Tukang Jahit

194 25 5
                                    

"Mah"

"Hmm"
Mama menatapku saat aku memanggilnya, namun kemudian dia sibuk mengetikan sesuatu lagi di handphonenya.

"Emm... mas Narve gak tau aku ketusuk ya ma?"

"Kok aku gak lihat dia disini ya? Handphoneku mana ma?"

"Hmmm, baru ingat Narve kamu Er?"
Tanya mamaku sinis sambil mengambil handphone di tas jinjingnya dan beliau kasihkan kepadaku.

"Dari tadi juga udah ingat kali ma"

"Tapi karna ada Whilly aku diam aja ma, nyimpen rasa penasaranku di hatiku sendiri."
Ucap mamaku menyindir.

"Gak gitu ma"

"Halah"

"Kok mama jadi sensi gitu sih?"

"Mama gak akan ngomong banyak-banyak nduk sama kamu, pesan mama cuma jaga perasaan Narve baik-baik, kamu sudah di minta. Dia anak yang baik, dan mama yakin, dia bisa membahagiakanmu dan menjagamu dengan baik."

"Kamu gak tau gimana syoknya dia lihat kamu berdarah-darah gitu."

"Oh ya ma? Mas Narve tau berati?"

"Tau"
Kali ini mama memandangku lama, wajahnya yang tadi jutek kini menjadi sedih lagi dan hampir menangis lagi.

"Gimana-gimana ma, coba cerita"

"Waktu itu mama datang duluan, dokter UGD nya di RS I cuma gitu aja Er, gemes deh mama... masak ngelihat lukanya gak nyentuh. Kamu masih di pasang infus sama perawat, trs perawat satunya masih ngedeep luka kamu."

"Narve datang, mukanya panik... maksa masuk, waktu lihat kamu mukanya langsung pucat. Mama yakin dia pucat gak karna takut darah kan ya?"

"Kayanya sih engga ma"
Ucapku sambil membayangkan muka paniknya, karna yang aku tau mas Narve selalu bermuka datar, dan tenang. Sesekali dia akan ceria saat bersama keluarganya dan aku.

"Ya gak lah Er, masak dokter bedah tiap hari ngebedah perut orang takut darah sih... aneh deh kamu."

"Kok aku sih ma?"
Mama diam tak menanggapi pertanyaanku.

"Terus-terus ma?"

"Apanya?"

"Ceritanya, terus mas gimana?"

"Ya untungnya salah satu perawatnya itu kenal sama Narve, terus Narve maju deh masangin kamu oksigen, terus makai sarung tangan gitu liat luka kamu... jarinya dia masukin ke luka kamu dan katanya sih untungnya lukamu gak dalam dan gak sampai ngelukain organ di perut kamu."

"Ih udah deh, mama trauma tau ingat kejadian itu... rasanya kaki mama kaya gak berpijak di tanah"

"Yah mama, terus ma?"

"Ya mama gak lihat lagi apa yang dia lakuin, tau-tau kamu udah bersih aja."

"Oh gitu?"

"Iya, terus gak lama ada polisi gitu datang, terus kamu di pindahin ke RSUD deh karna korban kriminal. Narve masih ngurus... gak tau apa di RS I. Harusnya gak boleh bukan dokter situ tapi dia ngerjain tindakan, makannya harus ngurus apa gitu, mama kurang paham."

"Tapi Er, mama bersyukur ada Narve, orang dokter jaganya plonga plongo gitu."

"Astaga ma"

"Emang bener kok, kamu udah utang nyawa ke Narve dua kali. Sekarang mama kalau ada Narve dan keluarganya minta kamu bakal mama kasih cuma-cuma."

"Ya Allah ma, dikasih cuma-cuma? Murah banget"

Mama tak peduli dengan protesku, beliau lebih memilih mengangkat telephonenya yang berbunyi. Setelahnya mamaku itu pamit kepadaku mengajak ayah untuk pergi dari ruang rawat inapku setelah mas Narve datang menjengukku.

SATU CIRCLETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang