Permintaan Maaf

262 22 2
                                    

Aku terbangun dari tidurku saat jam ditanganku sudah menunjukkan pukul 08.00 WIB. Secepat kilat aku terbangun karna belum melaksanakan sholat wajib dua rakaat.

Badanku sedikit terhuyun saat aku terbangun dan langsung berdiri dari tidurku. Semalam aku menangis sejadi-jadinya, meluapkan semua emosi yang ada. Namun, tanpa aku sadari, emosi yang aku luapkan semalam secara mendalam menimbulkan efek yang kurang baik. Mataku bengkak dan kepalaku sedikit pening.

Dengan jalan gontai dan berpegangan pada dinding, aku menuju kamar mandi untuk mandi dan mengambil air wudhu. Setelah sholat aku membuka handphoneku yang semalaman aku biarkan mati. Banyak notic yang masuk mulai dari pesan whatsaap dan panggilan tidak terjawab. Mulai dari mama yang menanyakan posisiku dimana, dan yang paling menarik perhatianku adalah pesan dari mas Narve.

Lelaki itu hanya sekali berkirim pesan menanyakan keberadaanku. Lama aku memandangi pesan-pesan tersebut tanpa berniat membalasnya, tiba-tiba dering telephoneku berbunyi menandakan adanya panggilan masuk. Panggilan itu dari orang yang saat ini membuatku hancur. Masih ingatkah dia kepadaku? Masih pedulikah dia terhadapku? Entahlah, saat ini aku hanya ingin sendiri.

***

Hari berganti hari, aku sibukan diriku dengan pekerjaanku. Mas Narve beberapa kali memang menghubungiku, tapi sekalipun tak pernah aku mengangkat panggilan telephone darinya.

Hinggga suatu hari aku merasakan sakit perut bagian bawah disertai mual dan pusing namun aku abaikan, aku mengira hanya sakit magh biasa karna sering telat makan. Seperti sebelum-sebelumnya, sakit ini reda bila aku minum obat magh dan istirahat.

Namun ketika jaga malam di puskesmas, nyeri perut itu aku rasakan semakin menjadi disertai diare dan muntah, deman ringan, dan sering buang air kecil. Beruntungnya jaga malam itu puskesmas sepi pasien dan tidak ada inpartu sehingga aku bisa istirahat dan minum antinyeri.

"Nduk kok pucet? Sakit?"
Tanya bu Maryam, bidan koordinator di puskesmas ini.

"Sudah nda papa kok bu"
Jawabku sedikit berbohong karna sebenarnya aku masih merasakan sedikit nyeri di bagian kanan bawah.

"Nda papa gimana... wong kemarin kamu tidur sampai mlungker gitu kok. Periksa gih sana di poli"
Ujar perawat senior yang menemaniku jaga malam kemarin.

"Iya nduk sana periksa dulu ke dokter Dimas. Biar dapat obat. Kamu ada masalah apa to nduk kok semakin kurus...?"
Omel bu Maryam terhadapku.

Karna paksaan dari bu Maryam dan teman-teman jaga malamku, aku memeriksakan diri ke dokter umum dan hasilnya aku didiagnosa muntaber. Setelah minum obat pereda nyeri dan antibiotik, kondisiku sedikit membaik. Namun setelahnya, BAB jadi tidak lancar, perut dan ulu hati sakit setiap kali aku bangun tidur.

Aku pikir asam lambungku kumat atau kelelahan karna pekerjaan. Dan lagi-lagi aku hanya mengandalkan obat magh biasa yang tersedia di polindes. Sempat berpikir untuk injeksi ranitidine ke diri sendiri untuk meringankan nyeri perutku, tapi ternyta injeksi pada diri sendiri tak semudah yang aku bayangkan. Aku terlalu takut untuk menancapkan jarum itu ke paha bagian luarku.

Sampai puncaknya di hari sabtu sore, perut di bagian kanan bawah sakit sekali, disertai pusing, demam, dan kencing berkali-kali. Awalnya aku takut sesuatu terjadi pada ginjalku, karena to be honest, aku kurang disiplin minum air putih.

Mama yang saat itu main ke polindes mendapatiku tidur meringkuk menahan sakit. Dengan tegas mama memintaku ganti baju dan mengantarkanku ke IGD klinik terdekat. Disana dokter jaga merujukku ke poli penyakit dalam, namun karna weekend, tidak ada dokter yang praktik, sehingga dokter jaga menyarankanku untuk rawat inap terlebih dahulu di klinik sampai poli buka di hari senin.

"Memang ndak bisa dokternya datang hari ini dok?"
Tanya mamaku pada dokter jaga tersebut.

"Di klinik kita poli penyakit dalam adanya hari senin ibu."

"Duh gimana ya dok, kasian anak saya kalau nahan sakit sampai dua hari"

"Nanti kita opnam disini dan kita kasih suntikan antinyeri untuk mengurangi rasa sakitnya ibu."

"Kamu gak ada kenalan dokter penyakit dalam Er? Mama gak bisa menunggu lebih lama."
Tanya mama padaku yang terbaring sambil memejamkan mata menikmati rasa sakit di perutku yang telah membuatku menangis dan tersiksa ini.

"Gak"
Jawabku singkat tanpa ingin membuka mata.

"Ck kamu, siapa ya yang kira-kira bisa bantuin.? Coba mama cek kontak handphone mama dulu"

Katanya kemudian, hingga mataku terbuka lebar menyadari siapa yang sedang di telephone mama saat ini.

"Hallo, maaf sore-sore tante mengganggu. Nak Narve kira-kira kenal dokter penyakit dalam yang praktik sore ini ndak ya?"

"Mama gak usah"
Kataku sambil merebut handphone yang mama pegang untuk mematikan sambungan telephone mama ke pria yang membuatku lupa makan dan fraktur hepar itu. Namun mama sedikit menjauh melanjutkan berbicara dengan dokter bedah itu.

"Ini nih, Erine sakit perut. Sekarang ada di IGD Cemerlang Medika. Tante gak sabar kalau harus nunggu hari senin."

"...."

"Iya tante gak tega aja"

"..."

"Oke, kalau gitu tante sharelog ya. Terimakasih"

***

SATU CIRCLETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang