Tersisihkan

194 14 2
                                    

Persiapan lamaran seringkali dipenuhi drama. Ada bahagia, tapi tak jarang juga ada air mata. Perjalanan menuju hari H pun kerap diwarnai perasaan campur aduk. Setiap persiapan menuju pernikahan pun selalu punya warna-warninya sendiri.

Beloved :
Maaf, aku nggak punya banyak waktu untuk menemani kamu. Kamu cari seserahan sama mama atau sendiri aja bisa kan?

Beloved :
Hari jumat mungkin kita bisa ketemu, nanti aku kasih ATMku ke kamu buat beli barangnya. Terserah deh kamu maunya gimana, aku gak ada waktu, jadwalku padet.

Itu isi pesan singkat laki-laki yang sebulan lagi akan menjadi tunanganku. Aku menarik napas panjang. Mas Narve selalu begitu, melimpahkan semua acara padaku. Memang dia kira dia saja yang sibuk? Aku juga sama sibuknya, posyandu bayi dan balita, lansia dan usia remaja sebulan full, belum rapat, jaga polindes, jaga KIA dan Kaber, BIAS, dan masih banyak lainnya.

"Huhm"

"Kenapa sih, dari tadi pake tarik napas dalam. Mau ngeluarin jurus ya kamu"
Tanya mas Koko salah satu perawat di puskesmas ini.

"Yaelah mas, aku bukan anak pencak silat ya"

"Haha bohong"

"Kenapa kamu? Gaji tiga bulan ini belum cair ya?"
Ucap mas Windu asal.

"Hahaha"
Aku tertawa menanggapi ucapan mas Windu yang ada benarnya juga. Walaupun inti permasalahannya bukan itu sih.

"Oh masalah itu? Ya sabar-sabar aja take home pay tenaga non-ASN masih jauh di bawah UMR memang, udah gitu cairnya 3 bulan sekali, bahkan masih ada yang bekerja sukarela. Ini tentu sangat memprihatinkan"
Ucap mas Koko sambil menerawang jauh.

"Temanku yang sekarang tinggal di Lampung udah 6 tahun kerja masih jadi pegawai sukarela lo Er. Mereka dibayar ala kadarnya. Kasian ya... penerimaan ASN buat bidan juga terlalu sedikit jumlahnya, gak kaya guru."
Imbuhnya lagi.

"Jadi beneran masalah gaji Er?"
Kali ini mas Windu yang bertanya, tak yakin masalahku hanya tentang gaji.

"Aku kok gak yakin muka-muka kaya dirimu ini ngeluh tentang gaji. Secara orangtuamu berkecukupan."

"Yaelah mas, ya masak aku ngandalin orangtua terus."

"Er, kalau aku jadi kamu... masih muda cantik juga aku milih kerja di bank. Gaji UMR"
Kali ini bu Sri yang dari tadi diam ikut berbicara.

"Ya memang sih kadang ceperan jadi bidan desa itu ada aja. Misal kaya ibu melahirkan. 1 pasien 800 ribu klaimnya asuransi. Tapi kan tetep dibagi 2 to say? Itu juga gak langsung keluar."

"Kamu ngapain capek-capek kerja disini sih Er? Jelas-jelas pacarmu dokter spesialist itu kan? Kerja sama dengan mertuamulah, enak"
Ucap mas Windu lagi.

"Lah kok pada ngasih masukan masalah pendapatan sih?"
Ucapku tak terima.

"Pada disini to? Mba Erine lepas jaga ikut bu Mer rujuk pasien ya. Supir ambulannya tapi nda ada, mas Windu bisa nyetir to?"
Kali ini bu Maryam tiba-tiba datang menyuruhku ikut dengannya.

"Sama saya bu? Erine bisa nyetir bu. Kapan hari rujuk pasien disetirin sendiri."

"Gak mau, kalau dari sini gak berani"

"Iya mas Windu aja, banyak truk tebu. Jalannya sempit lagi. Ngeri kalau simpangan pas jurang."
Ucap Bu Maryam menambahkan.

"Nanti abis rujuk pasien bu Mer traktir rujak di dekat jurang pancir sana lo mas. Ayo... enak kikilnya banyak, manis-manis pedes."
Sambungnya lagi.

"Yawes ayo siap-siap"

**

Aku termenung dalam diam di bangku panjang dari besi yang terletak di lorong Rumah Sakit bersama bu Maryam dan mas Windu. Kali ini pasien yang kita rujuk adalah pasien partus macet. Partus macet adalah kontraksi uterus kuat tapi janin tidak dapat turun karna faktor mekanis, kemacetan persalinan biasanya terjadi pada pintu atas panggul,tetapi dapat juga terjadi pada rongga panggul atau pintu bawah panggul.

SATU CIRCLETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang