bodoh, gila ya kamu"

"Menantu tidak berguna, bisanya cuma nyusahin aja dari dulu"

"Istri gak tau diri"

Dan masih banyak lagi makian demi makian, nama hewan dan sumpah serapah yang diberikan suami dan ibu mertua pada pasienku kala itu. Yang dia lakukan hanya menangis meringkuk di pojokan ruang bersalin sambil terus mendengarkan makian itu dan sesekali suami main tangan pada istri yang sudah melahirkan anaknya beberapa jam lalu.

"Bapak maaf, bisakah anda tidak melakukan kekerasan pada istri anda?"

"Biarkan saja bu, dia memang bodoh dan pantas mendapatkan ini semua."

"Bapak maaf, bukannya saya ikut campur masalah rumah tangga bapak, kalau bapak terus memukuli istri bapak, saya bisa melaporkan hal ini pada pihak berwajib."

"Mulai sekarang gak usah balik lagi ke rumah. Kamu bukan istriku"

Suami tersebut berdecak lalu dengan muka marah meninggalkan aku dan sang ibu di kamar bersalin sambil membawa bayinya. Aku berjongkok di hadapan ibu tersebut lalu mengelus pundaknya lembut, namun yang dilakukan ibu itu kemudian memelukku erat sambil menangis. Tangisan yang terdengar sangat menyayat hati.

"Saya capek disalahkan terus bu, saya sakit tiap hari diperlakukan sebagai pembantu, di suruh kerja terus, di bentak, di pukuli"
Katanya terbata-taba dalam isak tangisnya.

"Saya takut"

"Saya gak kuat"

Penyintas KDRT dapat menghadapi efek yang berkelanjutan setelah mengalami sakit fisik, mental, dan emosional. Butuh waktu bagi mereka untuk menyesuaikan diri dengan hidup di lingkungan yang aman, terutama jika pelaku melakukan kekerasan yang parah dan dalam jangka waktu yang lama.

Meskipun mengatasi rasa sakit ini sangat melelahkan, karena proses penyembuhan butuh waktu yang cukup lama. Efek dari trauma ini dapat sangat bervariasi dari orang ke orang karena respons individu terhadap stres, usia, dan frekuensi serta tingkat keparahan.

**

Konflik dalam dunia kerja biasa terjadi, misalnya masalah personal antar karyawan, seperti yang aku alami. Entah kabar burung dari mana yang di dapat, aku jadi selalu disalahkan dalam segala hal oleh bu Dian dikarenakan kabar yang mengatakan bahwa salah satu perawat disini memiliki hubungan spesial denganku. Dan perawat itu adalah calon menantu dia yang tiba-tiba menggantungkan perasaan putrinya.

"Er, sebelumnya saya mau minta maaf. Erine disini ada hubungan baik ya sama mas Hadi?"

Tanya bu Dian setelah kita jaga KIA (Kesehatan Ibu dan Anak) bersama. Mas Hadi ini salah satu perawat desa di puskesmas ini, jujur aku tak begitu dekat dengannya, hanya beberapa kali saja kita kebagian jaga IGD puskesmas bersama.

Beberapa kali juga saat kita jaga bersama mas Hadi ini menggodaku dengan kata-kata manisnya tetapi tak membuat aku tergoda sama sekali, menawarkan untuk mengantar pulang, pamer kekayaan orangtuanya dan masih banyak lagi. Yang aku tau dari mba Dini, mas Hadi ini anak dari bu Yayuk, pemilik toko bangunan sebelah puskesmas yang dikenal kaya raya dengan kendaraan mobil jazznya dan motor Crf.

"Maaf, maksudnya gimana ya bu Dian. Kita hanya berteman dan tidak terlalu akrap."

Aku jujur memang tidak terlalu suka dan dekat karena gaya bicaranya yang besar sekali masalah harta. Bukannya aku julid, tapi kurang suka saja dengan orang yang terlalu sombong memamerkan hartanya.

"Jujur saja ya Erin, saya tidak ingin berbasa-basi sama kamu. Saya sebetulnya tidak begitu menyukai kamu. Kehadiranmu disini cukup membuat saya risih karena sikap Hadi yang terang-terangan mendekatimu membuat anak saya cemburu."

"Hadi dan Arum anak saya sudah pacaran sejak SMA, tidak menutup kemungkinan mereka akan melanjutkan ke jenjang yang lebih serius. Memang mungkin calon menantu saya di sini satu-satunya pria yang jadi incaran, terlahir dari keluarga kaya, makannya banyak di buru bidan dan perawat disini. Saya tau gaji kamu disini sedikit, sehingga mencari dana lain supaya hidupmu bisa berkecukupan dan tetap memakai pakaian dengan brand ternama. Memang ya sekarang  perempuan yang di lihat dari lelaki hartanya saja, asal kaya mau-mau saja tikung kanan dan kiri. Saya harap kamu tau diri, kamu siapa, keluarga Hadi siapa, kasta kalian terlalu jauh, saya peringatkan lagi jangan merusak hubungan anak kami, jauhi Hadi, kamu harus menjauhi Hadi jika kamu masih ingin bekerja disini dengan nyaman"

Kata bu Dian secara terang-terangan lalu berdiri dan meninggalkan aku pergi dari KIA. Tetapi langkahnya tertahan.

"Bu Dian"
Dia menoleh ke arahku dan menghentikan langkahnya.

"Bu Dian, sebelum bu Dian menyalahkan kami, apa ibuk sudah menasehati calon mantu ibuk supaya tidak kegatelan pada setiap wanita yang cantik? Sedikit saran, mungkin bu Dian perlu memberikan obat ctm kepada calon menantu bu Dian biar hal yang sama tidak terulang lagi seperti dulu."

Bukan aku yang bicara seperti itu... melainkan Hatisah, bidan juga sama sepertiku, yang selalu mendapat kata-kata kasar dan selalu disalahkan dalam tindakan jika patnernya adalah bu Dian.

"Sabar ya, bu Dian emang gitu. Hadinya juga gatel banget."

"Dulu aku juga selalu disalahkan sama bu Dian merebut kekasih anaknya. Padahal aku udah ada calon. Datang ya ke acaraku, ini undangannya."
Katanya kemudian berlalu pergi meninggalkanku di KIA.

***

SATU CIRCLETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang