Bahan Gibah

127 18 3
                                    

Aku membuka kulkas mas Narve hendak memasak sesuatu untuknya sebelum aku berangkat bekerja, namun ketika kulkas itu aku buka, aku hanya menemukan beberapa botol air mineral, susu UHT, dan sekotak ice cream di frezer. Aku menghela napas kasar melihat kulkas empat pintu itu.

"Nyari apa sayang?"
Tanya seseorang dari arah belakang, aku menoleh dan menemukan mas Narve disana hanya memakai celana selutut tanpa memakai baju.

"Mas kok gak pakai baju?"
Alih-alih menjawab pertanyaanku, dia malah membuka pintu kulkas yang sudah aku tutup dan mengambil air dingin disana.

"Nyari apa?"
Tanyanya sekali lagi sambil menuang air mineral dalam botol ke gelas kaca yang sudah dia ambil di lemari. Kemudian meminumnya sampai habis sambil menatapku.

"Nyari bahan masakan tapi gak ada. Mas tiap kali minum gitu ya?"
Tanyaku penasaran, pasalnya aku tidak pernah melihat mas Narve meminum, minumannya langsung dari botol.

"Maksudnya?"

"Iya gitu, dari botol gak langsung di minum gitu"

"Gak sih, kalai gak ada gelas juga langsung aku minum."

"Wow... elegan sekali suamiku"

"Apanya yang elegan? Orang minum langsung dari mulut botol itu aktivitas yang dilarang Rasulullah dan sangat baik jika hal itu dihindari. Alasanku itu sebenarnya bukan karna bersikap elegan atau apalah itu kaya keluarga kerajaan seperti yang kamu fikir."

Aku tertawa mendengar penjelasan mas Narve yang lagi-lagi selalu benar membaca isi pikiranku.
"Emang ada hadistnya mas? Shahih gak itu?"

"Ada, diriwayatkan oleh Abu Hurairah kalau aku gak salah ingat, hadisnya Mutafaq Alaihi dikatakan, 'Rasulullah SAW melarang minum dari mulut siq'a atau qirbah'"

"MasyaAllah, suamiku kenapa jadi tambah ganteng gini sih? Hapal hadist pula. Walaupun aku gak tau sih bener apa salah."

"Emang dari dulu ganteng kali, kamu aja yang gak sadar."

Aku tersenyum mendengar jawabannya, sambil memperhatikannya yang sedang minum itu aku jadi berfikir lagi. Mas Narve akhir-akhir ini memang banyak berubah. Tadi malam, saat aku terbangun.. aku melihatnya sedang melaksanakan sholat, mungkin sholat tahajud dan witir karna dikerjakan di sepertiga malam dengan sujud terakhir yang lumayan lama. Aku jadi minder lagi.

Iya aku jadi minder lagi, dia yang menurutku sempurna ini disandingkan denganku yang ala kadarnya. Sholat kadang masih bolong-bolong, gak pintar-pintar amat, wajah juga pas-pasan. Apa yang di banggakan? Sedangkan mas Narve... ah sudahlah, aku malu Ya Rabb, aku malu PadaMu dan suamiku, imanku yang masih kaya kerupuk, ketuk sedikit pecah ini memang tidak ada apa-apanya kalau dibanding dengan mas Narve.

"Kamu kenapa sih Bee?"
Tanyanya lembut sambil memegang daguku gemas. Lagi-lagi aku tersenyum sebagai jawabannya, kemudian menggeleng pelan.

"Mas maaf"

"Maaf kenapa?"

"Aku belum bisa jadi istri yang baik"
Ucapku sambil menunduk, dengan lembut dia  mengangkat daguku hingga kami saling menatap lama.

"Aku juga belum bisa jadi suami yang baik, kita belajar sama-sama ya"
Katanya sambil tersenyum, lalu memelukku erat dan menciumi puncak kepalaku.

"Bee ada telephone, sebentar lepas dulu pelukannya."
Katanya yang merusak suasana romatis kita.

"Ya Hallo"
Katanya berbicara dengan penelpon.

"Oke"

"Iya"

"Pukul 10.00 ya, saya pagi ada jadwal operasi tiga pasien."

"Saya juga butuh istirahat kali Ta"

"Gak mau, jangan geser-geser jam poli"

SATU CIRCLETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang