Reuni Mantan

211 18 3
                                    

Aku sangat setuju dengan anggapan masyarakat tentang pentingnya membawa pasangan atau teman saat menghadiri undangan pesta pernikahan. Selain tidak akan merasa sendirian, membawa teman ke pesta pernikahan bisa membuat seseorang percaya diri.

Seperti halnya dengan cerita dalam film Temen Kondangan. Aku sempat terinspirasi dari tokoh putri  untuk mengajak teman menghadiri undangan pernikahan Hatisah yang diadakan di sebuah gedung kesenian Kota Malang. Tapi dengan siapa? Aku tak pernah punya teman dekat lelaki selain Whilly.

"Ngapain sih Er? Mikir apa berat banget deh"

Tanya mba Nanda teman jaga Kesehatan Reproduksi dan pelayanan KB hari ini. Aku menatapnya tidak berniat untuk menjawab, lebih memilih bertanya padanya.

"Mba Nanda di undang Hatisah?"

"Iya... nanti ya acaranya. Duh mana jauh lagi, cuma tiga jam ya itu sewa gedungnya? Kok di waktu"

"Mungkin"

"Datang ajalah sambil main. Besok libur kan hari minggu?"

"Hmem... mba Nanda mau sama siapa?"

"Mau sama pasanganlah... kan punya misua (suami)"

"Mba Yuni datang?"
Tanyaku pada mba Yuni yang dari tadi hanya memperhatikan interaksi kami."

"Enggak jaga gawang aku sore ini sampai besok pagi. Nitip aja ya"

"Kenapa adek kecil jomblo ya gak ada pasangan buat arisan hahaha"

Ledek dan tawa mba Nanda yang keras mengundang  perhatian orang disekitar kita. Mba Yuni yang merasa malu di perhatikan pasien poli umum yang sedang menunggu antrian membekap mulut temannya itu.

"Suaramu lo Nad, ngisin-ngisinni wae (malu-maluin aja)"

"Iya ih mba Nandi ini"

"Itu sama Hadi, ajak pasti mau sama kamu. Make mobil jazz enak gak kedinginan."

"Emoh (gak mau)"

Jawabku yang membuat tawa mba Nanda kembali mengisi ruangan pelayanan KB ini, manun tidak sendiri kali ini mba Yuni ikut tertawa bersamanya.

"Kalian ini kenapa ya ketawa-ketawa di ruang pojok?"

Tanya mas Hadi yang tiba-tiba muncul dari arah IGD. Datangnya yang tiba-tiba itu membuat mba Nanda dan mba Yuni berhenti sejenak, lalu mereka saling memandang dan kembali tertawa.

"Panjang umur"
Kata mba Nanda di sela-sela tawanya.

"Er mau kemana?"
Tanya mba Yuni ketika melihatku memakai tas ranselku.

"Mau pulanglah sudah jam dua lebih."

"Er, ke Hatisah sama aku yuk.. naik mobil. Nanti sambil jalan-jalan keliling Kota Malang. Menikmati indahnya jalan Ijen waktu malam hari, duduk di bangku taman kotanya. Mau ya?"

"Maaf mas Hadi, gak bisa"

"Kenapa gak bisa, enak lo naik mobil kamu tinggal duduk. Sekarang musim hujan lo kalau kamu bawa motor gimana kalau hujan. Masak iya cantik-cantik mau naik motor sih kesananya."

"Ayoklah Er, gak usah malu-malu gitu. Kamu beruntung lo tak tumpangi naik mobil bagus."

"Ya Er, tak jemput ya?"

Katanya terus memaksaku saat aku masih diam sambil mengutak-atik handphoneku berkirim pesan dengan Nilla. Sedangkan mba Nanda dan mba Yuni tentu saja senyum-senyum mengejekku.

"Gak usah mas, aku sama temenku."

"Kamu gak bersyukur banget ya Er jadi perempuan"
Nadanya mulai meninggi dan membentakku.

SATU CIRCLETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang