Hari minggu saat aku membantu mba Indah menyapu klinik karna klinik sedang sepi, tiba-tiba saja bu Elanie datang membawa beberapa kantong belanjaan. Beliau terlihat kaget saat melihatku ikut menyapu bersama mba Indah.
"Er... kamu ngapain?"
"Bersih-bersih bu"
"Gak usah ikut bersih-bersih. Itu tugas mba Indah. Tugas kamu sebagai bidan. Biarin mba Indah. Kalau gak ada pasien atau kerjaan menyangkut tugas kamu, dibuat istirahat. Biar gak sakit karna pasien partus datang gak kenal waktu"
Kata bu Elanie kalem sambil mengambil sapu yang ada ditanganku. Kadang aku heran, bisa ya ada orang seanggun seperti bu Elanie tetapi tetap terlihat tegas dan berwibawa. Apa beliau tidak pernah marah seperti mamaku selama ini? Dulu kasusnya mba Mida dan mba Pubi yang sering korupsi uang klinik saja aku tidak pernah melihat beliau marah pada mereka, beliau bertanya baik-baik pada kedua orang itu.
Dan untuk aku yang tadi berniat membantu membersihkan klinik beliau, itu karna terbiasa saja melakukan pekerjaan itu ketika kami pkl di rumah bidan dulu. Dulu saat kami praktik di lapangan dan ditempatkan di rumah bidan, maka kami akan bangun pagi-pagi sekali sebelum subuh untuk menyapu dan mengepel rumah beliau. Terkadang ikut menjaga anak bila bidan tersebut mempunyai balita, dan masih banyak lagi.
Entah itu peraturan siapa yang membuat awalnya, tapi semua pengalamanku dan teman-temanku sama. Tidak hanya menjadi asisten bidan, tetapi juga merangkap sebagai asisten rumah tangga. Terkadang hal yang kami lakukan itu saja masih dianggap salah oleh bidan atau senior kita.
Aku pernah suatu hari ikut bidan di sebuah desa saat sedang praktik di puskesmas. Waktu itu, kami menginap dan ikut tinggal di rumah salah satu bidan. Disitu aku dan temanku yang sudah ikut andil membantu pekerjaan beliau mulai dari bersih-bersih, masak, sebagai asisten bidan, menjaga anaknyapun masih sering dibilang males.
Jadi bidan itu gak boleh males dek, harus kuat, pekerja keras, tahan banting gak boleh cengeng, kalian itu role model dan masih banyak lagi. Pokoknya terkadang sikap kita itu dinilai salah terus, entah mereka punya pengalaman buruk apa dulu hingga kita diperlakukan seperti itu. Hanya di klinik bu Elanie inilah aku merasa seperti di orangkan, beliau begitu bijak dan baik.
"Er, Ajeng belum kembali ya?"
"Belum bu"
"Emm.. minta tolong dihubungi ya, tanya mba Ajeng balik kapan, hari ini ulang tahun bapak. Ibu mau ada acara syukuran kecil-kecilan. Ibu gak enak nanti kalau kita senang-senang disini gak ada mba Ajeng."
"Baik bu"
Aku berjalan menaiki tangga mengikuti bu Elanie yang meminta tolong padaku menyiapkan acara syukuran untuk nanti malam. Bukan tangga yang biasanya aku naiki untuk menuju kamar kami, tetapi tangga lainnya yang baru aku ketahui. Ada sofa besar di tengah-tengah ruangan ini, kemudian depannya terdapat LCD Tv yang juga besar. Dan tiga pintu tertutup disini yang salah satu pintunya menghubungkan ke kamar kita di lantai dua.
"Er boleh minta tolong ambilkan karpet di kamar situ?"
Aku berjalan menuju kamar yang beliau tunjuk dengan tangannya tadi. Setelah membuka pintu, aku terkejut dengan kamar yang beliau maksud. Kamar yang menurutku mewah dengan kasur ukuran king size dan lemari besar disampingnya yang terlihat tak pernah tersentuh tetapi masih rapi dan bersih.
"Bisa bawanya?"
Kata beliau yang menyadarkanku dari lamunan."Yang ini bu?"
"Yang coklat aja kali ya, biar bisa nampung semua orang"
Aku membantunya mengangkat karpet tersebut dan membebernya di antara TV dan kursi tersebut. Setelah semuanya selesai, aku kembali ke ruang pemeriksaan dimana tempat favoritku dan Nilla nongkrong sambil menjaga klinik.
KAMU SEDANG MEMBACA
SATU CIRCLE
Teen FictionCircle cenderung mengarah pada lingkaran atau kelompok pertemanan. Sama halnya dengan seorang gadis yang bernama Erine Rose Defiana, dia mempunyai sahabat bernama Whily yang selalu ada untuknya. Persahabatan itu semakin hari tumbuh menjadi cinta. Na...